Tuesday 16 July 2013

pengertian asbabun nuzul



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada masa Nabi terkadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada beliau, dengan maksud meminta ketegasan hukum atau memohon penjelasan secara terperinci tentang urusan-urusan agama, sehingga turunlah beberapa ayat dari ayat-ayat Al-Qur’an, hal yang seperti itulah yang dimaksud dengan asbabun nuzul atau sebab-sebab turunnya Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah mukjizat bagi umat islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyak proses yang mana dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam nabi menerimanya. Sebagaimana dalam perjalanan pembukuan Al-Qur’an yang banyak mengalami hambatan sampai banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang meninggal, maka dalam proses aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga sangat banyak kendalanya.
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbabun nuzul ada kalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut. Asbabun nuzul  mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimana kepada allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar qur'an pada mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan penjelasan hukum allah SWT.
Dalam makalah ini akan sedikit membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan Asbab an-Nuzul, mulai dari pengertian, cara mengetahui asbab an-nuzul macam-macam asbabun nuzul, faedah yang terkandung dalam penetapan hukum yang terkait dalam asbabun nuzul.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian asbabun nuzul ?
2.      Bagaimana cara mengetahui asbabun nuzul ?
3.      Apa saja macam-macam asbabun nuzul ?

C.    Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari asbabun nuzul
2.      Untuk mengetahui cara mengetahui asbabun nuzul
3.      Untuk mengetahui macam-macam asbabun nuzul














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Asbabun Nuzul

Ungkapan asbab an-nuzul terdiri dari dua kata, yaitu asbab dan an-nuzul. Kata asbab merupakan jama’ dari sabab dan an-nuzul adalah mashdar dari nazala. Secara harfiah, sabab berarti sebab atau latar belakang, maka asbab berarti sebab-sebab atau beberapa sebab atau beberapa latar belakang. Sedangkan an-nuzul berarti turun. Maka dengan demikian, kata asbab an-nuzul secara harfiah berarti sebab-sebab turun atau beberapa latar belakang yang membuat turun. Jika dikaitkan dengan Alquran maka asbab an-nuzul itu bermakna beberapa latar belakang atau sebab yang membuat turunnya ayat-ayat Alquran.
Secara istilah asbab an-nuzul dapat didefinisikan kepada “suatu ilmu yang mengkaji tentang sebab-sebab atau hal-hal yang melatar belakangi turunnya ayat Alquran”. Menurut Az-Zarqani, asbab an-nuzul adalah peristiwa yang terjadi sebab turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, di mana ayat tersebut bercerita atau menjelaskan hukum mengenai peristiwa tersebut pada waktu terjadinya. Atau suatu pertanyaan yang ditujukan kepada nabi, di mana pertanyaan itu menjadi sebab turunnya suatu ayat sebagai jawaban atas pertanyaan itu.[1]
Jadi, terlihat dalam penjelasan di atas bahwa ada sebab dan ada pula musabab. Sebab adalah peristiwa yang terjadi pada masa  Nabi SAW atau pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi SAW. Dan musabab-nya adalah ayat-ayat Alquran yang di turunkan kepada Nabi untuk merespons peristiwa atau menjawab pertanyaan tersebut.
Apabila dilihat dari sisi asbabun nuzul ini, ayat-ayat Alquran diklasifikasikan kepada dua kelompok; pertama, ayat-ayat yang mempunyai sebab atau latar belakang turun dan kedua,ayat-ayat yang diturunkan tidak didahului oleh suatu peristiwa atau pertanyaan. Ayat dalam kategori yang terakhir ini lebih banyak dari bagian pertama.
Pada umumnya ayat yang mempunyai sebab nuzul adalah ayat-ayat hukum dan ayat-ayat yang dimulai dengan yas’alunaka. Tetapi hal ini tidak berarti ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum tidak mempunyai sebab nuzul sama sekali; ada juga di antara ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum mempunyai sebab nuzul, namun tidak terlalu banyak.
Jadi, ada ayat yang memiliki asbabun nuzul dan ada pula yang tidak. Ayat yang tidak memiliki asbabun nuzul tidak berarti bahwa ayat-ayat itu turun secara tiba-tiba tanpa ada kaitannya dengan fenomena masyarakat.
Setiap ayat yang turun kepada Nabi, pada hakikatnya, merupakan respons ilahiah terhadap kondisi miniatur masyarakat dunia pada masa itu yang tergambar dalam sistem masyarakat Arab. Ayat-ayat tentang akidah, misalnya turun untuk merespons sikap masyarakat yang mengabaikan akal sehat dengan menyembah berhala. Maka jika dilihat dari sisi ini, ternyata tidak ada ayat Alquran yang turun tanpa asbabun nuzul. Fenomena keseharian masyarakat sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan kepemimpinan merupakan latar belakang membuat turunnya ayat Alquran untuk menjawab fenomena tersebut. Respons ayat-ayat itu terhadap fenomena yang berlaku ada yang negatif lalu menolaknya, dan ada pula positif yang kemuduan dilegalkan, dan atau diadakan revisi terhadap sistem yang ada.[2]

B.     Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Adanya sebab turunnya ayat adalah suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Oleh karena itulah, tidak ada cara lain untuk mengetahuinya selain lewat periwayatan yang sahih dari orang yang telah menyaksikannya, orang yang “hadir” pada saat itu. Tidak ada kemungkinan ijtihad, bahkan tidak diperbolehkan karena hal itu sama halnya membahas al-Qur’an tanpa menggunakan ilmu.[3]
Ada tiga ungkapan yang menunjukkan asbabun nuzul suatu ayat. Dua di antaranya dapat dipastikan sebagai asbabun nuzul. Dan satu lainnya tidak secara pasti menunjukkan kepada asbabun nuzul; mungkin asbabun nuzul dan mugkin tidak. Ungkapan itu adalah sebagai berikut.
a.       ثَبَبُ نُزُوْل هَذِهِ الأَيَة (sebab turunnya ayat ini ialah ...). Apabila suatu peristiwa didahului oleh ungkapan ini, maka tidak diragukan lagi bahwa peristiwa itu merupakan asbabun nuzul ayat yang disebut sebelumnya.
b.      Tidak menggunakan kata سَبَبُ seperti di atas. Akan tetapi, menggunakan ungkapan فَنَزَلَتْ atau  اللهُفَأَنْزَلَ, yang dimulai dengan fa setelah peristiwa dijelaskan. Hal ini tidak di ragukan lagi bahwa peristiwa itu juga merupakan asbabun nuzul ayat bersangkutan, seperti hadits yang diriwayatkan oleh muslim yang diterima oleh Jabir; ia berkata, oramg yahudi berkata: Siapa saja yang mempergauli istrinya dari arah belakang maka anaknya akan lahir dalam keadan cacat اللهُفَأَنْزَلَ (maka Allah menurunkan) نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْ تُواْحَرْثَكُمْ أَنَّى شِءْتُمْ.
c.       Ungkapan yang tidak menggunakan kata ثَبَبُ dan juga tidak menggunakan ف setelah peristiwa. Akan tetapi, ia menggunakan kata في sebelum menjelaskan peristiwa. Hal ini tidak dapat dikatakan asbabun nuzul secara pasti, tetapi ada dua kemungkinan; mungkin asbabun nuzul dan mungkin juga tidak, seperti ... فَنَزَلَتْ هَذِهِ الأَيَة فِي.
Untuk menentukan peristiwa yang menjadi asbabun nuzul suatu ayat, ungkapan-ungkapan di atas perlu menjadi pertimbangan dan perhatian seorang mufassir.[4]

C.    Macam-macam Asbabun Nuzul

Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu). Sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk:
1.      Salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak.
2.      Keduanya shahih akan tetapi salah satunya mempunyai penguat (Murajjih) dan lainnya tidak.
3.      Keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat. Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus.
4.      Keduanya shahih, tidak mempunyai penguat dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.

D.    Kedudukan dan Pentingnya Ilmu Asbabun Nuzul
Al-Wahidy (wafat tahun 427 H.) berkata:
“Tidak mungkin kita mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui kisahnya dan sebab turunnya.”
Kemudian Ibnu Taimiyah (wafat tahun 726 H.) berkata:
“Mengetahui sebab nuzul membantu kita untuk memahami ayat; karena sesungguhnya mengetahui sebab menghasilkan pengetahuan tentang yang di sebabkan (akibat).”
Kemudian Ibnu Daqiqil ‘Id (wafat tahun 702 H.) berkata pula:
“Menjelaskan asbabun nuzul adalah jalan yang kuat dalam memahami makna-makna Al-Qur’an. Hal itu adalah suatu urusan yang di peroleh oleh para sahabat karena ada qarinah-qarinah yang mengelilingi kejadian-kejadian itu.”
Contohnya ialah apa yangtelah terjadi terhadap Marwah ibn Al-Hakam ketika beliau menyangka bahwa firman Allah swt:
Ÿw ¨ûtù|¡øtrB tûïÏ%©!$# tbqãmtøÿtƒ !$yJÎ/ (#qs?r& tbq6Ïtä¨r br& (#rßyJøtä $oÿÏ3 öNs9 (#qè=yèøÿtƒ Ÿxsù Nåk¨]u;|¡øtrB ;oy$xÿyJÎ/ z`ÏiB É>#xyèø9$# ( öNßgs9ur ë>#xtã ÒOŠÏ9r& ÇÊÑÑÈ  
“Janganlah kamu mengira orang-orang yang bergembira dengan apa yang telah mereka lakukan dan menyukai supaya mereka dipuji dengan sesuatu yang belum mereka lakukan,janganlah kamu menyangka mereka terlepas dari azab, tetapi bagi mereka azab yang pedih.”(QS. Ali Imron (3): 188)
Adalah suatu ancaman bagi para mukmin. Marwan berkata kepada penjaga pintu (bauwab): “Pergilah hai Rafi’ kepada Ibnu Abbas dan katakanlah kepadanya: “Sekiranya setiap oramg yang merasakan kegembiraan lantaran memperoleh sesuatu dan sekiranya setiap orang yang ingi dipuji terhadap apa yang belum dilaksanakannya akan diazab, tentu semua manusia ini diazab tanpa pengecualian.”
Ringkasnya, dengan mengetahui asbab an-nuzul, hilanglah kemusykilan dari Marwan ibn Al-Hakam. Seandainya asbab an-nuzul tidak di jelaskan, tentu masyarakat islam hingga hari ini boleh minum-menuman yang memabukkan berdasarkan kepada firman Allah swt. yaitu :
}§øŠs9 n?tã šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# Óy$uZã_ $yJŠÏù (#þqßJÏèsÛ ....
“dan tidak ada dosa atas orang-orang yang telah beriman dan mengerjakan amalan-amalan shalih terhadap apa yang telah mereka makan....” (QS. Al-Maidah (5): 93)
Telah dihikayatkan bahwa Utsman ibn Madh’un, Amar ibn Ma’di Kariba berkata: “Khamar boleh diminum.”Beliau berhujjah dengan ayat 93 tersebut. Beliau tidak mengetahui sebab nuzulnya.
Diriwayatkan oleh Al-Hasan dan lain-lain bahwa ketika turun ayat yang mengharamkan minum-minuman keras, para sahabat berkata: “Bagaimanakah keadaan teman-teman kami yang telah meninggal yang perutnya penuh dengan arak?”. Allah telah menandaskan bahwa arak itu najis (rijs). Berkenaan dengan pertanyaan itu Allah menurunkan surat Al-Maidah (5) ayat 93.
Oleh karena di sini kita hanya membahas sebab-sebab nuzul maka kita tidak memperkatakan ayat-ayat yang Allah turunkan tanpa sebab yang mendahuluinya, baik berupa pertanyaan, kejadian dan sebagainya, seperti ayat-ayat tentang kisah-kisah umat dahulu, peristiwa-peristiwa yang telah lalu di zaman bahari, khabar-khabar lain yang akan terjadi, kaedah kiamat, nikmat surga dan azab neraka.
Ayat-ayat yang demikian ini banyak di dalam Al-Qur’an. Allah menurunkannya untuk memberi petunjuk kepada manusia pada jalan yang lurus. Dan Allah menjadikan ayat-ayat itu mempunyai hubungan menurut siyaq qur’any dengan ayat-ayat sebelumnya dan ayat-ayat yang sesudahnya, diturunkan bukan sebagai jawaban bagi sesuatu pertanyaan dan bukan pula sebagai penjelas bagi sesuatu peristiwa yang terjadi.[5]
Pembahasan tentang hal ini, kita batasi untuk mengetahui kedudukan sebab-sebab nuzulnya ayat.

E.     Faedah Asbabun Nuzul

Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul, di antaranya:
a.       Untuk mengetahui peristiwa atau kejadian yang menyebabkan disyariatkannya suatu hukum, di mana hukum itu juga bisa berlaku pada peristiwa yang sama jika terjadi kemudian. Hal ini seperti yang terlihat dalam asbabun nuzul ayat:
`uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒƒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]Œr& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptƒôÏÿsù `ÏiB BQ$uŠÏ¹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS
Maka siapa saja di antara kamu yang sakit atau gangguan di kepalanya (kemudian ia mencukur rambutnya), maka hendaklah ia membayar fidyah dengan berpuasa, atau bersedekah atau berkurban. (QS. Al-Baqarah (2): 196)
Asbabun nuzul ayat ini berkaitan dengan apa yang di alami oleh Ka’ab ketika ihram, yaitu terdapat banyak kutu di kepalanya sehingga ia merasa susah dengan keadaan itu. Ia ingin mencukur rambutnya, tetapi hal itu terlarang karena dalam ihram. Maka ayat ini turun membolehkan Ka’ab mencukur rambutnya dengan syarat bahwa ia haruas membayar dam salah satu di antara tiga hal; berpuasa, memberi makan fakir miskin, atau berkurban. Keringanan ini juga berlaku pada siapa saja, jika mengalami peristiwa atau keadaan yang sama.
b.      Untuk mengetahui hukum-hukum khusus yang berkaitan dengan asbabun nuzul,walaupun lafalnya umum seperti yang dijelaskan di atas.
c.       Dapat membantu mufassir memahami suatu ayat yang tidak mungkin dipahami tanpa bantuan asbabun nuzul. Sebab, terkadang sebuah ayat bercerita tentang peristiwa yang dialami sesorang. Hal ini seperti yang terdapat dalam firman Allah:
ôs% yìÏJy ª!$# tAöqs% ÓÉL©9$# y7ä9Ï»pgéB Îû $ygÅ_÷ry þÅ5tGô±n@ur n<Î) «!$# ª!$#ur ßìyJó¡tƒ !$yJä.uãr$ptrB 4 ¨bÎ) ©!$# 7ìÏÿxœ ÅÁt/ ÇÊÈ  
Sesungguhnya Allah telah mendengar Perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat. (QS. Al-Mujadilah (58): 1)
Yang dimaksud dengan ungkapan y 7ä9Ï»pgéBÓÉL©9$# tAöqs% (perkataan seorang perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu) adalah perkatan Khulah binti Tsa’labah yang telah dizihar oleh suaminya. Jadi, dengan bantuan asbabun nuzul seorang mufassir dapat menjelaskan makna ungkapan tersebut.
d.      Asbabun nuzul menjelaskan kepada siapa ayat itu di turunkan, sehingga ia tidak di tanggungkan atas yang lain. Hal ini seperti tergambar dalam ayat poin “c” di atas.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ø  Ayat-ayat Alquran diklasifikasikan kepada dua kelompok; pertama, ayat-ayat yang mempunyai sebab atau latar belakang turun dan kedua,ayat-ayat yang diturunkan tidak didahului oleh suatu peristiwa atau pertanyaan. Ayat dalam kategori yang terakhir ini lebih banyak dari bagian pertama. Pada umumnya ayat yang mempunyai sebab nuzul adalah ayat-ayat hukum dan ayat-ayat yang dimulai dengan yas’alunaka. Tetapi hal ini tidak berarti ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum tidak mempunyai sebab nuzul sama sekali; ada juga di antara ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum mempunyai sebab nuzul, namun tidak terlalu banyak.Jadi, ada ayat yang memiliki asbabun nuzul dan ada pula yang tidak. Ayat yang tidak memiliki asbabun nuzul tidak berarti bahwa ayat-ayat itu turun secara tiba-tiba tanpa ada kaitannya dengan fenomena masyarakat.Setiap ayat yang turun kepada Nabi, pada hakikatnya, merupakan respons ilahiah terhadap kondisi miniatur masyarakat dunia pada masa itu yang tergambar dalam sistem masyarakat Arab.
Ø  Ada tiga ungkapan yang menunjukkan asbabun nuzul suatu ayat. Dua di antaranya dapat dipastikan sebagai asbabun nuzul. Dan satu lainnya tidak secara pasti menunjukkan kepada asbabun nuzul; mungkin asbabun nuzul dan mugkin tidak.
Ø  Asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu). Sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Ø  Ayat-ayat yang banyak di dalam Al-Qur’an. Allah menurunkannya untuk memberi petunjuk kepada manusia pada jalan yang lurus. Dan Allah menjadikan ayat-ayat itu mempunyai hubungan menurut siyaq qur’any dengan ayat-ayat sebelumnya dan ayat-ayat yang sesudahnya, diturunkan bukan sebagai jawaban bagi sesuatu pertanyaan dan bukan pula sebagai penjelas bagi sesuatu peristiwa yang terjadi.
Ø  Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul, di antaranya:
·       Untuk mengetahui peristiwa atau kejadian yang menyebabkan disyariatkannya suatu hukum, di mana hukum itu juga bisa berlaku pada peristiwa yang sama jika terjadi kemudian.
·       Untuk mengetahui hukum-hukum khusus yang berkaitan dengan asbabun nuzul.
·       Dapat membantu mufassir memahami suatu ayat yang tidak mungkin dipahami tanpa bantuan asbabun nuzul. Sebab, terkadang sebuah ayat bercerita tentang peristiwa yang dialami sesorang.
·       Asbabun nuzul menjelaskan kepada siapa ayat itu di turunkan, sehingga ia tidak di tanggungkan atas yang lain.

B.     Penutup

Dengan mengucap syukur alhamdulillah, penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Walaupun dalam keadaan yang sangat sederhana & waktu yang sangat singkat. Kami menyadari bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Penyusun juga sadar bahwa dalam makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun tetap penyusun harapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin…





DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. 1996. Ulumul Qur’an diterjemahkan oleh Amirul Hasan dan Muhammad Halabi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Kadar M. Yusuf. 2012. Studi Alquran. Jakarta : Amzah.
Teungku Muhammad Hasbi ash. Shiddieqy. 2009. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang: Pustaka Rizqi Putra.


[1] Kadar M. Yusuf,mengutip dari Az-Zarqani, Munahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an, Beirut: Dar Al-Fikr, 1988, hlm. 99.
[2] Kadar M. Yusuf, mengutip dari Kadar, Pembelaan Alquran Terhadap Kaum Tertindas, Jakarta: Amzah, 2005, hlm. 4.
[3] Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman,Ulumul Qur’an diterjemahkan oleh Amirul Hasan dan Muhammad Halabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
[4] Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, Jakarta: Amzah, 2012, hlm. 91.
[5] Teungku Muhammad Hasbi ash. Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2009, hlm. 17.