BAB 1
PENDAHULUAN
Secara
etimologis, tasawuf berasal dari bahasa arab yang di perdebatkan asal katanya,
ada yang mengatakan shuf (bulu domba) shafa (bersih/jernih), shaf (barisan
terdepan), suffah yng berarti emper masjid Nabawi yang di diami sebagian
sahabat sahabat Anshar.
Secara terminologis banyak ulama’ yang mengemukakan definisi
tasawuf, namun yang jelas ia berarti keluar dari sifat-sifat tercela menuju
sifat-sifat terpuji, melalui proses binaan yang dikenal dengan nama riyadhah (latihan) dan mujahadah (bersungguh-sungguh).
Sedang menurut harun nasution, inti tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi
dan dialog langsung antara manusia dengan tuhannya.
Dan berikut
ini adalah penyempurnaan moral individual ke-moral struktural yang di
jalani oleh para sufi, antara lain :
1. Dari jiwa ke tubuh.
2. Dari rohani ke jasmani
3. Dari etika individual ke etika politik sosial.
4. Dari meditasi ke tindakan terbuka.
5. Dari isolasi ke geraaakan sosial-politik.
6. Dari pasif ke aktif.
7. Dari ke kesatuan hayal ke kesatuan nyata.
BAB II
TASAWUF DAN SEJARAH
A.
Pengertian Tasawuf
Munculnya
istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abat III hijriyah, oleh Abu Hasyim
al-kufy (w 250 H) dengan meletakkan as-sufi dibelakang namanya, sebagaimana
dikatakan oleh nicholson bahwa sebelum Abu Hasyim al-kufy telah wafat ada ahli
yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’, tawakal dan dalam mahabbah, akan tetapi
dia yang pertama di beri nama al-sufi.
Secara terminologis banyak ulama’ yang mengemukakan definisi
tasawuf, namun yang jelas ia berarti keluar dari sifat-sifat tercela menuju
sifat-sifat terpuji, melalui proses binaan yang dikenal dengan nama riyadhah (latihan) dan mujahadah (bersungguh-sungguh).
Sedang menurut
harun nasution, inti tasawuf ialah kesadaran adanya
komunikasi dan dialog langsung antara manusia dengan tuhannya.
B.
Faktor Lahirnya Tasawuf
Faktor
tasawuf ini menjadi empat aliran. Pertama, dikatakan bahwa tasawuf berasal dari
india melalui persia. Kedua, berasal dari asketisme nasrani. Ketiga, dari
ajaran islam sendiri. Keempat, berasal dari sumber yang berbeda beda kemudian menjelma menjadi
satu konsep.
C.
Sejarah Perkembangan Tasawuf
Ibn
al-Jauzi dan Ibn khaldun secara garis besar
membagi kehidupan kerohanian
dalam islam menjadi dua, yakni zuhud dan tasawuf. Seperti telah diketahui, bahwa sejarah dengan peristiwa
tragis, yakni pembunuhan terhadap diri khalifah ke tiga, Utsman ibn Affan R.A
dari peristiwa itu secara berantai
terjadi kekacauan dan kemrosotan akhlak hal ini menyebabkan sahabat-sahabat
yang masih ada, dan pemuka-pemuka islam yang mau berfikir, ber ikhtiar,
membangkitkan kembali ajaran islam, pulang masuk masjid, kembali mendengarkan
kisah-kisah mengenai targhib dan tarhib, mengenai keindahan hidup zuhud dan
lain sebagainya. Inilah benih tasawuf yang paling awal.
a.
Masa Pembentukan
Pada
abad 1 hijriyah bagian kedua, lahirlah hasan basri, seorang zahid pertama dan
termasyhur dalam sejarah tasawuf. Ia
lahir di Madinah pada tahun
642 M, dan
meninggal di basrah pada tahun 728 M. Hasan Basri tampil pertama dengan membawa
ajaran khauf dan raja’, mempertebal takut dan berharap kepada
tuhan, setelah itu tampil pula guru-guru yang lain, yang dinamakan qori’ mengadakan
pembaharuan hidup kerohanian di kalangan kaum muslimin.
b.
Masa Pengembangan
Tasawuf pada abad ke III dan ke IV
Hijriyah sudah mempunyai corak yang berbeda sama sekali dengan tasawuf abad
sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak kefana’an yang menjurus hamba
dengan khalik. Ada pun fana’ merupakan persyaratan bagi seseorang untuk dapat
mencapai hahikat ma’rifat.
Dengan demikian,
tasawuf abad III dan ke IV Hijryah sudah sedemikian berkembang, sehingga sudah
merupakan madzhab, bahkan seolah-olah agama yang berdiri sendiri.
c.
Masa Konsolidasi
Tasawuf
pada abad ke V Hijriyah Konsolidasi. Pada masa ini di tandai kompetensi dan
pertarungan antara tasawuf semi falsafi dengan tasawuf sunni. Tasawuf sunni
memenanagkan pertarungan, dan berkembang sedemikian rupa, sedang tasawuf semi
falsafi tenggelam dan akan muncul kembali pada abad VI Hijriyah dalam bentuknya
yang lain.
d.
Masa Falsafi
Setelah tasawuf semi falsafi
mendapat hambatan dari tasawuf
sunni tersebut, maka pada abad VI Hijriyah tampilah tasawuf falsafi, tasawuf
yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian trem-trem
filsafat yang maknanya disesuaikan
dengan tasawuf. Oleh karena itu,
tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawuf, dan
juga tidak bisa dikatakan sebagai filsafat.
Ibn Khaldun dalam mukaddimahnya
menyimpulkan, bahwa tasawuf falsafi
mempunyai 4 obyek utama, dan menurut Abu al-wafa bisa dijadikan karakter sufi
falsafi yaitu:
a.
Illuminasi
atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib,
b.
Peristiiwa
peristiwa dalam alam maupun cosmos berpengaruh terhadap berbagai bentuk
kekeramatan atau keluar biasaan,
c.
Penciptaan
atau ungkapan-ungkapan yang pengertianya sepintas samar-samar (syathahiyat)
(ibn khaldun tt).
e.
Masa Pemurnian
Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan kian jelas, penyelewengan dan skandal melanda
dan mengancam kehancuran repulasi baiknya (A.J.Arberry, 1978) tak terelak lagi,
legenda-legenda tentang ke ajaiban
dikaitkan dengan tokoh-tokoh
sufi di kembangkan, dan masa awam secara
menyambut tipu muslihat itu, dan bahkan terjadi pengkultusan terhadap waliwali.
Khurafat dan tahayyul, klenikan dan hidup memalukan, berlaku tak senonoh, bicara
tak karuan, merupan jalan mulus menjadi ke tenaran, kekayaan dan kekuasaan
(A.J.Arberry,1978)
BAB III
AJARAN TASAWUF
A.
Konsep Ketuhanan dalam Tasawuf
Tasawuf
sebagai mana telah di paparkan dimuka, adalah ilmu yang membahas cara pendekatan diri seseorang kepada
allah melalui penyucian ruh. Oleh
karenanya, tema ketuhanan hampir bisa dipastikan merupakan tema sentral dalam
ilmu tasawuf.
Berbicara
tentang tuhan dalam kaitannya dengan tasawuf, segera timbul pertanyaan, mengapa
justru Tuhan menjadi tema utamanya? Jawaban dari pertanyaan ini harus di
kembalikan kepada esensi dari ajaran tasawuf itu sendiri, yakni
mendekatkan diri sedekat mungkin dengan
tuhan sehingga ia dapat melihatnya
dengan mata hati bahkan ruhnya dapat
bersatu dengan ruh tuhan.
1.
Jalan Menuju Tuhan
Jalan yang ditempuh seorang sufi
untuk sampai ke tingkat dapat melihat tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya
bersatu dengan tuhan demikian panjang dan penuh duri. Karena itu hanya sedikit
sekali orang yang bisa sampai kepuncak tujuan tasawuf tersebut. Jalan inilah
yang dalam istilah tasawuf disebut thariqah.
Jadi dengan
menempuh jalan yang benar dan istiqomah, manusia dijanjikan tuhan akan
memperoleh karunia hidup bahagia yang tiada terkira. Hidup bahagia adalah hidup
sejati, dunia akhirat.
2.
Pengalaman Ketuhanan Kaum sufi
Jauh
atau dekatnya Tuhan sepenuhnya tergantung kepada suasana hati nurani seseorang.
Hati yang tulus dan nurani yang peka tidaklah terlau sulit untuk berkomunikasi
dengan yang gaib sebenarnya tuhan tidak
perlu dibuktikan melalui debat teologis
yang panjang dan melelahkan seperti asyiknya para mutakalimun pada abad-abad
klasik, atau bahkan hingga kini (A.Syafi’i
Ma’arif,1995) yang perlu dilakukan
adalah bagaiman menggerakan hati nurani
manusia agar beriman kepada Allah dengan hati yang bening dan suci (qalbun
salim, dalam istilah al qur’an). Danhati
inilah sesungguhnya yang menjadi modal dasar untuk mengenal Allah.
Demikianlah tujuan sufi untuk berada sedekat mungkin
dengan tuhan akhirnya tercapai mulalui
ijtihad serta hulul yang mengandung arti
pengalaman adanya persatuan ruh manusia dengan ruh tuhan dan akhirnya
sampai mengalami wahdat al-wujud yang
mengandung arti penampakan diri
(tajalli) tuhan yang sempurna dalam diri insan kamil.
B.
Konsep Manusia dalam Tasawuf
Konsep
kejadian manusia dalam tasawuf hampir sama dengan konsep al
qur’an, yang ditafsirkan secara maknawiyah atau isyri. Konsep kejadian menurut
al hallaj bahwa manusia itu diciptakan
dari dua unsur, yakni unsur jasmaniyah dan unsur rohaniyah. Unsur jasmani dari
materi dan unsur rohani dari tuhan, karena itulah manusia mempunyai sifat
(nasut), dan sifat ketuhanan (lahut) (R.A. Nicholson,1969).
Dasar
al Hallaj mengatakan demikian ialah al
qu’an “Sujudlah kepada adam” maka semua
sujud kecuali iblis. Dia membangkang dan sombong, dan dia termasuk orang-orang yang kafir dan
(ingkar kepada ni’mat Allah). Perintah sujud kepada adam ini mengandung makna
tersembunyi bahwa dalam diri adam, Tuhan menitis (berinkarnasi) sebagai mana
menitisnya dalam diri isa as. Allah menerangka: “ketika telah ku sempurnakan
kejadiannya dan kutiupkan ruhku ke dalam-nya, dan hendaklah kamu bersungku
dengan bersujud kepadanya”. (QS.shad:72)
Ø Pembinaan Nafsu Rendah
Perjuangan
melawan hawa nafsu rendah adalah perjuanagn mujahadah (mujahadah) yang paling
hebat. Nabi bersabda: “kita kembali dari perang kecil menuju ke perang lebih besar, yakni jihad
melawan kehendak nafsu rendah. Dengan mujahadah dan riyadha terhadap dorongan nafsu rendah itu di
harapkan ia dapat dikendalikan dan dikontrol oleh akalnya.
Menurut ahli tasawuf agar manusia
mengenal Tuhannya maka harus mempunya
pengetahuan tentang dirinya, kualitas dan tabi’at seseorang yang tidak mengenal
dirinya akan lebih sulit mengenal-nya. Inilah makna hadist nabi Muhammad SAW.
“Barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengena Tuhannya”.
Ø Insan Kamil
Berbicara
tentang insan kamil tidak bisa
melepaskan diri dari Ibn Arabi tidak bisa terlepas dari konsep wahdatul wujudnya. Dalam teorinya ini
insan kamil adalah duplikasi tuhan (Nuskhahal Halaqq). Yaitu Nur Muhammad yang
merupakan “tempat penjelmaan” (tajalli) asma’ dan zat allah yang paling
menyeluruh, yang dipandang sebagai kholifah-nya dimuka bumi. Hakikat nur muhammad sesungguhya mempunyai dua dimensi hubungan; yang pertama dimensi ke alaman
sebagai asa pertama bagi penciptaan alam dan yang ke dua dimensi kemanusiaan yaitu sebagai hakikat manusia.
Dari dimensi ke alaman maka hakikat muhammad mengandung pula kenyataan yang
diciptakan oleh Allah SWT. Lewat prose kun.
Proses
penjadian lewat kun ini tidak
mengandung Makna pencapaian tujuan dari tujuan
diciptakannya kenyataan-kenyataan yang
ada. Sebab kenyataan-kenyataan tersebut masih merupakan tempat penampakan (tajalli) diri yang masih
kabur ia belum cukup dapat memantulkan
asma dan dzat Allah SWT. Yamg di
tajadikan atasnya melalui dimensi kemanusiaan
maka hakikat kemanusiaan maka hakikat muhammad merupakan insan
kamil yang dalam dirinya terkandung realitas. Pada tahap inilah penampakan asma dzat
tuhan menjadi sempurna.
Ø Proses Tanazul dan Taraqqi
Tanazul berarti penurunan
dan taraqi berarti pendakian. Proses tanazul adalah tuhan menjelma dan tajalli kepada mahluk dan insan kamil agar seseorang
bisa mendekati taraf taraqi mencapai kesatuan dengan tuhan dan mencapai
kesatuan insan kamil, maka dilakukan
berbagai upaya untuk bertajalli dengan
melewati ahadiyyah, huwiyah, dan aniyah (al jilli,II,1975).
Upaya praktis mencapai taraf tersebut, diharapkan seseorang
bisa menghilangkan sifat kebasyariahan (kemanusiaan) nya, dengan mengambil
jarak dari berbagi godaannya baik bersifat internal ( jajakan hawa nafsu-nafsu
syahwat ) maupun bersifat esternal ( godaan setan iblis ). Sehingga dia bisa
mencapai fana’(leburing nafsu
basyariyyah) menuju baqo’ (langgeng bersama Allah) sehingga mencapai
“(jumhuring kaulo lan gusti)”.
C.
Pandangan Tentang Dunia
Khusus dalam agama islam yang disebut al dunya ialah segala
sesuatu yang ada selain Allah SWT. (ma
siwa Allah ). An tasawuf sebagai bagian dari aspek
ajaran islam memandang dunia ini
sebagai hijab. (penghalang) sampainya seorang hamba kepada tuhannya. Untuk itu
dia harus menghindarinya agar dia bisa ma’rifat dan bertemu dengannya sikap
menghindarinya agar dia bisa ma’rifat
dan bertemu dengannya. Sikap menghindari
dunia ini disebut zuhud.
Abd al hakim Hassan mengartikan bahwa
zuhud ialah: Berpaling dari dunia dan
menghidupkan diri untuk
beribadah. Melatih dan memerangi keinginannya dengan semedi (khalwat),
berkelana, puasa mengurangi makan, dan
memperbanyak dzikir” (Abd al Hassan, 1954).
Hakikat Dunia
Pabila dikatakan bahwa dunia
adalah hijab (penghalanag) anatara
manusia dengan Tuhan, maka yang menjadi
pertanyaan adalah, apakah yang disebut
al dunya itu? Al Gazali secara panjang lebar menguraikannya dalam kitab ihya’ al di juz III, dalam bagian rubuk al muhlikat dimana menurut
al Ghazali yang dikatakan al dunya ialah
sesuatu selain Allah SWT, hal-hal yang kongkrit, kenikmatan yang diperoleh
manusia dari hal-hal yang disenangi
manusia-manusia pada umumnya
seperti kebesaran harta pangkat dan
sebagainya.
Oleh karena itu Abd qodir al jailani
(1960) mengharapkan agar kepemilikan harta kekayaan harta itu tidak menguasai
hati seseorang. Ada sebagian orang yang
mana hartanya berada di tangan tetapi dia tidak mencintainya. Dia
memilikinya tetapi tidak dimilikinya. Dia dicintai, tetapi tidak mencintainya, harta
mengejar di belakangnya. Tidak sekali-sekali dia mengejar dunia. Harta melayaninya bukan dia menjadi pelayan
harta dia berusaha memisahkan diri dari
harta agar terpisah dengannya. Hatinya
diperuntukkan bagi Allah SWT...”
BAB IV
JAWABAN TASAWUF TERHADAP PROBLEM SOSIAL
A.
Ajaran Sosial Tasawuf
1.
Berusaha
menjadikan iman yang bersifat nalar, menjadi perasaan yang bergelora mengubah
iman aqli, menjadi imAn qolbi.
2.
Melatih
dan mengembangkan iman diri menuju tingkat kesempurnaan, dengan cara
mengumpulkan sifat-sifat mulia dan membersihkan diri dari sifat-sifat tercela.
3.
Memandang
dunia ini hanya sebagian kecil dari kehidupan luas yang merentang sampai hari
yang baka.
B.
Tanggung Jawab dalam Rentangan
Sejarah
Kita telah mendapat gambaran tentang
tanggung jawab tasawuf dalam presepektif historis. Pada saat itu tasawuf
memberikan reaksi terhadap situasi dan
kondisinya masing masing dengan menarik diri dari keramaian. Dengan demikian
makanampak bahwaa tasawuf membumi dan aplikatif terhadap poblema uang dihadapi
pada masanya. Tentunya sikap tersebut akan berbeda dengan masa yang juga
berbeda.
C.
Tanggung Jawab Sosial Abad XXI
Tasawuf
pada awalnya lebih banyak menekankan dimensi theo-filosofis
Tasawuf sebagai
pewujudan dari ikhsan. Bahwa ikhsan adalah merupakan penghayatan seorang
terhadap agamanya. Dengan tasawuf sebagaimana “mititisme” pada umumnya
bertujuan membangun dorongan-dorongan terhadap manusia yaitu dorongan untuk
merealisasikan diri secara menyeluruh sebagai
Makhluk yang
secara hakiki adalah bersifat kerohanian dan kekal.
Tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu
menawarkan pembebasan spiritual mengajak manusia mengenal dirinya sendiri dan
akhirnya
Mengenal
tuhannya. Dan ini merupakan pegangan hidup manusia paling
Ampuh.
1.
Tanggung Jawab Spiritual
Tangggung
jawab tasawuf bukanlah dengan
melarikan diri dari kehidupan dunia nyata, sebagai mana
dituduhkan oleh sementara orang yang kurang
setuju terhadap tasawuf, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai
diri dengan nilai-nilai rohaniah yang baru, yang akan membentangi diri saat
menghadapi problema kehidupan yang serba
matrealistis,dan berusaha merealisasikan keseimbangan jiwa sehingga timbul
kemampuan menghadapi beragam problem tersebut dengan sikap jantan. Dalam
tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang dapat menggembangkan masa depan
manusia, seperti melakukan intropeksi baik dalam kaitannya dengan
masalah-masalah fertikal dan horisontal, kemudian meneruskan hal-hal yang baik.
2.
Tanggung Jawab Etik
Setelah
seseorang mampu menguasai dirinya, dapat menanamkan sifat-sifat terpuji pada
jiwanya maka hatinya menjadi jernih, ketenanga dan ketentraman memancar dari
hatinya. Inilah yang di capai seseorang dalam tasawuf disebut tajalli
(sampainya nur ilahi pada hatinya) dalam keadaan demikian, seseorang bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang tidak baik mana yang batil dan mana yang haq dan
secara khusus, tajali berarti ma’rifatullah, melihat tuhan denga matahati, dengan
rasa. Ini adalah puncak kebahagiaan seseorang, sehingga berhasil mencapai
tomakninatul qolbi.
3.
Tanggung Jawab Politik
Tasawuf
pada masa sekarang tidak lagi menjauhi kekuasaan, sebagai mana dilakukan oleh
para sufi klasik. Akan tetapi tampil ditengah-tengah percaturan politik dan
masuk kedalam kekuasan. Apabila pada masa klasik ada fatwa untuk menjauhi dan
bersikap oposan terhadap kekuasaan hal ini sedikit bisa dibenarkan karena
kekuasasn pada waktu itu bersikap individual, sementara itu kini kekuasan bersikap
kolektif.
4.
Tanggung Jawab Pluralisme Agama
Dalam
kaitan ini tasawuf dituntut untuk menjabarkan ajarannya dalam konteks
pluralitas tersebut. Untuk itu konsep wahdatul adyan bisa diambil oleh salah
satu teori yang bisa dikembangkan kearah situ. Wahdatul adyan memandang bahwa
sumber agama adalah satu wujud agama adalah bungkus lahirnya saja
5.
Tanggung Jawab Intelektual
Tuntunan
yang muncul dari akibat modernisasi dan industrialisasi tersebut, ialah
pengembangan kemampuan intelektual muslim sehingga memiliki kemampuan dialogis
dan fungsional terhadap perkembangan IPTEK (Abdul Munir Mulkhan, 1993).
Secara epistimologis tasawuf memakai methode
intuitif. Intituitif merupakan salah satu tipe pengetahuan indera atau akal. Secara
hipotetis berani dikatakan bahwa semakin seorang terbenam alam pekerjaan
intelektual maka dia semakin rindu pada kehangatan spiritual (sufisme). Ada
aliran romantisme yang menggangap bahwa penemuan-penemuan ilmiah dimulai dari
penggalaman mistik.
BAB
V
MASA
DEPAN TASAWUF
Kebangkitan
tasawuf umumnya dan tarekat khususnya dimasa belakangan ini, telah menimbulkan
banyak pertanyaan khususnya dikalangan kaji sosiologi agama dan modernisasi. Mengapa
dalam situasi dimana kemajuan ilmu dan tekhnolog yang kian marak, justru
semakin banyak orang yang tertarik pada tasawuf ? apakah ini hanya sekedar
gejala ekapisme dalam dunia modern? Kesimpulan singkat yang diberikan oleh
naisbitt dan aburdine 1990 dalam mega trens 2000 agaknya menarik untuk di catat
menurut mereka ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang melaju cepat di era moderen
sekarang ini tidak memberikan makna tentang kehidupan.
v Syariat
Dan Tharekat
Tiga
dimensi agama islam yaitu syariah, thoriqoh, dan hakikat dari suatu sudut
pandangan linier dengan sudut pandangan yang lain sebagai mana telah disebutkan
di atas yaitu iman islam dan ikhsan sufisme adalah ikhsan suatu khualitas ilahi
dan insani yang banyak sekali di ungkapkan oleh al qur’an yang secara khusus
menuturkan bahwa allah mencintai orang-orang yang mempunyai kualitas seperti
itu.
v Kembali
Ke Tasawuf
Inilah contoh yang harus dilakukan
oleh setiap sufi yang berharap dapat menjadi manusia yang sempurna (insan al
kamil). Sebagai mana di kutip oleh azzumardi 1993. Neosufisme sangat
menekankan perlunya pelibatan diri dalam
masyarakat secara lebih kuat dari pada sufisme lama misal adalah kutipan suatu
fersi tentang makna zuhud atau asketisme yang inklusif dalam kehidupan ini
berasal dari ibnu qoyyim al zujim (tt.h) yang mengutip dari pendapat imam Ahmad
bin hammbal. Ia menyebutkan tiga tahapan
yang harus di lalui dalam zuhud yaitu:
a.
Meninggalkan
segala yang haram ( zuhud orang awam)
b.
Meninggalkan
hal-hal yang berlebihan dalam perkara yang halal
c.
Meninggalkan
apa saja yang memalingkan diri dari allah (zuhud orang arifin)
Meninggalkan hal-hal yang haram menuntut seseorang untuk mencari
penghasilan secara tulus lewat kerja keras, meninggalkan suap yang menurut
rasullullah SAW. Menimbulkan laknat Allah
kepada si penerima dan si pemberinya, menghindari hal-hal yang meragukan orang
lain, dan menciptakan pekerjaan yang mempunyai sosial yang tinggi.
No comments:
Post a Comment