BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa Nabi
terkadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada beliau, dengan maksud
meminta ketegasan hukum atau memohon penjelasan secara terperinci tentang
urusan-urusan agama, sehingga turunlah beberapa ayat dari ayat-ayat Al-Qur’an,
hal yang seperti itulah yang dimaksud dengan asbabun nuzul atau sebab-sebab
turunnya Al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah mukjizat
bagi umat islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw untuk disampaikan
kepada umat manusia. Al-Qur’an sendiri dalam proses penurunannya mengalami
banyak proses yang mana dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan
bermacam-macam nabi menerimanya. Sebagaimana dalam perjalanan pembukuan Al-Qur’an
yang banyak mengalami hambatan sampai banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang
meninggal, maka dalam proses aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
juga sangat banyak kendalanya.
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini
tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun
didalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbabun nuzul ada kalanya
berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang
disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu masalah,
sehingga Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut.
Asbabun nuzul mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan
ayat-ayat Al-Quran.
Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia kearah tujuan
yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang
didasarkan pada keimana kepada allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar qur'an
pada mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa sejarah,
bahkan kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan penjelasan hukum
allah SWT.
Dalam makalah ini
akan sedikit membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan Asbab an-Nuzul,
mulai dari pengertian, cara mengetahui asbab an-nuzul macam-macam asbabun nuzul,
faedah yang terkandung dalam penetapan hukum yang terkait dalam asbabun nuzul.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian asbabun nuzul ?
2.
Bagaimana
cara mengetahui asbabun nuzul ?
3.
Apa
saja macam-macam asbabun nuzul ?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah sebagai berikut
:
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari asbabun nuzul
2.
Untuk
mengetahui cara mengetahui asbabun nuzul
3.
Untuk
mengetahui macam-macam asbabun nuzul
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asbabun Nuzul
Ungkapan asbab an-nuzul terdiri dari dua kata, yaitu asbab
dan an-nuzul. Kata asbab merupakan jama’ dari sabab dan an-nuzul adalah
mashdar dari nazala. Secara harfiah, sabab berarti sebab atau latar belakang,
maka asbab berarti sebab-sebab atau beberapa sebab atau beberapa latar
belakang. Sedangkan an-nuzul berarti turun. Maka dengan demikian, kata asbab
an-nuzul secara harfiah berarti sebab-sebab turun atau beberapa latar belakang
yang membuat turun. Jika dikaitkan dengan Alquran maka asbab an-nuzul itu
bermakna beberapa latar belakang atau sebab yang membuat turunnya ayat-ayat
Alquran.
Secara istilah asbab an-nuzul dapat didefinisikan kepada “suatu
ilmu yang mengkaji tentang sebab-sebab atau hal-hal yang melatar belakangi
turunnya ayat Alquran”. Menurut Az-Zarqani, asbab an-nuzul adalah peristiwa
yang terjadi sebab turunnya suatu ayat atau beberapa ayat, di mana ayat
tersebut bercerita atau menjelaskan hukum mengenai peristiwa tersebut pada
waktu terjadinya. Atau suatu pertanyaan yang ditujukan kepada nabi, di mana
pertanyaan itu menjadi sebab turunnya suatu ayat sebagai jawaban atas
pertanyaan itu.[1]
Jadi, terlihat dalam penjelasan di atas bahwa ada sebab dan ada
pula musabab. Sebab adalah peristiwa yang terjadi pada masa Nabi SAW atau pertanyaan yang ditujukan
kepada Nabi SAW. Dan musabab-nya adalah ayat-ayat Alquran yang di turunkan
kepada Nabi untuk merespons peristiwa atau menjawab pertanyaan tersebut.
Apabila dilihat dari sisi asbabun nuzul ini, ayat-ayat Alquran
diklasifikasikan kepada dua kelompok; pertama, ayat-ayat yang mempunyai sebab
atau latar belakang turun dan kedua,ayat-ayat yang diturunkan tidak didahului
oleh suatu peristiwa atau pertanyaan. Ayat dalam kategori yang terakhir ini
lebih banyak dari bagian pertama.
Pada umumnya ayat yang mempunyai sebab nuzul adalah ayat-ayat hukum
dan ayat-ayat yang dimulai dengan yas’alunaka. Tetapi hal ini tidak berarti
ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum tidak mempunyai sebab nuzul sama
sekali; ada juga di antara ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum
mempunyai sebab nuzul, namun tidak terlalu banyak.
Jadi, ada ayat yang memiliki asbabun nuzul dan ada pula yang tidak.
Ayat yang tidak memiliki asbabun nuzul tidak berarti bahwa ayat-ayat itu turun
secara tiba-tiba tanpa ada kaitannya dengan fenomena masyarakat.
Setiap ayat yang turun kepada Nabi, pada hakikatnya, merupakan
respons ilahiah terhadap kondisi miniatur masyarakat dunia pada masa itu yang
tergambar dalam sistem masyarakat Arab. Ayat-ayat tentang akidah, misalnya
turun untuk merespons sikap masyarakat yang mengabaikan akal sehat dengan
menyembah berhala. Maka jika dilihat dari sisi ini, ternyata tidak ada ayat
Alquran yang turun tanpa asbabun nuzul. Fenomena keseharian masyarakat sebagai
individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan kepemimpinan merupakan
latar belakang membuat turunnya ayat Alquran untuk menjawab fenomena tersebut.
Respons ayat-ayat itu terhadap fenomena yang berlaku ada yang negatif lalu
menolaknya, dan ada pula positif yang kemuduan dilegalkan, dan atau diadakan
revisi terhadap sistem yang ada.[2]
B.
Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Adanya sebab turunnya ayat adalah suatu peristiwa sejarah yang
terjadi pada masa Rasulullah SAW. Oleh karena itulah, tidak ada cara lain untuk
mengetahuinya selain lewat periwayatan yang sahih dari orang yang telah
menyaksikannya, orang yang “hadir” pada saat itu. Tidak ada kemungkinan ijtihad,
bahkan tidak diperbolehkan karena hal itu sama halnya membahas al-Qur’an tanpa
menggunakan ilmu.[3]
Ada tiga ungkapan yang menunjukkan asbabun nuzul suatu ayat. Dua di
antaranya dapat dipastikan sebagai asbabun nuzul. Dan satu lainnya tidak secara
pasti menunjukkan kepada asbabun nuzul; mungkin asbabun nuzul dan mugkin tidak.
Ungkapan itu adalah sebagai berikut.
a.
ثَبَبُ نُزُوْل هَذِهِ الأَيَة (sebab turunnya ayat ini
ialah ...). Apabila suatu peristiwa didahului oleh ungkapan ini, maka tidak
diragukan lagi bahwa peristiwa itu merupakan asbabun nuzul ayat yang disebut
sebelumnya.
b.
Tidak
menggunakan kata سَبَبُ seperti di atas. Akan
tetapi, menggunakan ungkapan فَنَزَلَتْ atau اللهُفَأَنْزَلَ, yang dimulai dengan fa setelah peristiwa dijelaskan. Hal ini
tidak di ragukan lagi bahwa peristiwa itu juga merupakan asbabun nuzul ayat
bersangkutan, seperti hadits yang diriwayatkan oleh muslim yang diterima oleh Jabir;
ia berkata, oramg yahudi berkata: Siapa saja yang mempergauli istrinya dari
arah belakang maka anaknya akan lahir dalam keadan cacat اللهُفَأَنْزَلَ (maka Allah menurunkan) نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْ تُواْحَرْثَكُمْ أَنَّى
شِءْتُمْ.
c.
Ungkapan
yang tidak menggunakan kata ثَبَبُ
dan juga tidak menggunakan ف setelah peristiwa. Akan tetapi,
ia menggunakan kata في sebelum menjelaskan
peristiwa. Hal ini tidak dapat dikatakan asbabun nuzul secara pasti, tetapi ada
dua kemungkinan; mungkin asbabun nuzul dan mungkin juga tidak, seperti ... فَنَزَلَتْ هَذِهِ الأَيَة فِي.
Untuk menentukan peristiwa yang menjadi asbabun nuzul suatu ayat,
ungkapan-ungkapan di atas perlu menjadi pertimbangan dan perhatian seorang
mufassir.[4]
C.
Macam-macam Asbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang
turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab
turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau
kelompok ayat yang turun satu) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini
persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari
satu sedang sebab turunnya satu). Sebab turun ayat disebut ta’addud karena
wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat
atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau
lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab
yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus
diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk:
1.
Salah satu dari keduanya shahih dan
lainnya tidak.
2.
Keduanya shahih akan tetapi salah
satunya mempunyai penguat (Murajjih) dan lainnya tidak.
3.
Keduanya shahih dan keduanya
sama-sama tidak mempunyai penguat. Akan tetapi, keduanya dapat diambil
sekaligus.
4.
Keduanya shahih, tidak mempunyai
penguat dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
D.
Kedudukan
dan Pentingnya Ilmu Asbabun Nuzul
Al-Wahidy
(wafat tahun 427 H.) berkata:
“Tidak mungkin kita mengetahui
tafsir ayat tanpa mengetahui kisahnya dan sebab turunnya.”
Kemudian Ibnu Taimiyah (wafat tahun
726 H.) berkata:
“Mengetahui sebab nuzul membantu
kita untuk memahami ayat; karena sesungguhnya mengetahui sebab menghasilkan
pengetahuan tentang yang di sebabkan (akibat).”
Kemudian Ibnu Daqiqil ‘Id (wafat
tahun 702 H.) berkata pula:
“Menjelaskan asbabun nuzul adalah
jalan yang kuat dalam memahami makna-makna Al-Qur’an. Hal itu adalah suatu
urusan yang di peroleh oleh para sahabat karena ada qarinah-qarinah yang
mengelilingi kejadian-kejadian itu.”
Contohnya
ialah apa yangtelah terjadi terhadap Marwah ibn Al-Hakam ketika beliau
menyangka bahwa firman Allah swt:
w ¨ûtù|¡øtrB tûïÏ%©!$# tbqãmtøÿt !$yJÎ/ (#qs?r& tbq6Ïtä¨r br& (#rßyJøtä $oÿÏ3 öNs9 (#qè=yèøÿt xsù Nåk¨]u;|¡øtrB ;oy$xÿyJÎ/ z`ÏiB É>#xyèø9$# ( öNßgs9ur ë>#xtã ÒOÏ9r& ÇÊÑÑÈ
“Janganlah kamu mengira orang-orang
yang bergembira dengan apa yang telah mereka lakukan dan menyukai supaya mereka
dipuji dengan sesuatu yang belum mereka lakukan,janganlah kamu menyangka mereka
terlepas dari azab, tetapi bagi mereka azab yang pedih.”(QS. Ali Imron (3):
188)
Adalah suatu
ancaman bagi para mukmin. Marwan berkata kepada penjaga pintu (bauwab):
“Pergilah hai Rafi’ kepada Ibnu Abbas dan katakanlah kepadanya: “Sekiranya
setiap oramg yang merasakan kegembiraan lantaran memperoleh sesuatu dan
sekiranya setiap orang yang ingi dipuji terhadap apa yang belum dilaksanakannya
akan diazab, tentu semua manusia ini diazab tanpa pengecualian.”
Ringkasnya,
dengan mengetahui asbab an-nuzul, hilanglah kemusykilan dari Marwan ibn
Al-Hakam. Seandainya asbab an-nuzul tidak di jelaskan, tentu masyarakat islam
hingga hari ini boleh minum-menuman yang memabukkan berdasarkan kepada firman
Allah swt. yaitu :
}§øs9 n?tã úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# Óy$uZã_ $yJÏù (#þqßJÏèsÛ ....
“dan tidak ada dosa atas orang-orang
yang telah beriman dan mengerjakan amalan-amalan shalih terhadap apa yang telah
mereka makan....” (QS. Al-Maidah (5): 93)
Telah
dihikayatkan bahwa Utsman ibn Madh’un, Amar ibn Ma’di Kariba berkata: “Khamar
boleh diminum.”Beliau berhujjah dengan ayat 93 tersebut. Beliau tidak
mengetahui sebab nuzulnya.
Diriwayatkan
oleh Al-Hasan dan lain-lain bahwa ketika turun ayat yang mengharamkan
minum-minuman keras, para sahabat berkata: “Bagaimanakah keadaan teman-teman
kami yang telah meninggal yang perutnya penuh dengan arak?”. Allah telah
menandaskan bahwa arak itu najis (rijs). Berkenaan dengan pertanyaan itu Allah
menurunkan surat Al-Maidah (5) ayat 93.
Oleh karena
di sini kita hanya membahas sebab-sebab nuzul maka kita tidak memperkatakan
ayat-ayat yang Allah turunkan tanpa sebab yang mendahuluinya, baik berupa
pertanyaan, kejadian dan sebagainya, seperti ayat-ayat tentang kisah-kisah umat
dahulu, peristiwa-peristiwa yang telah lalu di zaman bahari, khabar-khabar lain
yang akan terjadi, kaedah kiamat, nikmat surga dan azab neraka.
Ayat-ayat
yang demikian ini banyak di dalam Al-Qur’an. Allah menurunkannya untuk memberi
petunjuk kepada manusia pada jalan yang lurus. Dan Allah menjadikan ayat-ayat
itu mempunyai hubungan menurut siyaq qur’any dengan ayat-ayat sebelumnya dan
ayat-ayat yang sesudahnya, diturunkan bukan sebagai jawaban bagi sesuatu
pertanyaan dan bukan pula sebagai penjelas bagi sesuatu peristiwa yang terjadi.[5]
Pembahasan
tentang hal ini, kita batasi untuk mengetahui kedudukan sebab-sebab nuzulnya
ayat.
E.
Faedah Asbabun Nuzul
Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul, di antaranya:
a.
Untuk
mengetahui peristiwa atau kejadian yang menyebabkan disyariatkannya suatu hukum,
di mana hukum itu juga bisa berlaku pada peristiwa yang sama jika terjadi
kemudian. Hal ini seperti yang terlihat dalam asbabun nuzul ayat:
`uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]r& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptôÏÿsù `ÏiB BQ$uϹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS
Maka
siapa saja di antara kamu yang sakit atau gangguan di kepalanya (kemudian ia
mencukur rambutnya), maka hendaklah ia membayar fidyah dengan berpuasa, atau bersedekah
atau berkurban. (QS.
Al-Baqarah (2): 196)
Asbabun nuzul ayat ini berkaitan dengan apa yang di alami oleh
Ka’ab ketika ihram, yaitu terdapat banyak kutu di kepalanya sehingga ia merasa
susah dengan keadaan itu. Ia ingin mencukur rambutnya, tetapi hal itu terlarang
karena dalam ihram. Maka ayat ini turun membolehkan Ka’ab mencukur rambutnya
dengan syarat bahwa ia haruas membayar dam salah satu di antara tiga hal;
berpuasa, memberi makan fakir miskin, atau berkurban. Keringanan ini juga
berlaku pada siapa saja, jika mengalami peristiwa atau keadaan yang sama.
b.
Untuk
mengetahui hukum-hukum khusus yang berkaitan dengan asbabun nuzul,walaupun
lafalnya umum seperti yang dijelaskan di atas.
c.
Dapat
membantu mufassir memahami suatu ayat yang tidak mungkin dipahami tanpa bantuan
asbabun nuzul. Sebab, terkadang sebuah ayat bercerita tentang peristiwa yang
dialami sesorang. Hal ini seperti yang terdapat dalam firman Allah:
ôs% yìÏJy ª!$# tAöqs% ÓÉL©9$# y7ä9Ï»pgéB Îû $ygÅ_÷ry þÅ5tGô±n@ur n<Î) «!$# ª!$#ur ßìyJó¡t !$yJä.uãr$ptrB 4 ¨bÎ) ©!$# 7ìÏÿx îÅÁt/ ÇÊÈ
Sesungguhnya
Allah telah mendengar Perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar
soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
melihat. (QS. Al-Mujadilah (58): 1)
Yang dimaksud dengan ungkapan y 7ä9Ï»pgéBÓÉL©9$# tAöqs% (perkataan seorang perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu)
adalah perkatan Khulah binti Tsa’labah yang telah dizihar oleh suaminya. Jadi,
dengan bantuan asbabun nuzul seorang mufassir dapat menjelaskan makna ungkapan
tersebut.
d.
Asbabun
nuzul menjelaskan kepada siapa ayat itu di turunkan, sehingga ia tidak di
tanggungkan atas yang lain. Hal ini seperti tergambar dalam ayat poin “c” di
atas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ø Ayat-ayat Alquran diklasifikasikan kepada dua kelompok; pertama,
ayat-ayat yang mempunyai sebab atau latar belakang turun dan kedua,ayat-ayat
yang diturunkan tidak didahului oleh suatu peristiwa atau pertanyaan. Ayat
dalam kategori yang terakhir ini lebih banyak dari bagian pertama. Pada umumnya
ayat yang mempunyai sebab nuzul adalah ayat-ayat hukum dan ayat-ayat yang
dimulai dengan yas’alunaka. Tetapi hal ini tidak berarti ayat-ayat yang tidak
berbicara tentang hukum tidak mempunyai sebab nuzul sama sekali; ada juga di
antara ayat-ayat yang tidak berbicara tentang hukum mempunyai sebab nuzul,
namun tidak terlalu banyak.Jadi, ada ayat yang memiliki asbabun nuzul dan ada
pula yang tidak. Ayat yang tidak memiliki asbabun nuzul tidak berarti bahwa
ayat-ayat itu turun secara tiba-tiba tanpa ada kaitannya dengan fenomena
masyarakat.Setiap ayat yang turun kepada Nabi, pada hakikatnya, merupakan
respons ilahiah terhadap kondisi miniatur masyarakat dunia pada masa itu yang
tergambar dalam sistem masyarakat Arab.
Ø Ada tiga ungkapan yang menunjukkan asbabun nuzul suatu ayat. Dua di
antaranya dapat dipastikan sebagai asbabun nuzul. Dan satu lainnya tidak secara
pasti menunjukkan kepada asbabun nuzul; mungkin asbabun nuzul dan mugkin tidak.
Ø Asbabun
nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya
lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat
yang turun satu) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang
terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab
turunnya satu). Sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal
bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat
yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Ø Ayat-ayat
yang banyak di dalam Al-Qur’an. Allah menurunkannya untuk memberi petunjuk
kepada manusia pada jalan yang lurus. Dan Allah menjadikan ayat-ayat itu
mempunyai hubungan menurut siyaq qur’any dengan ayat-ayat sebelumnya dan
ayat-ayat yang sesudahnya, diturunkan bukan sebagai jawaban bagi sesuatu
pertanyaan dan bukan pula sebagai penjelas bagi sesuatu peristiwa yang terjadi.
Ø Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul, di antaranya:
· Untuk mengetahui peristiwa atau kejadian yang menyebabkan
disyariatkannya suatu hukum, di mana hukum itu juga bisa berlaku pada peristiwa
yang sama jika terjadi kemudian.
· Untuk mengetahui hukum-hukum khusus yang berkaitan dengan asbabun
nuzul.
· Dapat membantu mufassir memahami suatu ayat yang tidak mungkin
dipahami tanpa bantuan asbabun nuzul. Sebab, terkadang sebuah ayat bercerita
tentang peristiwa yang dialami sesorang.
· Asbabun nuzul menjelaskan kepada siapa ayat itu di turunkan,
sehingga ia tidak di tanggungkan atas yang lain.
B.
Penutup
Dengan mengucap syukur alhamdulillah, penulisan makalah ini dapat
terselesaikan. Walaupun dalam keadaan yang sangat sederhana & waktu yang
sangat singkat. Kami menyadari bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan dan
kekurangan. Penyusun juga sadar bahwa dalam makalah ini masih belum sempurna.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun tetap penyusun harapkan. Demikian,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin…
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Rumi, Fahd
bin Abdurrahman. 1996. Ulumul Qur’an diterjemahkan oleh Amirul Hasan dan
Muhammad Halabi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Kadar M. Yusuf.
2012. Studi Alquran. Jakarta : Amzah.
Teungku
Muhammad Hasbi ash. Shiddieqy. 2009. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang:
Pustaka Rizqi Putra.
[1] Kadar M.
Yusuf,mengutip dari Az-Zarqani, Munahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an,
Beirut: Dar Al-Fikr, 1988, hlm. 99.
[2] Kadar M.
Yusuf, mengutip dari Kadar, Pembelaan Alquran Terhadap Kaum Tertindas,
Jakarta: Amzah, 2005, hlm. 4.
[3] Ar-Rumi, Fahd
bin Abdurrahman,Ulumul Qur’an diterjemahkan oleh Amirul Hasan dan
Muhammad Halabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
[4] Kadar M. Yusuf,
Studi Alquran, Jakarta: Amzah, 2012, hlm. 91.
[5] Teungku
Muhammad Hasbi ash. Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizqi
Putra, 2009, hlm. 17.