Tuesday 16 July 2013

Tasawuf dan Sejarah



BAB 1
PENDAHULUAN

Secara etimologis, tasawuf berasal dari bahasa arab yang di perdebatkan asal katanya, ada yang mengatakan shuf (bulu domba) shafa (bersih/jernih), shaf (barisan terdepan), suffah yng berarti emper masjid Nabawi yang di diami sebagian sahabat sahabat Anshar.
Secara terminologis banyak ulama’ yang mengemukakan definisi tasawuf, namun yang jelas ia berarti keluar dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat terpuji, melalui proses binaan yang dikenal dengan nama riyadhah (latihan) dan mujahadah (bersungguh-sungguh). Sedang menurut harun nasution, inti tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara manusia dengan tuhannya.
Dan berikut ini adalah penyempurnaan moral individual ke-moral struktural yang di jalani oleh para sufi, antara lain :
1.      Dari jiwa ke tubuh.
2.      Dari rohani ke jasmani
3.      Dari etika individual ke etika politik sosial.
4.      Dari meditasi ke tindakan terbuka.
5.      Dari isolasi ke geraaakan sosial-politik.
6.      Dari pasif ke aktif.
7.      Dari ke kesatuan hayal ke kesatuan nyata.







BAB II
TASAWUF  DAN SEJARAH

A.    Pengertian Tasawuf
Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abat III hijriyah, oleh Abu Hasyim al-kufy (w 250 H) dengan meletakkan as-sufi dibelakang namanya, sebagaimana dikatakan oleh nicholson bahwa sebelum Abu Hasyim al-kufy telah wafat ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’, tawakal dan dalam mahabbah, akan tetapi dia yang pertama di beri nama al-sufi. 
Secara terminologis banyak ulama’ yang mengemukakan definisi tasawuf, namun yang jelas ia berarti keluar dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat terpuji, melalui proses binaan yang dikenal dengan nama riyadhah (latihan) dan mujahadah (bersungguh-sungguh). Sedang menurut harun nasution, inti tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara manusia dengan tuhannya.

B.     Faktor Lahirnya Tasawuf

Faktor tasawuf ini menjadi empat aliran. Pertama, dikatakan bahwa tasawuf berasal dari india melalui persia. Kedua, berasal dari asketisme nasrani. Ketiga, dari ajaran islam sendiri. Keempat, berasal dari sumber  yang berbeda beda kemudian menjelma menjadi satu konsep.

C.    Sejarah Perkembangan Tasawuf

Ibn al-Jauzi dan Ibn khaldun secara garis besar  membagi kehidupan kerohanian  dalam islam menjadi dua, yakni zuhud dan tasawuf. Seperti telah  diketahui, bahwa sejarah dengan peristiwa tragis, yakni pembunuhan terhadap diri khalifah ke tiga, Utsman ibn Affan R.A dari peristiwa itu secara  berantai terjadi kekacauan dan kemrosotan akhlak hal ini menyebabkan sahabat-sahabat yang masih ada, dan pemuka-pemuka islam yang mau berfikir, ber ikhtiar, membangkitkan kembali ajaran islam, pulang masuk masjid, kembali mendengarkan kisah-kisah mengenai targhib dan tarhib, mengenai keindahan hidup zuhud dan lain sebagainya. Inilah benih tasawuf yang paling awal. 

a.      Masa Pembentukan

Pada abad 1 hijriyah bagian kedua, lahirlah hasan basri, seorang zahid pertama dan termasyhur dalam sejarah tasawuf.  Ia lahir di Madinah pada tahun
642 M, dan meninggal di basrah pada tahun 728 M. Hasan Basri tampil pertama dengan membawa ajaran khauf dan raja’, mempertebal takut dan berharap kepada tuhan, setelah itu tampil pula guru-guru yang lain, yang dinamakan qori’ mengadakan pembaharuan hidup kerohanian di kalangan kaum muslimin.

b.      Masa Pengembangan

            Tasawuf pada abad ke III dan ke IV Hijriyah sudah mempunyai corak yang berbeda sama sekali dengan tasawuf abad sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak kefana’an yang menjurus hamba dengan khalik. Ada pun fana’ merupakan persyaratan bagi seseorang untuk dapat mencapai hahikat  ma’rifat.
            Dengan demikian, tasawuf abad III dan ke IV Hijryah sudah sedemikian berkembang, sehingga sudah merupakan madzhab, bahkan seolah-olah agama yang berdiri sendiri.

c.       Masa Konsolidasi

Tasawuf pada abad ke V Hijriyah Konsolidasi. Pada masa ini di tandai kompetensi dan pertarungan antara tasawuf semi falsafi dengan tasawuf sunni. Tasawuf sunni memenanagkan pertarungan, dan berkembang sedemikian rupa, sedang tasawuf semi falsafi tenggelam dan akan muncul kembali pada abad VI Hijriyah dalam bentuknya yang lain.

d.      Masa Falsafi

            Setelah tasawuf semi  falsafi  mendapat  hambatan dari tasawuf sunni tersebut, maka pada abad VI Hijriyah tampilah tasawuf falsafi, tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian trem-trem filsafat yang maknanya disesuaikan  dengan  tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawuf, dan juga tidak bisa dikatakan sebagai filsafat.
            Ibn Khaldun dalam mukaddimahnya menyimpulkan, bahwa tasawuf  falsafi mempunyai 4 obyek utama, dan menurut Abu al-wafa bisa dijadikan karakter sufi falsafi yaitu:
a.       Illuminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib,
b.      Peristiiwa peristiwa dalam alam maupun cosmos berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluar biasaan,
c.       Penciptaan atau ungkapan-ungkapan yang pengertianya sepintas samar-samar (syathahiyat) (ibn khaldun tt).

e.       Masa Pemurnian

            Pada masa ini  terlihat tanda-tanda keruntuhan  kian jelas, penyelewengan dan skandal melanda dan mengancam kehancuran repulasi baiknya (A.J.Arberry, 1978) tak terelak lagi, legenda-legenda tentang ke ajaiban  dikaitkan dengan  tokoh-tokoh sufi  di kembangkan, dan masa awam secara menyambut tipu muslihat itu, dan bahkan terjadi pengkultusan terhadap waliwali. Khurafat dan tahayyul, klenikan dan hidup memalukan, berlaku tak senonoh, bicara tak karuan, merupan jalan mulus menjadi ke tenaran, kekayaan dan kekuasaan (A.J.Arberry,1978)



BAB III
AJARAN TASAWUF

A.    Konsep Ketuhanan dalam Tasawuf

Tasawuf sebagai mana telah di paparkan dimuka, adalah ilmu yang membahas  cara pendekatan diri seseorang kepada allah  melalui penyucian ruh. Oleh karenanya, tema ketuhanan hampir bisa dipastikan merupakan tema sentral dalam ilmu tasawuf.
Berbicara tentang tuhan dalam kaitannya dengan tasawuf, segera timbul pertanyaan, mengapa justru Tuhan menjadi tema utamanya? Jawaban dari pertanyaan ini harus di kembalikan  kepada esensi  dari ajaran tasawuf itu sendiri, yakni mendekatkan diri sedekat mungkin  dengan tuhan  sehingga ia dapat melihatnya dengan mata hati  bahkan ruhnya dapat bersatu dengan ruh tuhan.

1.      Jalan Menuju Tuhan

            Jalan yang ditempuh seorang sufi untuk sampai ke tingkat dapat melihat tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya bersatu dengan tuhan demikian panjang dan penuh duri. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai kepuncak tujuan tasawuf tersebut. Jalan inilah yang dalam istilah tasawuf disebut thariqah.
Jadi dengan menempuh jalan yang benar dan istiqomah, manusia dijanjikan tuhan akan memperoleh karunia hidup bahagia yang tiada terkira. Hidup bahagia adalah hidup sejati, dunia akhirat.

2.      Pengalaman Ketuhanan Kaum sufi

            Jauh atau dekatnya Tuhan sepenuhnya tergantung kepada suasana hati nurani seseorang. Hati yang tulus dan nurani yang peka tidaklah terlau sulit untuk berkomunikasi dengan yang gaib sebenarnya tuhan  tidak perlu dibuktikan  melalui debat teologis yang panjang dan melelahkan seperti asyiknya para mutakalimun pada abad-abad klasik,  atau bahkan hingga kini (A.Syafi’i Ma’arif,1995)  yang perlu dilakukan adalah bagaiman menggerakan hati  nurani manusia agar beriman kepada Allah dengan hati yang bening dan suci (qalbun salim, dalam istilah al qur’an).  Danhati inilah sesungguhnya yang menjadi modal dasar untuk mengenal Allah.
            Demikianlah  tujuan sufi untuk berada sedekat mungkin dengan tuhan  akhirnya tercapai mulalui ijtihad  serta hulul yang mengandung arti pengalaman  adanya persatuan  ruh manusia dengan ruh tuhan dan akhirnya sampai mengalami wahdat  al-wujud yang mengandung arti penampakan diri  (tajalli) tuhan yang sempurna dalam diri insan kamil.

B.     Konsep Manusia dalam Tasawuf

Konsep kejadian manusia dalam tasawuf hampir sama dengan konsep     al qur’an, yang ditafsirkan secara maknawiyah atau isyri. Konsep kejadian menurut al hallaj  bahwa manusia itu diciptakan dari dua unsur, yakni unsur jasmaniyah dan unsur rohaniyah. Unsur jasmani dari materi dan unsur rohani dari tuhan, karena itulah manusia mempunyai sifat (nasut), dan sifat ketuhanan (lahut) (R.A. Nicholson,1969).
Dasar al Hallaj mengatakan demikian  ialah al qu’an “Sujudlah kepada adam”  maka semua sujud kecuali iblis. Dia membangkang dan sombong,  dan dia termasuk orang-orang yang kafir dan (ingkar kepada ni’mat Allah). Perintah sujud kepada adam ini mengandung makna tersembunyi bahwa dalam diri adam, Tuhan menitis (berinkarnasi) sebagai mana menitisnya dalam diri isa as. Allah menerangka: “ketika telah ku sempurnakan kejadiannya dan kutiupkan ruhku ke dalam-nya, dan hendaklah kamu bersungku dengan bersujud kepadanya”. (QS.shad:72)

Ø  Pembinaan Nafsu Rendah

Perjuangan melawan hawa nafsu rendah adalah perjuanagn mujahadah (mujahadah) yang paling hebat. Nabi bersabda: “kita kembali dari perang kecil  menuju ke perang lebih besar, yakni jihad melawan kehendak nafsu rendah. Dengan mujahadah dan riyadha  terhadap dorongan nafsu rendah itu di harapkan ia dapat dikendalikan dan dikontrol oleh akalnya.
            Menurut ahli tasawuf agar manusia mengenal  Tuhannya maka harus mempunya pengetahuan tentang dirinya, kualitas dan tabi’at seseorang yang tidak mengenal dirinya akan lebih sulit mengenal-nya. Inilah makna hadist nabi Muhammad SAW. “Barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengena Tuhannya”.

           
Ø  Insan Kamil 

Berbicara tentang insan kamil  tidak bisa melepaskan diri dari Ibn Arabi tidak bisa terlepas dari  konsep wahdatul wujudnya. Dalam teorinya ini insan kamil adalah duplikasi tuhan (Nuskhahal Halaqq). Yaitu Nur Muhammad yang merupakan “tempat penjelmaan” (tajalli) asma’ dan zat allah yang paling menyeluruh, yang dipandang sebagai kholifah-nya dimuka bumi.  Hakikat nur muhammad  sesungguhya mempunyai dua dimensi  hubungan; yang pertama dimensi ke alaman sebagai asa pertama bagi penciptaan alam  dan yang ke dua dimensi  kemanusiaan yaitu sebagai hakikat manusia. Dari dimensi ke alaman maka hakikat muhammad mengandung pula kenyataan yang diciptakan oleh Allah SWT. Lewat prose kun. 
Proses penjadian lewat kun ini  tidak mengandung Makna pencapaian tujuan  dari tujuan diciptakannya  kenyataan-kenyataan yang ada. Sebab kenyataan-kenyataan tersebut masih merupakan  tempat penampakan (tajalli) diri yang masih kabur ia belum cukup dapat memantulkan  asma dan dzat  Allah SWT. Yamg di tajadikan atasnya melalui dimensi kemanusiaan  maka hakikat kemanusiaan maka hakikat muhammad merupakan insan kamil yang dalam dirinya terkandung realitas. Pada tahap inilah penampakan  asma dzat  tuhan menjadi sempurna.
 


Ø  Proses Tanazul dan Taraqqi

Tanazul berarti penurunan  dan taraqi berarti pendakian. Proses tanazul adalah tuhan menjelma  dan tajalli  kepada mahluk dan insan kamil agar seseorang bisa mendekati taraf taraqi mencapai kesatuan dengan tuhan dan mencapai kesatuan insan kamil,  maka dilakukan berbagai upaya untuk  bertajalli dengan melewati ahadiyyah, huwiyah, dan aniyah (al jilli,II,1975).
            Upaya praktis  mencapai taraf tersebut, diharapkan seseorang bisa menghilangkan sifat kebasyariahan (kemanusiaan) nya, dengan mengambil jarak dari berbagi godaannya baik bersifat internal ( jajakan hawa nafsu-nafsu syahwat ) maupun bersifat esternal ( godaan setan iblis ). Sehingga dia bisa mencapai fana’(leburing nafsu  basyariyyah) menuju baqo’ (langgeng bersama Allah) sehingga mencapai “(jumhuring kaulo lan gusti)”.

C.    Pandangan Tentang Dunia

            Khusus dalam agama islam  yang disebut al dunya ialah segala sesuatu  yang ada selain Allah SWT. (ma siwa Allah ). An tasawuf  sebagai bagian  dari aspek  ajaran islam memandang  dunia ini sebagai hijab. (penghalang) sampainya seorang hamba kepada tuhannya. Untuk itu dia harus menghindarinya agar dia bisa ma’rifat dan bertemu dengannya sikap menghindarinya  agar dia bisa ma’rifat dan bertemu dengannya.  Sikap menghindari dunia ini disebut zuhud.

            Abd al hakim Hassan mengartikan bahwa zuhud ialah: Berpaling dari dunia dan  menghidupkan  diri untuk beribadah. Melatih dan memerangi keinginannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa mengurangi makan,  dan memperbanyak dzikir” (Abd al Hassan, 1954).

            Hakikat Dunia 

            Pabila dikatakan bahwa dunia adalah  hijab (penghalanag) anatara manusia dengan Tuhan, maka  yang menjadi pertanyaan adalah, apakah yang disebut  al dunya itu? Al Gazali secara panjang lebar menguraikannya  dalam kitab ihya’ al di juz III,  dalam bagian rubuk al muhlikat dimana menurut al Ghazali  yang dikatakan al dunya ialah sesuatu selain Allah SWT, hal-hal yang kongkrit, kenikmatan yang diperoleh manusia dari hal-hal yang disenangi  manusia-manusia  pada umumnya seperti kebesaran harta pangkat  dan sebagainya.
            Oleh karena itu Abd qodir al jailani (1960) mengharapkan agar kepemilikan harta kekayaan harta itu tidak menguasai hati seseorang.  Ada sebagian orang yang mana hartanya  berada di tangan  tetapi dia tidak mencintainya. Dia memilikinya tetapi tidak dimilikinya. Dia dicintai, tetapi tidak mencintainya, harta mengejar di belakangnya. Tidak sekali-sekali dia mengejar dunia.  Harta melayaninya bukan dia menjadi pelayan harta  dia berusaha memisahkan diri dari harta agar terpisah dengannya.  Hatinya diperuntukkan bagi Allah SWT...”



















BAB IV
JAWABAN TASAWUF TERHADAP PROBLEM SOSIAL

A.    Ajaran Sosial Tasawuf

1.      Berusaha menjadikan iman yang bersifat nalar, menjadi perasaan yang bergelora mengubah iman aqli, menjadi imAn qolbi.
2.      Melatih dan mengembangkan iman diri menuju tingkat kesempurnaan, dengan cara mengumpulkan sifat-sifat mulia dan membersihkan diri dari sifat-sifat tercela.
3.      Memandang dunia ini hanya sebagian kecil dari kehidupan luas yang merentang sampai hari yang baka.

B.     Tanggung Jawab  dalam Rentangan Sejarah

            Kita telah mendapat gambaran tentang tanggung jawab tasawuf dalam presepektif historis. Pada saat itu tasawuf memberikan reaksi terhadap  situasi dan kondisinya masing masing dengan menarik diri dari keramaian. Dengan demikian makanampak bahwaa tasawuf membumi dan aplikatif terhadap poblema uang dihadapi pada masanya. Tentunya sikap tersebut akan berbeda dengan masa yang juga berbeda.

C.    Tanggung Jawab Sosial Abad XXI

Tasawuf pada awalnya lebih banyak menekankan dimensi theo-filosofis 
Tasawuf sebagai pewujudan dari ikhsan. Bahwa ikhsan adalah merupakan penghayatan seorang terhadap agamanya. Dengan tasawuf sebagaimana “mititisme” pada umumnya bertujuan membangun dorongan-dorongan terhadap manusia yaitu dorongan untuk merealisasikan diri secara menyeluruh sebagai
Makhluk yang secara hakiki adalah bersifat kerohanian dan kekal.
   Tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual mengajak manusia mengenal dirinya sendiri dan akhirnya
Mengenal tuhannya. Dan ini merupakan pegangan hidup manusia paling
Ampuh.

1.      Tanggung Jawab Spiritual

Tangggung jawab tasawuf  bukanlah dengan melarikan  diri dari  kehidupan dunia nyata, sebagai mana dituduhkan oleh sementara orang yang kurang  setuju terhadap tasawuf, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang baru, yang akan membentangi diri saat menghadapi problema kehidupan  yang serba matrealistis,dan berusaha merealisasikan keseimbangan jiwa sehingga timbul kemampuan menghadapi beragam problem tersebut dengan sikap jantan. Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang dapat menggembangkan masa depan manusia, seperti melakukan intropeksi baik dalam kaitannya dengan masalah-masalah fertikal dan horisontal, kemudian meneruskan hal-hal yang baik.

2.      Tanggung Jawab Etik

Setelah seseorang mampu menguasai dirinya, dapat menanamkan sifat-sifat terpuji pada jiwanya maka hatinya menjadi jernih, ketenanga dan ketentraman memancar dari hatinya. Inilah yang di capai seseorang dalam tasawuf disebut tajalli (sampainya nur ilahi pada hatinya) dalam keadaan demikian, seseorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik mana yang batil dan mana yang haq dan secara khusus, tajali berarti ma’rifatullah, melihat tuhan denga matahati, dengan rasa. Ini adalah puncak kebahagiaan seseorang, sehingga berhasil mencapai tomakninatul qolbi.

3.      Tanggung Jawab Politik

Tasawuf pada masa sekarang tidak lagi menjauhi kekuasaan, sebagai mana dilakukan oleh para sufi klasik. Akan tetapi tampil ditengah-tengah percaturan politik dan masuk kedalam kekuasan. Apabila pada masa klasik ada fatwa untuk menjauhi dan bersikap oposan terhadap kekuasaan hal ini sedikit bisa dibenarkan karena kekuasasn pada waktu itu bersikap individual, sementara itu kini kekuasan bersikap kolektif.

4.      Tanggung Jawab Pluralisme Agama

Dalam kaitan ini tasawuf dituntut untuk menjabarkan ajarannya dalam konteks pluralitas tersebut. Untuk itu konsep wahdatul adyan bisa diambil oleh salah satu teori yang bisa dikembangkan kearah situ. Wahdatul adyan memandang bahwa sumber agama adalah satu wujud agama adalah bungkus lahirnya saja

5.      Tanggung Jawab Intelektual

Tuntunan yang muncul dari akibat modernisasi dan industrialisasi tersebut, ialah pengembangan kemampuan intelektual muslim sehingga memiliki kemampuan dialogis dan fungsional terhadap perkembangan IPTEK (Abdul Munir Mulkhan, 1993).

  Secara epistimologis tasawuf memakai methode intuitif. Intituitif merupakan salah satu tipe pengetahuan indera atau akal. Secara hipotetis berani dikatakan bahwa semakin seorang terbenam alam pekerjaan intelektual maka dia semakin rindu pada kehangatan spiritual (sufisme). Ada aliran romantisme yang menggangap bahwa penemuan-penemuan ilmiah dimulai dari penggalaman mistik.








BAB V
MASA DEPAN TASAWUF

Kebangkitan tasawuf umumnya dan tarekat khususnya dimasa belakangan ini, telah menimbulkan banyak pertanyaan khususnya dikalangan kaji sosiologi agama dan modernisasi. Mengapa dalam situasi dimana kemajuan ilmu dan tekhnolog yang kian marak, justru semakin banyak orang yang tertarik pada tasawuf ? apakah ini hanya sekedar gejala ekapisme dalam dunia modern? Kesimpulan singkat yang diberikan oleh naisbitt dan aburdine 1990 dalam mega trens 2000 agaknya menarik untuk di catat menurut mereka ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang melaju cepat di era moderen sekarang ini tidak memberikan makna tentang kehidupan.

v  Syariat Dan Tharekat  
           
Tiga dimensi agama islam yaitu syariah, thoriqoh, dan hakikat dari suatu sudut pandangan linier dengan sudut pandangan yang lain sebagai mana telah disebutkan di atas yaitu iman islam dan ikhsan sufisme adalah ikhsan suatu khualitas ilahi dan insani yang banyak sekali di ungkapkan oleh al qur’an yang secara khusus menuturkan bahwa allah mencintai orang-orang yang mempunyai kualitas seperti itu.

v  Kembali Ke Tasawuf

            Inilah contoh yang harus dilakukan oleh setiap sufi yang berharap dapat menjadi manusia yang sempurna (insan al kamil). Sebagai mana di kutip oleh azzumardi 1993. Neosufisme sangat menekankan  perlunya pelibatan diri dalam masyarakat secara lebih kuat dari pada sufisme lama misal adalah kutipan suatu fersi tentang makna zuhud atau asketisme yang inklusif dalam kehidupan ini berasal dari ibnu qoyyim al zujim (tt.h) yang mengutip dari pendapat imam Ahmad bin  hammbal. Ia menyebutkan tiga tahapan yang harus di lalui dalam zuhud yaitu:
a.       Meninggalkan segala yang haram ( zuhud orang awam)
b.      Meninggalkan hal-hal yang berlebihan dalam perkara yang halal
c.       Meninggalkan apa saja yang memalingkan diri dari allah (zuhud orang arifin)
Meninggalkan hal-hal yang haram menuntut seseorang untuk mencari penghasilan secara tulus lewat kerja keras, meninggalkan suap yang menurut rasullullah  SAW. Menimbulkan laknat Allah kepada si penerima dan si pemberinya, menghindari hal-hal yang meragukan orang lain, dan menciptakan pekerjaan yang mempunyai sosial yang tinggi.

No comments:

Post a Comment