OLEH :AHMAD SHOLIHIN
Rasionalisme
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la Methode
tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar
kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya,
secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian
yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang
metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan,
yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa
“aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”,
aku berpikir (= menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak
dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku
mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and
distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan
terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu
menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”)
atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna,
penyebab sempurna dari kedua realitas itu). Pikiran sesungguhnya adalah
kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi
bagian yang lebih kecil. Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan
dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal
dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada
apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas
antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki
keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia
memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana
malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang
manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia
memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer yang
tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).
Empirisme
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu
substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang
dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada
bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil
penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan
seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas
dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap
yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di
dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu
mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku”
tidak lain hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran
tertentu)”.
Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato
(427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran
ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran
asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara
gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan
yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata
hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan
serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud
lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa
murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea,
sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea
adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan
kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada
kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk
demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang
dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran
idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk
masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi
setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam
masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan
kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya
berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja,
filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang
menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun
mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat
superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan
cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Kritisme
Aliran kritisisme Imanuel Kant
(1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan
yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan
benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada
faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar
kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan
konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita
tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das Ding
an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi
semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan
kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah
kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui
sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah
cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi
pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia
mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak
terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas
seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar
bagi aneka aliran filsafat masa kini.
Realisme
Realisme merupakan aliran kesusastraan
(dan seni pada umumnya) yang melukiskan keadaan atau kenyataan secara
sesungguhnya. Para tokoh aliran ini berpendapat bahwa tujuan seni adalah
untuk menggambarkan kehidupan dengan kejujuran yang sempurna dan
objektif. Oleh karena itu, realisme menuntut penggambaran yang teliti,
seperti cermin yang memantulkan realitas objektif di depan audiens,
penikmat, dan pembaca.
HB Jassin pernah menjelaskan bahwa dalam realisme digambarkan keadaan seperti yang sebenarnya, seperti yang dilihat oleh mata.
Realisme muncul pada abad ke-18, tetapi
baru berkembang pada seabad kemudian dan awal abad ke-20. Gustave
Flaubert (1821-1889) dianggap sebagai tokoh realisme terbesar dari
Prancis. Oleh karena itu, kaum realis mengiyakan pendapatnya bahwa roman
itu harus seperti ilmu hayat.
Pragmatisme
dapat menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi.
Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things done. Menjadikan sesuatu dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James berpendapat bahwa kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi manusialah yang menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is useful. Karena kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering dikritik sebagai filsafat yang mendukung bisnis dan politik.Amerika. Dengan adanya pragmatisme tidak ada sosialisme di Amerika. (Ada memang Partai Komunis Amerika dan toko-toko buku Marxisme. Tetapi, baik sosialisme maupun komunisme tidak pernah diperhitungkan dalam dunia politik).Kaum buruh Amerika juga menjadi pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan. Hampir-hampir tidak ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New Left pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.
No comments:
Post a Comment