Friday 29 November 2013

Memahami NU Sebagai Sebuah Organisasi



Memahami NU Sebagai Sebuah Organisasi



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah. Bahwasanya saya telah dapat membuat makalah AGAMA ISLAM II tentang “Memahami NU Sebagai Sebuah Organisasi” walaupun tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang saya hadapi, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah SWT.
Walaupun demikian, sudah barang tentu makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan saya.Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak saya harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang akan datang bisa lebih baik lagi.Harapan saya semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang membacanya.
Wabilahi Taufik walhidayah Wasalamualaikum wr.wb


Jepara, April 2012

                                                                                                                                                                 Ahmad Sholihin





DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I .PEDAHULUAN
A.      Latar belakang
B.      Rumusan masalah

BAB II .PEMBAHASAN
A.                  Pertumbuhan NU Sebagai Organisasi
B.                  Struktur Organisasi NU
C.                  Perangkat Organisasi NU
                                           
BAB III .PENUTUP
A.                  Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
Pendahuluan

A.     Latar Belakang Masalah
Nahdlatul Ulama membentuk organisasi yang mempunyai struktur tertentu dengan fungsi sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi terciptanya tujuan yang telah di tentukan, baik itu bersifat keagamaan maupun kemayarakatan. Karena pada dasarnya Nahdlatul Ulama adalah jam’iyyah diniyah yang membawa faham keagaman, maka Ulama sebagai mata rantai pembawa faham Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, ditetapkan sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan pembimbingutama jalannya organisasi. Sadang untuk melaksanakan kegiatannya, Nahdlatu Ulama menempatkan tenaga-tenaga yang sesuai dengan bidangnya guna menanganinya.
B.      Rumusan Masalah
-          Pertumbuhan NU Sebagai Organisasi
-          Struktur Organisasi NU
-          Perangkat Organisasi NU


BAB II
PEMBAHASAN

A.                 Pertumbuhan NU Sebagai Organisasi
Berbeda dengan organisasi lain, yang harus rapat menyamakan pendapat di antara pendirinya tentang berbagai hal AD/ART dan lain sebagainya, NU tidak usah terlalu formal menyelenggarakan berbagai rapat sekedar menyamakan persepsi diantara para pendirinya. Hal itu terjadi karena para pendiri NU sudah lama sebelumnya memiliki kesamaan dalam berbagai hal tujuan, wawasan keagamaan bahkan perilaku sehari-hari, dari cara berpakaian hingga beribadah. Tinggal ulama pengasuh pesantren itu kemudian mengumumkan berdirinya “jam’iyyah NU”.Pada saat yang bersamaan, semua kiai di sejumlah pesantren dengan suka rela bergabung di dalamnya tanpa menunggu AD/AT maupun instruksi dan berbagai hal formal lainnya, rampung.
Kecepatan NU berkembeng dengan ratusan, ribuan bahkan jutaan warga nya, tantunya merupakan hal yangsangat menggembirakan.Tetapi di balik kegembiraan itu ada “kerepotan” yang dirasa sampai sekarang. Hal mendasar yang sangat dirasakan yaitu belum sempatnya NU mengurus dan mengatur administrasi “ke dalam”, mulai dari pendaftaran anggota, rapat pemilihan pengurus ranting dan lain sebagainya. Sampai sekarang hal itu tetap terbelangkai.
Sebenarnya upaya untuk mengatur organisasi menuju kondisi yang lebih baik pernah dilakukan.Hal itu terjadi sekitar tahun 1940-an, ketika NU dipimpin almaghfurlah KH. Mahfudz Shiddiq. Dan ternyata, meskipun mengalami kendala, namun upaya tersebut boleh dikatakan berhasil.Namun amat disayangkan, sebelum pembenahan meluas, datanglah jepang yang membubarkan semua organisasi termasuk NU.Dan perbaikan internal itu hingga kini belum kelihatan kemajuannya.
Harus diakui bahwa cepatnya pertumbuhan yang tidak diikuti dengan cepatnya penataan organisasi oleh pengurus menjadi salah satu sebab, mengapa NU demikian “amburadul” dari segi organisasi administrasi. Akibat dari kecerobohan ini, saringkali ada orang yang “menerobos” menjadi NU, bahkan menjadi pengurus NU padahal yang bersangkutan belum memiliki pengalaman yang memadai.
Dismping sebab tersebut, masih ada sebab lain,diantaranya, pertama, budaya organisasi pada umumnya masih rendah. Kedua, keputusan orang NU masih tertuju pada pribadi, “belum kepada lembaga atau organisasi atau aturan main”.Ketiga, kewajiban seseorang yang masih banyak diukur dengan “kedekatan dengan tokoh besar” belum kepada kualitas atau prestasinya.Keempat, Akhlak berorganisasimasih banyak diajarkan dandidik seperti ikhlas, kerja keras, dan lain sebagainya,tanpa dilengkapi dengan keahlian manajerial dan kemampuan organisasi yang memadai.
Sebagai kosekuensi dari tertanganinya administrasi dan organisasi ini, sampai sekarang belum sepenuhnya kita bisa mangatakan bahwa NUmerupakan jam’iyyah (organisasi).NU sebagai organisasi baru tampak pada rapat, konfersi, muktamar dan lain sebagainya.Kebanyakan ranting-ranting NU tidak jelas susunan kepengurusannya.Yang jelas dan paling mudah dilihat adalah paling-paling figur ketua karena sudah menjabat sebagai ketua puluhan tahun yang lalu.

B.                  Struktur Organisasi NU
Semula pengurus NU hanyalah Syuriah dibantu oleh tenaga teknis administratif yang tidak ikut dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.Tenaga inilah yang kemudian disebut tanfidziyah, yang berangsur-angsur meningkat wewenang sesuai dengan berkembang, tugas yang di embannya.
Pada zaman KH. Mahfudz shidiq, menjabat Ketua PB Tanfidziyah NU (President Hoofd Bestuur Nadlatoel Oelama),posisinya sudah tampak menonjol, meskipun kekuasaan syuriahmasih penuh seratus persen. Tanda anggota NU (ar-Rasyidah’Adlawiyah) ditandatangani oleh KH. A. Wahab Hasbullah sebagai Katib ‘ Aam. PB syuriahNU tanpa tanfidziyah.Padahal untuk mendapatkan harus melalui persyaratan yang berat dan mesti diurus oleh pengurus tanfidziyah.
Dominasi tanfidziyah mulai tumbuh ketika NU menjadi partai politik.Semua mentri dari NU otomatis menjadi anggota PBNU.Ketua tanfidziyah otomatis menjadi anggota syuriah.Demikian juga ketua Fraksi NU menjadi anggota PBNU.Layak sekali kalau mereka ini “berpihak” kepada tanfidziyah ketika ada perbedaan pendapat antara keduanya.
Puncak “dominasi” tanfidziyah ialah pada 1980-an, saat menghadapi pemilu 1982.Ketua umum tanfidziyah mengumumkan bahwa surat-surat PBNU hanya sah kalau ditandatangani oleh ketua umum tanfidziyah atau wakilnya.Pengumuman ketua umum PB tanfidziyah NU ini berarti bahwa tanda tangan rais’aam “harus diketahui” oleh ketua umum yang sudah tidak diakui oleh PB syuriah NU. Dengan kata lain yang lebih ekstrim, rais’aam dipecat oleh ketua umum tanfidziyah atau “mengakui kedudukan ketua umum”.
Ketika itu struktur organisasi NU diatur sebagai berikut:
1.      Di dalam NU ada dua unsur:
-          Syuriah terdiri dari para kiai ulama yang secara kolektif merupakan pimpinan tertinggi.
-          Tanfidziyah terdiri dari tenaga-tenaga professional pada bidangnya masing-masing dan merupakan pelaksana operasional organisasi.
2.      Syuriah mempunyai “secretariat” sendiri yang personilnya disebut katib atau wakil syuriah dan tidak punya bendahara dan bagian-bagian lain.
-          Tanfidziyah memiliki secretariat disebut sekretaris atau wakil sekretaris. Juga punya bendahara. Urusan perlengkapan, dan lain sebagainya adalah termasuk tugas sekretaris.
-          Di bawah sekretaris ada “kepala kantor” terutama di PBNU, yang bersama stafnya merupakan karyawan, bukan pengurus.

C.                  Perangkat Organisasi NU
Dalam menjalankan programnya, NU mempunyai 3 perangkat organisasi:
1.                  Lembaga
Yaitu alat kegiatan NU yang bertugas menggarap “bidang kegiatan” tertentu seperti dakwah, pertanian, perekonomian, pesantren, pendidikan dan sebagainya.Lembaga tidak mempunyai anggota sendiri, hanya mempunyai tenaga-tenaga pengurus.
NU mempunyai 14 Lembaga yang terdiri dari:
a.      Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Melaksanakan kebijakan di bidang pengembangan dakwah agama Islam yang menganut
faham ahlussunanah wal jamaah.
b.      Lembaga Pendidikan Ma’arif (LP Ma’arif NU)
Melaksanakan kebijakan di bidang pendidikan dan pengajaran formal.
c.       Rabithah Ma’ahid al-Islamiyah (RMI)
Melaksanakan kebijakan di bidang pengembangan pondok pesantren.
d.      Lembaga Perekonomian NU (LPNU)
Melaksanakan kebijakan di bidang pengembangan ekonomi warga.
e.      Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LP2NU)
Melaksanakan kebijakan di bidangan pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
f.        Lembaga kemaslahatan keluarga NU (LKKNU)
Melaksanakan kebijakan di bidang kesejahteraan keluarga, sosial, dan kependudukan.
g.      Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam)
Melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan pengembangan sumberdaya manusia.
h.      Lembaga Penyuluhan dan Pemberian Bantuan Hukum (LPBHNU)
Melaksanakan penyuluhan dan pemberian bantuan hukum.
i.        Lembaga seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi)
Melaksanakan kebijakan di bidang pengembangan seni dan budaya.
j.        Lembaga Amil Zakat, Infaq dan shadaqah (LAZISNU)
Bertugas menghimpun, mengelola, dan mentasharufkan (menyalurkan) zakat, infaq, dan shadaqah.
k.       Lembaga Waqaf dan Pertanahan (LWPNU)
Mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan, serta benda wakaf lainnya milik NU.
l.        Lembaga Bahtsul Masail (LBM-NU)
Membahas dan memecahkan masalah-masalah yang maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual) yang memerlukan kepastian hukum.
m.    Lembaga Ta’min Masjid Indonesia (LTMI)
Melaksanakan kebijakan di bidang pengembangan dan pemberdayaan masjid.
n.      Lembaga Pelayanan Kesehatan (LPKNU)
Melaksanakan kebijakan di bidang kesehatan.
2.                  Lajnah
Yaitu alat kegiatan NU yang bertugas menggarap “bidang kegiatan khusus” yang tidak ada di wilayah, cabang dan lain sebagainya seperti wakaf, falakiyah, bahtsul masial dan lain sebagainya. NU mempunyai 2 Lajnah yaitu:
a.       Lajnah Falakiyah
Bertugas mengurusi masalah hisab dan rukyah, serta pengembangan ilmu falak (astronomi).
b.      Lajnah Ta’lif Wan Nasyar (LTN)
Bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku, serta media informasi menurut faham Ahlussunnah wal jama’ah.
Sedangkan perbedaan antara lembaga dan lajnahadalah bahwa kalau lembaga biasanya perlu dan bias ada di semua wilayah, cabang, dan seterusnya. Sedangkan lajnah hanya perlu dibentuk di pusat atau daerah tertentu.
3.                  Badan Otonom
Yaitu unit kegiatan yang bertugas menggarap kelompok tertentu dari kaum Nahdliyyin, seperti Muslimat, Fatayat, Ansor, IPNU, IPPNU, ISNU, jam’iyyah qurra’ wal haffadz dan sebagainya.
Badan otonom memiliki anggota, pengurus, peraturan dasar, peraturan rumah tangga tersendiri, tetapi memiliki hubungan yang jelas dengan NU.Bagaimanapun, semua lembaga, lajnah dan badan otonom adalah “bagian” dan alat kegiatan yang harus “makmur” kepada NU.Adapun nanti mereka menjadi pejabat, politis, pedagang, petani dan sebagainya, maka harus “berkepribadian NU”.Sebaliknya, NU harus bekerja keras supaya seluruh keluarga besar NU dapat bergerak sesuai dengan “sekenario”nya.NU harus bisa menjadi “sutradara” yang baik.
NU mempunyai 10 Badan Otonom yaitu:
a.                   Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMN)
Membantu melaksanakan kebijakan pada pengikut tarekat yang mu’tabar (diakui) di lingkungan NU, serta membina dan mengembangkan seni hadrah.
b.                  Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh (JQH)
Melaksanakan kebijakan pada kelompok qari’/qari’ah (Pembaca Tilawah Al-Quran) dan hafizh/hafizhah (penghafal Al-Quran).
c.                   Muslimat
Melaksanakan kebijakan pada anggota perempuan NU.
d.                  Fatayat
Melaksanakan kebijakan pada anggota perempuan muda NU.
e.                   Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
Melaksanakan kebijakan pada anggota pemuda NU.GP Ansor menaungi Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang menjadi salah satu unit bidang garapnya.
f.                   Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
Melaksanakan kebijakan pada pelajar, mahasiswa, dan santri laki-laki.IPNU menaungi CBP (Corp Brigade Pembangunan), semacam satgas khususnya.
g.                  Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
Melaksanakan kebijakan pada pelajar, mahsiswa, dan santri perempuan.IPPNU menaungi KKP (Kelompok Kepanduan Putri) sebagai salah satu bidang garapnya.
h.                  Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
Membantu melaksanakan kebijakan pada kelompok sarjana dan kaum intelektual.
i.                    Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi)
Melaksanakan kebijakan di bidang kesejahteraan dan pengembangan ketenagakerjaan.




BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
NU sebagai organisai yang didirikan oleh para ulama pengasuh pesantren yang sekian banyaknya dan sekian luas pengaruhnya, tentu dimasudkan utntuk menempatkan posisi dn fungsi ulama sedemikian penting di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan Negara, khususnya di NU. ajaran islam yang berhaluan Ahlussunnah wal jama’ah serta menganut salah satu madzhab empat; Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal, guna mempersatukan langkah para ulama dan pengikutnya dalam melakukan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, ketinggian harkat dan martabat manusia.
NU dengan demikian merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertakwa kepada ALLAH SWT, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA
KH. Abdul Muchith Muzadi. NU dalam Persepektif Sejarah & Ajara,(Refleksi 65 Th. Ikut  NU). Surabaya: penerbit Khalista.

Wednesday 27 November 2013

Konsepsi Islam tentang Manusia



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan hal yang menarik untuk diperbincangkan. Pendidikan secara umum dapat dilihat dimanapun kita berada baik di dalam keluarga, institusi-institusi pendidikan, masyarakat ataupun melalui media yang kini mulai maju yang dapat memberikan berbagai informasi. Hubungannya dengan siapa yang melaksankan pendidikan, siapapun berhak atas pendidikan baik melakukan maupun memperoleh pendidikan. Lamanya proses manusia melakukan pendidikan tidak terbatas waktunya.
Hal inilah yang menjadikan permasalahan pendidikan menjadi menarik dengan melihat realita yang berkembang di masyarakat. Sekolah sendiri merupakan bagian dari institusi pendidikan formal. Realitanya jika seseorang mencari lapangan kerja tentunya perihal yang akan ditanyakan bukanlah seberapa jujurnya orang tersebut namun apa pendidikan terakhirnya.
Lalu sebagai umat muslim yang memiliki perhatian terhadap pendidikan Islam. Kondisi saat ini masyarakat telah memahami pendidikan hanya dalam sebuah wadah yang dinamakan sekolah. Sedangkan tujuan mendasar pendidikan Islam pun diatur dalam peraturan pemerintah . Tidak hanya pendidikan Islam saja namun pendidikan semua agama pun diatur oleh pemerintah bahwa Pendidikan Agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Suatu tujuan akan nilai dari pendidikan perlahan-lahan pun mulai luntur. Semakin berat meskipun negara ini sudah lama merdeka namun seakan masih dalam penjajahan. Menjadi suatu harapan besar jika seluruh masyarakat dapat menempuh pendidikan dan mengembalikan nilai pendidikan itu sendiri agar menjadi proyek kemanusiaan bukan proyek mengejar materi.[1]

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, pemakalah menemukan beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1.      Bagaimana konsepsi islam tentang manusia?
2.      Apa tujuan pendidikan islam untuk proyeksi kemanusiaan?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui konsepsi islam tentang manusia.
2.      Untuk mengetahui tujuan pendidikan islam untuk proyeksi kemanusiaan.

D.    Manfaat Penulisan
1.      Untuk mengetahui konsepsi islam tentang manusia.
2.      Untuk mengetahui tujuan pendidikan islam untuk proyeksi kemanusiaan.

E.     Penegasan Istilah
1.      Menggagas
Menggagas berasal dari kata dasar gagas, yang mendapatkan imbuhan meng-, yang memiliki arti memikirkan sesuatu.[2]
2.      Pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie  yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”.[3]
3.      Islam
Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW., berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an, yang duturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.[4]
4.      Proyeksi
Proyeksi adalah perkiraan tentang suatu keadaan masa yang akan datang dengan menggunakan data yang ada (sekarang).[5]
5.      Kemanusiaan
Manusia adalah makhluk yang berakal budi, jadi kemanusiaan adalah sifat-sifat yang di miliki oleh manusia.
Jadi, menggagas pendidikan islam untuk proyeksi kemanusiaan adalah memikirkan atau membahas tentang ajaran yang membentuk kepribadian muslim untuk pandangan mendatang oleh manusia.[6]













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsepsi  Islam tentang Manusia
Pembahasan tentang ilmu pendidikan tidak mungkin terbebaskan dari obyek yang menjadi sasarannya, yaitu manusia. Dan karena yang menjadi topik prmbahasan sekarang adalah pendidikan islam, maka secara filosofis harus mengikutsertakan obyek utamanya yaitu manusia.[7]
Islam memiliki konsepsi manusia dan alam semesta yang jelas dan wajib diimani oleh manusia. Konsep-konsep itu adalah:[8]
1.      Islam memiliki kejelasan pikiran yang menjadi landasan hidup seorang muslim.
2.      Islam memiliki kelogisan aqidah dan kesesuaiannya dengan fitrah, akal dan jiwa manusiawi.
3.      Islam memiliki obyek keyakinan yang jelas, karena disajikan secara memuaskan lewat al-Qur’an yang dengannya, manusia akan menyaksikan realitas sebagai bahan perenungan serta mengantarkan manusia pada pengetahuan tentang kekuasaan dan keesaan Allah sesuai dengan tabiat psikologis dan fitrah keagamaan manusia.
4.      Jika diantara kita ada yang bertanya-tanya, mengapa al-Qur’an menggunakan dialog yang menyentuh perasaan dan emosi serta membahas akal dan pengalaman yang mampu mengalirkan air mata dan menimbulkan getaran hati tatkala semuanya diungkapkan secara berulang-ulang, terutama tentang alam semesta dan diri.


B.     Tujuan Pendidikan Islam untuk Proyeksi Kemanusiaan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Abu Ahmad mengatakan bahwa tahap-tahap tujuan pendidikan Islam untuk proyeksi kemanusiaan meliputi :[9]
1.      Tujuan Tertinggi/ Terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi tersebut dirumuskan dalam satu istilah yang disebut “insan kamil” (manusia paripurna).
Indikator insan kamil tersbut diantaranya menjadi hamba Allah, mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi Al-ardh, untuk memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat, dan terciptanya manusia yang mempunyai wajah Qur’ani
.
2.      Tujuan Umum
Tujuan umum ini lebih bersifat empirik dan realistik. Al Abrasyi misalnya menyampaikan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia, persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat, persiapan untuk mencari rejeki, menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan pelajar dari segi professional.
3.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan atau operasional tujuan tertinggi yang bersifat relative sehingga dapat berubah menyesuaikan kebutuhan. Tujuan pendidikan bisa dibuat berdasrkan kultur dan cita-cita suatu bangsa, minat, bakat, kesanggupan subyek didik, dan tuntutan situasi.
4.      Tujuan Sementara
Tujuan sementara pada umumnya merupakan tujuan-tujuan yang dikembangkan dalam rangka menjawab segala tuntutan kehidupan. Zakiah Darajat menyatakan bahwa tujuan sementara itu merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
Tujuan diatas lebih mengarah pada suatu konsep kurikulum yang terikat pada institusi yang dinamakan sekolah/ madrasah. Tujuan-tujuan tersebut sangat indah dalam suatu konseptual namun realitanya pendidikan di Indonesia lebih berkiblat pada pendidikan pragmatis Amerika.
Jika tujuan sementaranya agar peserta didik menjadi profesional maka orientasinya jelas adalah materi. Maka kedudukan pendidikan agama tidak lebih sebagai ilmu komplementer atau sekedar pelengkap. Tidak salah jika materi dijadikan tujuan tetapi alangkah indah jika orang lain merasakan manfaat dari ilmu yang kita miliki.
Kenyataan ini dapat dilihat dari para orang tua yang menginginkan anaknya terampil dalam segala hal, mereka tanpa memperdulikan tahap perkembangan anaknya memaksa mereka untuk sekolah di sekolah elit, memasukkannya ke berbagai lembaga kursus. Hal ini menjadi masalah jika anak selaku peserta didik menjadi stress ataupun jika tidak ia hanya akan menjadi orang yang cerdas dalam teori namun tidak dapat memecahkan persoalan di masyatakat.
Untuk itu, tujuan pendidikan Islam meliputi empat aspek yaitu jasmani, ruhani, akal, dan sosial. Jika kita menginginkan pendidikan dapat membuat memanusia menjadi insan kamil maka output dari pendidikan tersebut harus adalah orang-orang yang kuat secara fisik dan mental, memiliki kesalehan, hati yang bersih dan memliki kedekatan dengan Allah, cerdas dalam berfikir, dan mampu memjadi problem solver bagi masyarakat.
Winkel mengemukakan ranah yang harus diperhatiakan terhadap peserta didik yaitu kognitif terkait dengan pengetahuannya, afektif terkait dengan sikap dan perilakunya, dan psikomotorik yaitu praktik atau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jika ada seorang pendidik yang mengharapkan imbalan tentunya adalah wajar karena setiap orang memiliki kebutuhan.
Namun bukan berarti materi yang menjadi orientasi utama bagi pendidik maupun peserta didik nantinya. Seorang pendidik ataupun output dari suatu proses pendidikan harus membuka mata dengan keadaan masyarakat dan siap mengabdi pada masyarakat dengan selalu menanamkan dalam hati apa tujuan akhir seorang penuntut ilmu yaitu bahagia di dunia dan di akhirat.






















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan Rumusan Masalah, maka kesimpulannya adalah:
1.      Islam memiliki konsepsi manusia dan alam semesta yang jelas dan wajib diimani oleh manusia. Konsep-konsep itu adalah:
a.       Islam memiliki kejelasan pikiran yang menjadi landasan hidup seorang muslim.
b.      Islam memiliki kelogisan aqidah dan kesesuaiannya dengan fitrah, akal dan jiwa manusiawi.
c.       Islam memiliki obyek keyakinan yang jelas, karena disajikan secara memuaskan lewat al-Qur’an yang dengannya, manusia akan menyaksikan realitas sebagai bahan perenungan serta mengantarkan manusia pada pengetahuan tentang kekuasaan dan keesaan Allah sesuai dengan tabiat psikologis dan fitrah keagamaan manusia.
d.      Jika diantara kita ada yang bertanya-tanya, mengapa al-Qur’an menggunakan dialog yang menyentuh perasaan dan emosi serta membahas akal dan pengalaman yang mampu mengalirkan air mata dan menimbulkan getaran hati tatkala semuanya diungkapkan secara berulang-ulang, terutama tentang alam semesta dan diri.
2.      Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Abu Ahmad mengatakan bahwa tahap-tahap tujuan pendidikan Islam untuk proyeksi kemanusiaan meliputi :
a.       Tujuan Tertinggi/ Terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi tersebut dirumuskan dalam satu istilah yang disebut “insan kamil” (manusia paripurna). Indikator insan kamil tersbut diantaranya menjadi hamba Allah, mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi Al-ardh, untuk memperoleh kesejahteraan kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat, dan terciptanya manusia yang mempunyai wajah Qur’ani.
b.      Tujuan Umum
Tujuan umum ini lebih bersifat empirik dan realistik. Al Abrasyi misalnya menyampaikan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia, persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat, persiapan untuk mencari rejeki, menumbuhkan semangat ilmiah, dan menyiapkan pelajar dari segi professional.
c.       Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan atau operasional tujuan tertinggi yang bersifat relative sehingga dapat berubah menyesuaikan kebutuhan. Tujuan pendidikan bisa dibuat berdasrkan kultur dan cita-cita suatu bangsa, minat, bakat, kesanggupan subyek didik, dan tuntutan situasi.
d.      Tujuan Sementara
Tujuan sementara pada umumnya merupakan tujuan-tujuan yang dikembangkan dalam rangka menjawab segala tuntutan kehidupan. Zakiah Darajat menyatakan bahwa tujuan sementara itu merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
B.  Kritik dan Saran
Sebagai kata penutup dalam makalah ini, pemakalah menyadari masih ada kekurangan dan kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyusunan.Oleh karena itu, besar harapan dari pemakalah untuk saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi kebaikan dalam pembuatan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
http://sigitmujahid.blogspot.com/2010/04/mengembalikan-pendidikan-islam-sebagai.html
Nata Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2012, cet. Ke-1.
Syafaat Aat dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, cet. Ke 1.
Darajat Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
An Nahlawi Abdur Rohman, Pendidikan Islam di Rumah,Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 1995.



[1] http://sigitmujahid.blogspot.com/2010/04/mengembalikan-pendidikan-islam-sebagai.html
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 326.
[3]H. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada), 2012, cet. Ke-1, hlm. 42.

[4]Aat syafaat dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers), 2008, cet. Ke 1, hlm. 1.
[5] Ibid, hlm. 426
[6] Ibid,hlm. 200
[7] Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 1
[8] Abdur Rohman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah,Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 35-36.
[9] http://sigitmujahid.blogspot.com/2010/04/mengembalikan-pendidikan-islam-sebagai.html