Tuesday, 8 October 2013

Kedudukan dan Fungsi Sunnah Dalam Islam


Oleh : Ahmad Sholihin 

BAB I
 
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Islam sebagai dinullah memiliki dua sumber utama  yaitu alqur’an dan as-sunnah. Sumber yang di sebut terakhir sering pula dinamakan al-hadits, antara lain merupakan penjabaran dari sumber pertama, dan dalam kaitan ini fungsi al-hadits ternyata sangat strategis bagi kehidupan dan penghidupan umat.
            Dalam perkembangan kehidupan umat, ternyata posisi dan fungsi hadits ini tidak saja dipalsukan tetapi juga bahkan di ingkari oleh kalangan umat tertentu. Padahal mereka dalam menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah haji dan lainnya  secara tidak disadari semua itu diperoleh dari rincian al-hadits.
            Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Bahkan Dari argumennya bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan alqurán kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada para pengikutnya, di luar hal tersebut nabi Muhammad tidak memiliki wewenang.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah pengertian ingkarus sunnah?
  2. Bagaimanakah kedudukan sunnah dalam islam ?
  3. Sejarah perkembangan pengingkar sunnah  serta upaya pelestarian sunnah oleh para pembelanya?
C.Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk menjelaskan dan mengetahui apa itu ingkarus sunnah
2. Untuk mengetahui kedudukan sunnah dalam islam
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan pengingkar sunnah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ingkar as-Sunnah
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun kseluruhan.[1]
Penyebutan ingkar as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori inkar as-sunnah, termasuk didalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berfikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun masa sekarang, sedangkan konsep tersebut tidak diakui oleh ulama hadits dan fiqih.
Ada tiga jenis kelompok ingkar as-sunnah, pertama, kelompok yang menolak hadits Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua kelompok yang menolak hadits-hadits yang tak disebutkan dalam al qurán secara tesurat maupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau periodenya, tidak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir walaupun shahih. Mereka beralasan dengan ayat QS An Najm ayat 28(...Sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran) mereka berhujjah dengan ayat tersebut dan tentu saja menurut penafsiran model mereka sendiri.[2]

B. Kedudukan dan Fungsi Sunnah Dalam Islam
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al qurán, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits  sebagaimana di wajibkan mengikuti alqur’an.[3]
Alqur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum syari’at Islam yang tetap, yang orang Islam tidak mungkin memahami syari’at Islam secara mendalam  dan lengkap dengan tanpa kembali dengan kedua sumber Islam tersebut. 
Seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya. Banyak ayat alqur’an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan sumber hukum Islam selain alqur,an dan wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.[4]
Dalam al qurán banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti Rasul-Nya seperti firman Allah Q.S. ali imran ayat 32
قُلْ أَطِيْعُوااللهَ وَالرَّسُولَ فاِن تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَفِرِينَ                        
Katakanlah, “Taatilah Allah dan Rasulnya; jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (Q.S ali imran 32)
Di samping itu banyak juga ayat-ayat yang mewajibkan ketaatan kepada Rasul  secara khusus  dan terpisah karena  pada dasarnya ketaatan kepada Rasul berarti ketaatan kepada Allah SWT yaitu: Q.S An-Nisa ayat 65 dan 80,Q.S ali imran ayat 31, Q.S An-Nur ayat 56,62 dan 63, Q.S Al-A’raf ayat 158.[5]
Dengan demikian dapat ditetapkan, bahwa apa yang benar yang datang dari Rasululloh  menjadi hujjah yang awajib di ikuti, jika Rasululloh wajib di ikuti dalam kapasitasnya sebagai seorang rasul, maka wajib pula mengikuti semua hukum hukum yang benar darinya.[6]

  C. Fungsi Sunnah Terhadap Alqur’an
Dalam hubungannya dengan alqur’an, Hadits berfungsi sebagai penafsir pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat alqur’an tersebut.
Apabila disimpulkan  tentang fungsi hadits dalam hubungan dengan Al qurán adalah sebagai berikut:
1). Bayan at-Tafsir,
2). Bayan at-Taqrir,
3). Bayan an-Nash. 
Bayan At-Tafsir adalah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan mustarak. Fungsi hadits dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat al qurán yang masih mujmal, memberikan taqyid  ayat-ayat yang masih mutlaq  dan memberikan takhshish ayat-ayat yang masih umum.
Bayan At-taqrir atau sering juga disebut bayan at-Ta’kid dan bayan al isbat adalah hadits yang berfungsi untuk memperkokoh  dan memperkuat pernyataan al’quran. Dalam hal ini hadits hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al qurán.
Bayan An-nasakh dalam hal ini dapat dipahami bahwa hadits sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan  atau isi al-qur’an yang datang kemudian.[7]

D. Sejarah Perkembangan Pengingkar Sunnah
            Sejak abad ketiga sampai abad keempat belas hijriyah, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa dikalangan umat Islam terdapat pemikiran pemikiran untuk  menolak sunnah sebagai salah satu sumber syari’at Islam, baik secara perseorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk menolak sunnah  yang muncul pada abad 1 hijriyah (inkar as-Sunnah klasik)  sudah lenyap ditelan masa pada akhir abad III hijriyah.
Pada abad ke empat belas hijriyah pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari inkar as-sunnah klasik. Apabila inkar as-sunnah klasik muncul di basrah, irak akibat ketidak tahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan sunnah, inkar as-sunnah modern  muncul di kairo mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
Setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah diterangkan urgensi sunnah dalam Islam bahkan diantara mereka ada yang tetap menyebarkan pemikirannya secara diam diam, meskipun  penguasa setempat mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut.[8]  
Memang cukup banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang berfaham  inkar as-sunnah, baik oleh mereka yang hidup pada zaman as syafi’I maupun yang hidup pada zaman sesudahnya. Dari berbagai argumen yang banyak jumlahnya itu ada yang berupa argumen-argumen naqli dan non naqli.
Yang dimaksud dengan argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat al qurán saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berpaham inkar as-sunah ternyata telah mengajukan sunnah sebagai argumen membela paham mereka. Cukup banyak argumen yang mereka naqli yang mereka ajukan diantaranya al qurán surah an-nahl 89:
ونزلناعليك الكتب تبينالكل ثيء
….dan  kami turunkan kepadamu alkitab (al qurán untuk menjelaskan segala sesuatu..
Surah al an’am 38
مافرطنافى الكتب من ثىء
            …tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam alkitab…
Menurut para pengingkar sunnah, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Alqur’án telah mncakup segala sesuatu berkenaan dengan ketentuan agama. Dengan demikian tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalkan dari sunnah. Menurut mereka shalat lima waktu sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya, dasarnya bukanlah sunnah atau hadits, melainkan ayat al qurán misalnya (al-baqarah 238, hud 144, al-isra’ 78 dan 110, taha 130, al hajj:77, an-nur 58,  ar-rum: 17-18)[9]

Dalam kaitannya dengan tatacara shalat, kasim ahmad pengingkar sunnah dari malaysia menyatakan dalam bahasa Malaysia” kita telah membuktikan bahwa perintah sembayang telah diberi oleh tuhan kepada nabi ibrahim dan kaumnya, dan amalan ini telah diperturunkan, generasi demi generasi hingga kepada nabi Muhammad  dan ummat nya.
Dengan demikian menurut pengingkar sunnah tatacara shalat tidaklah penting, jumlah rakaat,cara duduk, cara sujud, ayat dan bacaan yang dibaca diserahkan kepada masing-masing  pelaku shalat. Jadi,  ibadah sholat boleh aja dilakukan dengan bahasa daerah.
Dari argumen diatas dapat dipahami bahwa para pengingkar sunnah  yang mengajukan argumen itu adalah orang-orang yang berpendapat bahwa nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan al-qurán kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas untuk menerima wahyu dan menympaikan wahyu itu kepada para pengikutnya; di luar hal tersebut nabi Muhammad tidak memiliki wewenang.  Dalam alqurán dinyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulluloh. Hal itu menurut para pengingkar sunnah  hanyalah berlaku tatkala Rasulluloh masih hidup, yakni tatkala jabatan sebagai ulul amri berada di tangan beliau, setelah beliau wafat maka jabatan ulul amri berpindah kepada orang lain ; dan karenanya, kewajiban patuh menjadi gugur
Menurut pengingkar sunnah  sesuatu yang zhann  (sangkaan) tidak dapat dijadikan hujjah, hadits pada umumnya berstatus zhann dan hanya sedikit saja yang berstatus qath’I, kalau agama didasarkan pada sesuatu yang zhann maka berarti agama berdiri diatas dasar yang tidak pasti. Hal itu tidak boleh terjadi. Karenanya  hadits atau sunnah bukan sumber ajaran agama Islam. Sumber ajaran Islam haruslah berstatus pasti (qath’i) saja yakni al-quran.[10]       
Yang dimaksud dengan argumen non naqli adalah argumen yang berupa ayat al qurán atau hadits. Walaupun sebagian  dari argumen-argumen  itu ada yang menyinggung  sisi tertentu dari ayat al qurán  ataupun hadits, namun karena yangdibahasnya bukan lah ayat ataupun matan haditsnya secara khusus, maka argumen-argumennya non naqli juga. Diantaranya:
  1. al qurán diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad  melalui malaikat jibril dalam bahasa arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahasa arab mampu memahami al qurán secara langsung, tanpa bantuan penjelasan  dari hadits nabi. Dengan demikian hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al qurán.
  2. Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena terpecah-pecah, perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits nabi jadi menurut para pengingkar sunnah hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam.
  3. Asal mula hadits nabi yang di himpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata.
  4. Menurut dokter taufiq sidqi tiada satupun hadits nabi yang dicatat pada zaman nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan  dan merusak hadits sebagai mana yang telah terjadi.
  5. Menurut pengingkar sunnah  kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk mencantumkan kesahihan hadits dengan alasan pertama, dasar kritik sanad itu yang dalam ilmu hadits dikenal dengan ilmu jarh wa at-ta’dil baru muncul setelah satu setengah abad  nabi wafat, dengan demikian, para periwayat generasi sahabat nabi, at-tabi’in dan atba’at-tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi. Kedua, seluruh sahabat nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama di nilai adil oleh para ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad keempat hijriyah.[11]
E. Bantahan Terhadap Kaum Inkar As-Sunnah
Seluruh argumentasi yang diajukan dan menjadi dasar dari berbagai statemen yang dikedepankan oleh kelompok Inkar Al-Sunnah dinilai lemah oleh mayoritas muslim. Untuk para intelektual dari kalangan muhaddisin melakukan counter attact terhadap statemen dan argumentasi yang mereka ajukan tersebut.
Bantahan terhadap argumentasi yang didasarkan pada dalil-dalil naqli adalah;
a. Pandangan yang mengatakan sunnah Nabi zann, sedangkan kita dituntut untuk menggunakan yang yakin saja yaitu al-Qur’an. Padahal ayat al- Qur’an jika dilihat dari perspektif asbab al-nuzul-nya memang diakui qat’i datang dari Allah SWT, namun jika dilihat dari perspektif dalalahnya masih sangat banyak yang bernilai zanniyat al-dalalah dengan pengertian yang zann juga dan belum memberikan kepastian hukum
b. Hadits-hadits yang berstatus ahad memang bersifat zann, namun disisi lain juga didapati ayat-ayat yang dalam pengertiannya juga mengandung makna zhann. Sehingga jika ditilik dari perspektif pengertian dan makna, antara sebagian ayat al-Qur’an dengan hadits ahad tidak ada perbedaan yang signifikan.[12]
c. Ayat-ayat al-Qur’an dalam menjelaskan hukum dan kewajiban tertentu sebagian masih bersifat general, yang menghendaki penjelasan (bayan), salah satunya dengan menggunakan sunnah Nabi.
d. Kelompok Inkar al-Sunnah terkesan sepotong-potong dalam mengambil ayat al-Qur’an, sehingga sangat terlihat kekurangan waktu untuk menelaah ayat-ayat tersebut. Misalnya mereka hanya berdalil dengan surat An-Nahl ayat: 89  artinya: “dan Kami turunkan al-Qur’an kepadamu sebagai penjelas semua masalah”, Padahal dalam konteks yang lain Allah juga berfirman dalam surat An-Nahl ayat: 44 artinya: “dan Kami turunkan al-Qur’an kepadamu agar kamu menjelaskan kepada manusia tentang segala sesuatu yang diturunkan kepada mereka”, tapi tidak mereka jadikan hujjah.
e. Surat Al-An’am ayat 38, dalam pemahaman para ulama sangat berbeda dengan pemahaman kelompok Inkar al-Sunnah. Menurut para ulama, arti kata al-kitab dalam ayat tersebut adalah “segala sesuatu tidak ada yang dialpakan Allah SWT, semuanya telah termuat di lauh al-mahfud” Inilah pandangan sekaligus jawaban para pembela sunnah dalam membantah argumentasi yang diajukan dalam bentuk dalil naqli.
Adapun pandangan terhadap argumenasi yang berdasarkan logika adalah;
a. Orang yang memahami bahasa Arab secara baik dari segi tata bahasa demikian juga uslubnya yang dapat dikatakan sebagai pakar bahasa sekalipun tidak akan mampu memahami al-Qur’an secara keseluruhan. Karena kata-katanya masih banyak yang bervariasi, ada yang global ada pula yang masih mubham dan lain sebagainya yang dalam pemaknaan sangat membutuhkan intervensi dari sunnah Nabi.[13]
b. Realitas sejarah kemunduran umat Islam memang suatu kenyataan dan perpecahan menjadi salah satu penyebabnya, namun tidak tepat kalau menjadikan sunnah sebagai kambing hitamnya. Karena realitas histories juga telah membuktikan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosio-kultural termotivasi oleh hadits nabi disamping al-Qur’an. Ini sebagai bukti kelompok Inkar Al-Qur’an;-sunnah tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam historiografi Islam dan Ilmu Hadits.
c. Dalam berbagai literatur dan dokumen historis telah ditemukan perhatian sahabat yang besar terhadap hadits, seperti Ibnu Abbas (w. 69 H) demikian juga Ibnu ‘Amr Ibnu ‘As (w. 65H), merupakan diantara sahabat yang sangat commited terhadap hadis dan sangat rajin membukukannya dari Nabi.
d. Pandangan Taufiq Sidiq sangat lemah dilihat dari perspektif historiografi, karena dalam beberapa hal dan keadaan cukup banyak para sahabat yang mempunyai koleksi hadits nabi walaupun masih dalam bentuk private collection (koleksi pribadi). Perjanjian Hudaibiyah, Piagam Madinah dan beberapa surat Nabi yang dikirim kepada para Raja merupakan bukti konkritnya.[14]














BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa kedudukan hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al qurán, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits  sebagaimana di wajibkan mengikuti alqur’an, Dalam hubungannya dengan alqur’an, hadits berfungsi sebagai penafsir pensyarah, dan penjelas dari ayat ayat alqur’an tersebut.
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah.
Beberapa argumentasi kaum inkar as-sunnah diantaranya:
  1. Alqur’an sudah lengkap, dan Hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al qurán.
  2. Hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam.
  3. Asal mula hadits nabi yang di himpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata.
  4. Pencatatan hadits terjadi setelah nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan  dan merusak hadits.
  5. Menurut pengingkar sunnah  kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk mencantumkan kesahihan hadits.
Menurut Kelompok pembela sunnah, Inkar al-Sunnah terkesan sepotong-potong dalam mengambil ayat al-Qur’an, sehingga sangat terlihat kekurangan waktu untuk menelaah ayat-ayat tersebut.
Realitas sejarah kemunduran umat Islam memang suatu kenyataan dan perpecahan menjadi salah satu penyebabnya, namun tidak tepat kalau menjadikan sunnah sebagai kambing hitamnya. Karena realitas histories juga telah membuktikan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosio-kultural termotivasi oleh hadits nabi disamping al-Qur’an.
B. Penutup
        Dengan mengucap syukur alhamdulillah, penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Walaupun dalam keadaan yang sangat sederhana & waktu yang sangat singkat. Kami menyadari bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Penyusun juga sadar bahwa dalam makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun tetap penyusun harapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin…

























DAFTAR PUSTAKA

Ali Mustofa Yaqub. Kritik hadits.Pustaka Firdaus,Jakarta, 2004.
Azami.M. studies in early hadits literature, terj.Ali Mustofa Yaqub. Pustaka Firdaus,Jakarta, 2000.
Ismail,Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar Dan Pemalsunya. Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
Qattan.Manna’. pengantar study hadits. Pustaka al Kautsar,Jakarta,2009.
___________.Metodologi Penelitian Hadis. Bulan Bintang, Jakarta, 1992.
Solahudin, Agus. ulumul hadits. Pustaka Setia,Bandung,2009.
Suparta, Munzier. ilmu hadits. Rajawali Press,Jakarta,2010.



[1] Daud Rasyid dalam bukunya Agus Sholahudin,Ulumul Hadits, Pustaka Setia,Bandung,2009, hlm. 207.
[2] Ibid., hlm. 208.
[3] Munzier Suparta, Ilmu Hadits,Rajawali Press,2010, hlm.49.
[4] Ibid., hlm. 49.
[5] Agus Solahudin, Ulumul Hadits,Pustaka Setia,Bandung,2009, Hlm. 74-75.
[6] Qattan,manna’, Pengantar Study Hadits,Pustaka Alkautsar,Jakarta,2009,hlm. 34.
[7] Ibid., hlm. 84.
[8] Ali Mustofa Yaqub, Kritik hadits,Pustaka Firdaus,Jakarta,2004, hlm. 46.
[9] Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya,Gema Insani Press, Jakarta,1995, hlm. 15-16.
[10] Ibid., hlm. 19.
[11] Ibid., hlm. 20-22.
[12] M.Azami, Studies in early hadits literature, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, hlm. 58.
[13] Ibid., hlm. 59.
[14] M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, Bulan Bintang, Jakarta,1993, hlm.13-96.

No comments:

Post a Comment