Oleh : Ahmad Sholihin
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam
sebagai dinullah memiliki dua sumber utama yaitu alqur’an dan as-sunnah.
Sumber yang di sebut terakhir sering pula dinamakan al-hadits, antara lain
merupakan penjabaran dari sumber pertama, dan dalam kaitan ini fungsi al-hadits
ternyata sangat strategis bagi kehidupan dan penghidupan umat.
Dalam
perkembangan kehidupan umat, ternyata posisi dan fungsi hadits ini tidak saja
dipalsukan tetapi juga bahkan di ingkari oleh kalangan umat tertentu. Padahal
mereka dalam menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah haji dan
lainnya secara tidak disadari semua itu diperoleh dari rincian al-hadits.
Ingkar
as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian
maupun keseluruhannya. Bahkan Dari argumennya bahwa Nabi Muhammad tidak berhak
sama sekali untuk menjelaskan alqurán kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya
bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada para
pengikutnya, di luar hal tersebut nabi Muhammad tidak memiliki wewenang.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimanakah pengertian ingkarus sunnah?
- Bagaimanakah kedudukan sunnah dalam islam ?
- Sejarah perkembangan pengingkar sunnah serta upaya pelestarian sunnah oleh para pembelanya?
C.Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk menjelaskan dan mengetahui apa itu ingkarus
sunnah
2. Untuk mengetahui kedudukan sunnah dalam islam
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan pengingkar
sunnah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ingkar as-Sunnah
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap
penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka
membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan
tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun kseluruhan.[1]
Penyebutan ingkar as-sunnah tidak
semata-mata berarti penolakan total terhadap sunnah. Penolakan terhadap
sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori inkar as-sunnah, termasuk
didalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berfikir yang janggal atau
metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu
maupun masa sekarang, sedangkan konsep tersebut tidak diakui oleh ulama hadits dan
fiqih.
Ada tiga jenis kelompok ingkar
as-sunnah, pertama, kelompok yang menolak hadits Rasulullah SAW secara
keseluruhan. Kedua kelompok yang menolak hadits-hadits yang tak disebutkan
dalam al qurán secara tesurat maupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya
menerima hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau
periodenya, tidak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits ahad
(tidak mencapai derajat mutawatir walaupun shahih. Mereka beralasan dengan ayat
QS An Najm ayat 28(...Sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun
terhadap kebenaran) mereka berhujjah dengan ayat tersebut dan tentu saja
menurut penafsiran model mereka sendiri.[2]
B. Kedudukan
dan Fungsi Sunnah Dalam Islam
Seluruh umat Islam telah sepakat
bahwa hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al qurán, dan
umat Islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana di wajibkan mengikuti
alqur’an.[3]
Alqur’an dan hadits merupakan dua
sumber hukum syari’at Islam yang tetap, yang orang Islam tidak mungkin memahami
syari’at Islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali dengan
kedua sumber Islam tersebut.
Seorang mujtahid dan seorang alim
pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.
Banyak ayat alqur’an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu
merupakan sumber hukum Islam selain alqur,an dan wajib di ikuti, baik dalam
bentuk perintah maupun larangannya.[4]
Dalam al qurán banyak terdapat ayat
yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan
ketaatan mengikuti Rasul-Nya seperti firman Allah Q.S. ali imran ayat 32
قُلْ أَطِيْعُوااللهَ وَالرَّسُولَ فاِن
تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَفِرِينَ
Katakanlah, “Taatilah Allah dan
Rasulnya; jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
kafir” (Q.S ali imran 32)
Di samping itu banyak juga ayat-ayat
yang mewajibkan ketaatan kepada Rasul secara khusus dan terpisah
karena pada dasarnya ketaatan kepada Rasul berarti ketaatan kepada Allah
SWT yaitu: Q.S An-Nisa ayat 65 dan 80,Q.S ali imran ayat 31, Q.S An-Nur ayat
56,62 dan 63, Q.S Al-A’raf ayat 158.[5]
Dengan demikian dapat ditetapkan,
bahwa apa yang benar yang datang dari Rasululloh menjadi hujjah yang
awajib di ikuti, jika Rasululloh wajib di ikuti dalam kapasitasnya sebagai
seorang rasul, maka wajib pula mengikuti semua hukum hukum yang benar darinya.[6]
C.
Fungsi Sunnah Terhadap Alqur’an
Dalam hubungannya dengan alqur’an,
Hadits berfungsi sebagai penafsir pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat
alqur’an tersebut.
Apabila disimpulkan tentang
fungsi hadits dalam hubungan dengan Al qurán adalah sebagai berikut:
1). Bayan at-Tafsir,
2). Bayan at-Taqrir,
3). Bayan an-Nash.
Bayan At-Tafsir adalah menerangkan
ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan mustarak. Fungsi hadits dalam hal ini
adalah memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat al
qurán yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih mutlaq
dan memberikan takhshish ayat-ayat yang masih umum.
Bayan At-taqrir atau sering juga disebut
bayan at-Ta’kid dan bayan al isbat adalah hadits yang berfungsi untuk
memperkokoh dan memperkuat pernyataan al’quran. Dalam hal ini hadits
hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al qurán.
Bayan An-nasakh dalam hal ini dapat
dipahami bahwa hadits sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus
ketentuan-ketentuan atau isi al-qur’an yang datang kemudian.[7]
D. Sejarah
Perkembangan Pengingkar Sunnah
Sejak abad ketiga sampai abad
keempat belas hijriyah, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa
dikalangan umat Islam terdapat pemikiran pemikiran untuk menolak sunnah
sebagai salah satu sumber syari’at Islam, baik secara perseorangan maupun
kelompok. Pemikiran untuk menolak sunnah yang muncul pada abad 1 hijriyah
(inkar as-Sunnah klasik) sudah lenyap ditelan masa pada akhir abad III
hijriyah.
Pada abad ke empat belas hijriyah
pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan, dan kali ini dengan bentuk
dan penampilan yang berbeda dari inkar as-sunnah klasik. Apabila inkar
as-sunnah klasik muncul di basrah, irak akibat ketidak tahuan sementara orang
terhadap fungsi dan kedudukan sunnah, inkar as-sunnah modern muncul di
kairo mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia
Islam.
Setelah mereka menyadari
kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modern banyak yang bertahan
pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah diterangkan urgensi sunnah
dalam Islam bahkan diantara mereka ada yang tetap menyebarkan pemikirannya
secara diam diam, meskipun penguasa setempat mengeluarkan larangan resmi
terhadap aliran tersebut.[8]
Memang cukup banyak argumen yang
telah dikemukakan oleh mereka yang berfaham inkar as-sunnah, baik oleh
mereka yang hidup pada zaman as syafi’I maupun yang hidup pada zaman
sesudahnya. Dari berbagai argumen yang banyak jumlahnya itu ada yang berupa
argumen-argumen naqli dan non naqli.
Yang dimaksud dengan argumen naqli
tidak hanya berupa ayat-ayat al qurán saja, tetapi juga berupa sunnah atau
hadits nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berpaham inkar as-sunah
ternyata telah mengajukan sunnah sebagai argumen membela paham mereka. Cukup
banyak argumen yang mereka naqli yang mereka ajukan diantaranya al qurán surah
an-nahl 89:
ونزلناعليك
الكتب تبينالكل ثيء
….dan kami turunkan kepadamu alkitab (al qurán
untuk menjelaskan segala sesuatu..
Surah al an’am 38
مافرطنافى
الكتب من ثىء
…tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam alkitab…
Menurut para pengingkar sunnah,
kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Alqur’án telah mncakup segala sesuatu
berkenaan dengan ketentuan agama. Dengan demikian tidak diperlukan adanya
keterangan lain, misalkan dari sunnah. Menurut mereka shalat lima waktu sehari
semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya, dasarnya bukanlah
sunnah atau hadits, melainkan ayat al qurán misalnya (al-baqarah 238, hud 144,
al-isra’ 78 dan 110, taha 130, al hajj:77, an-nur 58, ar-rum: 17-18)[9]
Dalam kaitannya dengan tatacara
shalat, kasim ahmad pengingkar sunnah dari malaysia menyatakan dalam bahasa
Malaysia” kita telah membuktikan bahwa perintah sembayang telah diberi oleh
tuhan kepada nabi ibrahim dan kaumnya, dan amalan ini telah diperturunkan,
generasi demi generasi hingga kepada nabi Muhammad dan ummat nya.
Dengan demikian menurut pengingkar
sunnah tatacara shalat tidaklah penting, jumlah rakaat,cara duduk, cara sujud,
ayat dan bacaan yang dibaca diserahkan kepada masing-masing pelaku
shalat. Jadi, ibadah sholat boleh aja dilakukan dengan bahasa daerah.
Dari argumen diatas dapat dipahami
bahwa para pengingkar sunnah yang mengajukan argumen itu adalah orang-orang
yang berpendapat bahwa nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan
al-qurán kepada umatnya. Nabi Muhammad hanya bertugas untuk menerima wahyu dan
menympaikan wahyu itu kepada para pengikutnya; di luar hal tersebut nabi
Muhammad tidak memiliki wewenang. Dalam alqurán dinyatakan bahwa orang-orang
yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulluloh. Hal itu menurut para
pengingkar sunnah hanyalah berlaku tatkala Rasulluloh masih hidup, yakni
tatkala jabatan sebagai ulul amri berada di tangan beliau, setelah beliau wafat
maka jabatan ulul amri berpindah kepada orang lain ; dan karenanya, kewajiban
patuh menjadi gugur
Menurut pengingkar sunnah
sesuatu yang zhann (sangkaan) tidak dapat dijadikan hujjah, hadits
pada umumnya berstatus zhann dan hanya sedikit saja yang berstatus
qath’I, kalau agama didasarkan pada sesuatu yang zhann maka berarti agama
berdiri diatas dasar yang tidak pasti. Hal itu tidak boleh terjadi.
Karenanya hadits atau sunnah bukan sumber ajaran agama Islam. Sumber
ajaran Islam haruslah berstatus pasti (qath’i) saja yakni al-quran.[10]
Yang dimaksud dengan argumen non
naqli adalah argumen yang berupa ayat al qurán atau hadits. Walaupun
sebagian dari argumen-argumen itu ada yang menyinggung sisi
tertentu dari ayat al qurán ataupun hadits, namun karena yangdibahasnya
bukan lah ayat ataupun matan haditsnya secara khusus, maka argumen-argumennya
non naqli juga. Diantaranya:
- al qurán diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad melalui malaikat jibril dalam bahasa arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahasa arab mampu memahami al qurán secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits nabi. Dengan demikian hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al qurán.
- Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena terpecah-pecah, perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits nabi jadi menurut para pengingkar sunnah hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam.
- Asal mula hadits nabi yang di himpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata.
- Menurut dokter taufiq sidqi tiada satupun hadits nabi yang dicatat pada zaman nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagai mana yang telah terjadi.
- Menurut pengingkar sunnah kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk mencantumkan kesahihan hadits dengan alasan pertama, dasar kritik sanad itu yang dalam ilmu hadits dikenal dengan ilmu jarh wa at-ta’dil baru muncul setelah satu setengah abad nabi wafat, dengan demikian, para periwayat generasi sahabat nabi, at-tabi’in dan atba’at-tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi. Kedua, seluruh sahabat nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama di nilai adil oleh para ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad keempat hijriyah.[11]
E. Bantahan
Terhadap Kaum Inkar As-Sunnah
Seluruh argumentasi yang diajukan
dan menjadi dasar dari berbagai statemen yang dikedepankan oleh kelompok Inkar
Al-Sunnah dinilai lemah oleh mayoritas muslim. Untuk para intelektual dari
kalangan muhaddisin melakukan counter attact terhadap statemen dan argumentasi
yang mereka ajukan tersebut.
Bantahan terhadap argumentasi yang
didasarkan pada dalil-dalil naqli adalah;
a. Pandangan yang mengatakan sunnah
Nabi zann, sedangkan kita dituntut untuk menggunakan yang yakin saja yaitu
al-Qur’an. Padahal ayat al- Qur’an jika dilihat dari perspektif asbab al-nuzul-nya
memang diakui qat’i datang dari Allah SWT, namun jika dilihat dari perspektif
dalalahnya masih sangat banyak yang bernilai zanniyat al-dalalah dengan
pengertian yang zann juga dan belum memberikan kepastian hukum
b. Hadits-hadits yang
berstatus ahad memang bersifat zann, namun disisi lain juga didapati ayat-ayat
yang dalam pengertiannya juga mengandung makna zhann. Sehingga jika ditilik
dari perspektif pengertian dan makna, antara sebagian ayat al-Qur’an dengan
hadits ahad tidak ada perbedaan yang signifikan.[12]
c. Ayat-ayat al-Qur’an dalam menjelaskan
hukum dan kewajiban tertentu sebagian masih bersifat general, yang menghendaki
penjelasan (bayan), salah satunya dengan menggunakan sunnah Nabi.
d. Kelompok Inkar
al-Sunnah terkesan sepotong-potong dalam mengambil ayat al-Qur’an, sehingga sangat
terlihat kekurangan waktu untuk menelaah ayat-ayat tersebut. Misalnya mereka
hanya berdalil dengan surat An-Nahl ayat: 89 artinya: “dan Kami turunkan
al-Qur’an kepadamu sebagai penjelas semua masalah”, Padahal
dalam konteks yang lain Allah juga berfirman dalam surat An-Nahl ayat: 44 artinya: “dan Kami turunkan al-Qur’an kepadamu agar
kamu menjelaskan kepada manusia tentang segala sesuatu yang diturunkan kepada
mereka”, tapi tidak mereka jadikan hujjah.
e. Surat
Al-An’am ayat 38, dalam pemahaman para ulama sangat berbeda dengan pemahaman
kelompok Inkar al-Sunnah. Menurut para ulama, arti kata al-kitab dalam ayat
tersebut adalah “segala sesuatu tidak ada yang dialpakan Allah SWT,
semuanya telah termuat di lauh al-mahfud” Inilah pandangan sekaligus
jawaban para pembela sunnah dalam membantah argumentasi yang diajukan dalam
bentuk dalil naqli.
Adapun pandangan terhadap argumenasi
yang berdasarkan logika adalah;
a. Orang yang memahami bahasa Arab
secara baik dari segi tata bahasa demikian juga uslubnya yang dapat dikatakan
sebagai pakar bahasa sekalipun tidak akan mampu memahami al-Qur’an secara
keseluruhan. Karena kata-katanya masih banyak yang bervariasi, ada yang global
ada pula yang masih mubham dan lain sebagainya yang dalam pemaknaan sangat
membutuhkan intervensi dari sunnah Nabi.[13]
b. Realitas sejarah kemunduran umat
Islam memang suatu kenyataan dan perpecahan menjadi salah satu penyebabnya,
namun tidak tepat kalau menjadikan sunnah sebagai kambing hitamnya. Karena
realitas histories juga telah membuktikan kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta sosio-kultural termotivasi oleh hadits nabi
disamping al-Qur’an. Ini sebagai bukti kelompok Inkar Al-Qur’an;-sunnah tidak
memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam historiografi Islam dan Ilmu Hadits.
c. Dalam berbagai literatur dan
dokumen historis telah ditemukan perhatian sahabat yang besar terhadap hadits,
seperti Ibnu Abbas (w. 69 H) demikian juga Ibnu ‘Amr Ibnu ‘As (w. 65H),
merupakan diantara sahabat yang sangat commited terhadap hadis dan sangat rajin
membukukannya dari Nabi.
d. Pandangan Taufiq Sidiq sangat
lemah dilihat dari perspektif historiografi, karena dalam beberapa hal dan keadaan
cukup banyak para sahabat yang mempunyai koleksi hadits nabi walaupun masih
dalam bentuk private collection (koleksi pribadi). Perjanjian Hudaibiyah,
Piagam Madinah dan beberapa surat Nabi yang dikirim kepada para Raja merupakan
bukti konkritnya.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seluruh umat Islam telah sepakat
bahwa kedudukan hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al
qurán, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana di wajibkan
mengikuti alqur’an, Dalam hubungannya dengan alqur’an, hadits berfungsi sebagai
penafsir pensyarah, dan penjelas dari ayat ayat alqur’an tersebut.
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap
penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka
membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah.
Beberapa argumentasi kaum inkar
as-sunnah diantaranya:
- Alqur’an sudah lengkap, dan Hadits nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al qurán.
- Hadits nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam.
- Asal mula hadits nabi yang di himpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata.
- Pencatatan hadits terjadi setelah nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits.
- Menurut pengingkar sunnah kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat lemah untuk mencantumkan kesahihan hadits.
Menurut Kelompok pembela
sunnah, Inkar al-Sunnah terkesan sepotong-potong dalam mengambil ayat
al-Qur’an, sehingga sangat terlihat kekurangan waktu untuk menelaah ayat-ayat
tersebut.
Realitas sejarah kemunduran umat
Islam memang suatu kenyataan dan perpecahan menjadi salah satu penyebabnya,
namun tidak tepat kalau menjadikan sunnah sebagai kambing hitamnya. Karena
realitas histories juga telah membuktikan kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta sosio-kultural termotivasi oleh hadits nabi
disamping al-Qur’an.
B. Penutup
Dengan mengucap syukur alhamdulillah,
penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Walaupun dalam keadaan yang sangat
sederhana & waktu yang sangat singkat. Kami menyadari bahwa manusia tidak
lepas dari kesalahan dan kekurangan. Penyusun juga sadar bahwa dalam makalah
ini masih belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun tetap
penyusun harapkan. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, Amin…
DAFTAR PUSTAKA
Ali Mustofa Yaqub. Kritik hadits.Pustaka
Firdaus,Jakarta, 2004.
Azami.M. studies in early hadits literature,
terj.Ali Mustofa Yaqub. Pustaka Firdaus,Jakarta, 2000.
Ismail,Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela
Pengingkar Dan Pemalsunya. Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
Qattan.Manna’. pengantar study hadits. Pustaka
al Kautsar,Jakarta,2009.
___________.Metodologi Penelitian Hadis. Bulan
Bintang, Jakarta, 1992.
Solahudin, Agus. ulumul hadits. Pustaka
Setia,Bandung,2009.
Suparta, Munzier. ilmu hadits. Rajawali
Press,Jakarta,2010.
[1]
Daud Rasyid dalam
bukunya Agus Sholahudin,Ulumul Hadits, Pustaka Setia,Bandung,2009, hlm.
207.
[2]
Ibid., hlm. 208.
[3]
Munzier Suparta, Ilmu
Hadits,Rajawali Press,2010, hlm.49.
[4]
Ibid., hlm. 49.
[5]
Agus Solahudin, Ulumul Hadits,Pustaka
Setia,Bandung,2009, Hlm. 74-75.
[6]
Qattan,manna’, Pengantar Study
Hadits,Pustaka Alkautsar,Jakarta,2009,hlm. 34.
[7]
Ibid., hlm. 84.
[8]
Ali
Mustofa Yaqub, Kritik hadits,Pustaka Firdaus,Jakarta,2004, hlm. 46.
[9]
Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut
Pembela Pengingkar dan Pemalsunya,Gema Insani Press, Jakarta,1995, hlm.
15-16.
[10]
Ibid., hlm. 19.
[11]
Ibid.,
hlm. 20-22.
[12]
M.Azami,
Studies in early hadits literature, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, hlm.
58.
[14]
M.Syuhudi Ismail, Metodologi
Penelitian Hadis, Bulan Bintang, Jakarta,1993, hlm.13-96.
No comments:
Post a Comment