Wednesday, 2 October 2013

kedudukan puasa

                                        kedudukan puasa 


 Diposkan oleh Ahmad Sholihin

                                                                         BAB I
                                                              PENDAHULUAN


Dari segi bahasa, puasa adalah menahan (imsak) dan mencegah dari sesuatu. Adapun menurut syarak, puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatlkan dengan niat yang dilakukan oleh orang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Dengan kata lain, puasa adalah menahan diri dari perbuatan yang berupa dua macam syahwat (perut dan kemaluan) serta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya. Hal itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar kedua sampai terbenam matahari, oleh orang tertentu yang berhak melakukannya yaitu orang muslim, berakal, tidak sedang haid, dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat, tidak ragu-ragu. Tujuan niat adalah membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan.
Puasa merupakan satu bentuk ketaatan pada Allah SWT. Seorang mukmin dengan puasanya akan diberikan pahala yang luas dan tidak terbatas. Sebab puasa hanya diperuntukkan bagi Allah yang kedermawanannya sangat luas. Dengan puasa dia akan memperoleh ridho Allah SWT. Dan berhak memasuki surga dari pintu khusus yang hanya disediakan untuk orang-orang yang berpuasa. Puasa juga akan menjauhkan dirinya dari siksaan yang disebabkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya. Puasa merupakan tebusan atau kafarat bagi dosa dari satu tahun ke tahun berikutnya. Dengan ketaatan, urusan seorang mukmin akan berdiri tegak di atas kebenaran yang di syariatkan oleh Allah SWT. Karena puasa bias merealisasikan ketaqwaan, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhkan diri dari segala yang dilarangnya.
Puasa merupakan madrasah moralitas yang besar dan dapat dijadikan sarana latihan untuk menempa berbagai macam sifat terpuji. Puasa adalah jihat melawan nafsu, menangkal godaan dan rayuan setan yang terkadang terlintas dalam pikiran. Puasa bias membiasakan seseorang bersikap sabar terhadap hal-hal yang diharamkan, penderitaan, dan kesulitan yang kadang kala muncul di hadapannya. Pada saat dia melihat hidangan makanan lezat di hadapannya, yang aromanya menyeruak sampai ke perut, atau dia melihat air tawar yang sejuk menari-nari di hadapan matanya, maka pada saat itu pula dia harus menahan diri dari semuanya dan menunggu sampai waktu yang diijinkan oleh tuhannya tiba.
Puasa mendidik seseorang untuk bersikap jujur dan merasa diawasi oleh Allah baik dalam kesendirian maupun dalam keramaian. Karena pada saat itu, tak seorangpun yang mengawasi orang yang sedang berpuasa selain Allah.
Puasa dapat menguatkan kemauan, mempertajam kehendak, mendidik kesabaran, membantu kejernihan akal, menyelamatkan pikiran, dan mengilhami ide-ide yang cemerlang. Hal itu bias terjadi ketika orang yang berpuasa melewati fase kelapangan hidup serta melupakan kesenangan dan kenikmatan hidup yang kadang-kadang terlintas dengan tiba-tiba. Luqmanul Hakim berkata pada anaknya, “wahai anakku jika perut terisi penuh, pikiran akan tertidur, hikmah tidak akan muncul dan anggota tubuh akan malas melakukan ibadah.
Puasa mengajarkan sikap disiplin dan ketepatan, karena puasa menuntut orang yang berpuasa untuk makan dan minum pada waktu yang telah ditentukan. Puasa dapat menimbulkan rasa solidaritas di kalangan umat islam, baik yang berada di timur maupun di barat. Mereka berpuasa dan berbuka pada satu waktu. Merek melakukannya karena tuhan mereka satu dan ibadahnya pun padu.
Puasa dapat menumbuhkan naluri kasih sayang, ukhuwah, dan perasaan keterikatan dalam tolong menolong yang dapat menjalin rasa persaudaraan sesame umat islam. Perasaan lapar dan perlu makanan, misalnya, bisa mendorong seseorang untuk bersilatur rahmi dengan orang lain serta ikut berperan dalam menghilangkan bahaya kemiskinan, kelaparan, dan penyakit. Hal itu, jelas akan semakin menguatkan ikatan social antar sesama manusia dan akan membangkitkan mereka untuk saling membantu dalam memberantas penyakit-penyakit masyarakat (deviasi social).
Puasa secara praktis, memperbarui kehidupan manusia yaitu dengan membuang makanan yang telah lama mengendap dan menggantinya dengan yang baru, mengistirahatkan perut dan alat pencernaan, memelihara tubuh dan membersihkan sisa makanan yang mengendap yang tidak tercerna, serta menghilangkan bau busuk yang dsebabkan makanan dan minuman.
Puasa merupakan perjuangan mengekang hawa nafsu serta membebaskannya dari cengkraman dosa dunia. Puasa bisa mengendalikan hawa nafsu, mendidiknya dan mendisiplinkannya dalam hal makanan dan minuman.









BAB II
PEMBAHASAN
(PUASA)

A. TUJUAN PUASA
Secara jelas Al-Quran menyatakan bahwa tujuan puasa yang hendaknya diperjuangkan adalah untuk mencapai ketakwaan atau la’allakum tattaqun. Dalam rangka memahami tujuan tersebut agaknya perlu digarisbawahi beberapa penjelasan dari Nabi Saw.misalnya, “Banyak di antara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu daripuasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga.”
Berarti bahwa menahan diri dari lapar dan dahaga bukan tujuan utama dari puasa. Ini dikuatkan pula dengan firman-Nya bahwa “Allah menghendaki untuk kamu kemudahan bukan kesulitan.”
Ini berarti pula bahwa puasa merupakan satu ibadah yang unik. Tentu saja banyak segi keunikan puasa yang dapat dikemukakan, misalnya bahwa puasa merupakan rahasia antara Allah dan pelakunya sendiri. Bukankah manusia yang berpuasa dapat bersembunyi untuk minum dan makan? Bukankah sebagai insan, siapa pun yang berpuasa, memiliki keinginan untuk makan atau minum pada saat-saat tertentu dari siang hari puasa. Nah, kalau demikian, apa motivasinya menahan diri dan keinginan itu. Tentu bukan karena takut atau segan dari manusia, sebab jika demikian, dia dapat saja bersembunyi dari pandangan mereka. Di sini disimpulkan bahwa orang yang berpuasa, melakukannya demi karena Allah Swt.
Sementara pakar ada yang menegaskan bahwa puasa dilakukan manusia dengan berbagai motif, misalnya, protes, turut belasungkawa, penyucian diri, kesehatan, dan sebagai-nya. Tetapi seorang yang berpuasa Ramadhan dengan benar, sesuai dengan cara yang dituntut oleh Al-Quran, maka pastilah ia akan melakukannya karena Allah semata.
Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal meneladani sifat-sifat Allah. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun suami istri.
Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak sembilan puluh sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya. Karena itu, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut –bukan pada sisi lapar dan dahaga– sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi Saw. menyatakan bahwa, “Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidakmemperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.”
B. KEDUDUKAN PUASA
Allah ta’ala berfirman yang artinya:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah : 183)
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya (yang mulia) di dalam agama Islam. Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum muslimin karena Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.
Dalam surat Al-Baqarah Ayat 183 di atas, Allah mengarahkan pembicaraannya (di dalam ayat ini, pen) kepada orang-orang yang beriman. Sebab puasa Ramadhan merupakan bagian dari konsekuensi keimanan. Dan dengan menjalankan puasa Ramadhan akan bertambah sempurna keimanan seseorang. Dan juga karena dengan meninggalkan puasa Ramadhan akan mengurangi keimanan. Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan puasa karena meremehkannya atau malas, apakah dia kafir atau tidak? Namun pendapat yang benar menyatakan bahwa orang ini tidak kafir. Sebab tidaklah seseorang dikafirkan karena meninggalkan salah satu rukun Islam selain dua kalimat syahadat dan shalat.”
Menunaikan kewajiban merupakan ibadah yang sangat utama, karena kewajiban merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadits yang artinya, “Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Amal-amal wajib lebih utama daripada amal-amal sunnah. Menunaikan amal yang wajib lebih dicintai Allah daripada menunaikan amal yang sunnah. Ini merupakan pokok agung dalam ajaran agama yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syari’at dan ditetapkan pula oleh para ulama salaf.

C. MACAM-MACAM PUASA
Menurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
1. PUASA FARDHU
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)
b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan.
c. Puasa Nazar
Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
2. PUASA SUNNAT
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1) Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
2) Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
3) Puasa hari Senin dan hari Kamis.
4) Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
5) Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
6) Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
7) Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci

3. PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
1) Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
2) Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
3) Puasa pada hari syak (meragukan)

4. PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
1) Puasa pada dua hari raya
2) Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami








































BAB III
PENUTUP

Ø Kesimpulan

1) Puasa adlah ibadah yang dapat membentuk peribadi manusia berakhlak mulia, juga dapat mempertebal rasa ketaqwaan seorang hamba terhadap Allah SWT.
2) Puasa merupakan bentuk ketaatan seorang mukmin terhadap Tuhan, sebab puasa hanya diperuntukkan bagi Allah dengan mengharap ridlo-Nya.
3) Puasa mengajarkan untuk dapat bersifat jujur, melatih kedisiplinan, menumbuhkan rasa kasih sayang dan persaudaraan.
4) Dengan berpuasa mampu mengendalikan hawa nafsu, karena dengan berpuasa seseorang harus menjaga dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau sekedar hal-hal yang dapat membatalkan pahalanya. Sebab Rasulullah bersabdah, “Banyak diantara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga.
5) Menunaikan kewajiban adalah ibadah yang paling utama. Dan amalan-amalan yang wajib lebih utama dari amalan-amalan yang sunnah. Inilah pokok agung yang ditunjukkan dalil-dalil syariat dalam agama islam.


























DAFTAR PUSTAKA


1) Sulaiman Rasjid, H. 1992. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
2) Jawad Mughniyah, Muhammad. 1990. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera Basritama
3) Sabiq, Sayid. 1990. Fiqih Sunnah. Bandung: Al-Ma’arif
4) Dan beberapa Website yang relevan dengan pembahasan materi yang kami bahas.

No comments:

Post a Comment