OLEH : AHMAD SHOLIHIN
A. Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
- 1. Pengertian Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran.[1] Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.[2]
Dari pengertian di atas
maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu
keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada
zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah
bersumber dari Islam itu sendiri.
- 2. Latar Belakang Timbulnya
Madrasah mulai didirikan dan berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. pada masa itu ajaran agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.[3]
Aliran-aliran yang timbul akibat dari perkembangan tersebut saling
berebutan pengaruh di kalangan umat Islam, dan berusaha mengembangkan
aliran dan mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah
dalam pengertian kelompok pikiran, mazhab atau aliran. Itulah sebabnya
sebahagian besar madrasah didirikan pada masa itu dihubungkan dengan
nama-nama mazhab yang masyhur pada masanya, misalnya madrasah
Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah atau Hanbaliyah.[4]
Berdasarkan dengan keterangan di atas,
jelaslah bahwa penggunaan istilah madrasah, sebagai lembaga pendidikan
Islam maupun sebagai aliran atau mazhab bukanlah sejak awal perkembangan
Islam, tetapi muncul setelah Islam berkembang luas dan telah menerima
pengaruh dari luar sehingga terjadilah perkembangan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dengan berbagai macam aliran dan mazhabnya.
Pada awal perkembangan Islam, terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu kuttab yang mengajarkan cara
menulis dan membaca al-Qur’an, serta dasar-dasar pokok ajaran Islam
kepada anak-anak yang merupakan pendidikan tingkat dasar. Sedangkan
masjid dijadikan sebagai tingkat pendidikan lanjutan pada masa itu yang
hanya diikuti oleh orang-orang dewasa. Dari masjid-masjid ini, lahirlah
ulama-ulama besar yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan Islam, dan
dari sini pulalah timbulnya aliran-aliran atau mazhab-mazhab dalam
berbagai ilmu pengetahuan, yang waktu itu dikenal dengan istilah
madrasah. Kegiatan para ulama dalam mengembangkan ajaran Islam di
tengah-tengah masyarakat Islam maju dengan pesatnya, bahkan dari satu
periode ke periode berikutnya semakin meningkat.
Untuk menampung kegiatan khalaqah yang
semakin banyak, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajaran dan bidang
ilmu pengetahuan yang diajarkan, maka dibangunlah ruangan-ruangan khusus
untuk kegiatan khalaqah atau pengajian tersebut di sekitar masjid. Di samping dibangun pula
asrama khusus untuk guru dan pelajar, sebagai tempat tinggal dan tempat
kegiatan belajar mengajar setiap hari secara teratur, yang disebut
dengan zawiyah atau madrasah yang pada mulanya hanya dibangun
di sekitar masjid, tetapi pada perkembangan selanjutnya banyak dibangun
secara sendiri.
Pada hakikatnya timbulnya
madrasah-madrasah di dunia Islam merupakan usaha pengembangan dan
penyempurnaan kegiatan proses belajar mengajar dalam upaya untuk
menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah
pelajar yang semakin meningkat dan bertambah setiap tahun ajaran.
Sementara itu, madrasah boleh dikatakan sebagai fenomena baru dari lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia,
yang kehadirannya sekitar permulaan abad ke-20. Namun dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya masih belum punya
keseragaman antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, terutama
sekali menyangkut kurikulum dan rencana pelajaran. Usaha ke arah
penyatuan dan penyeragaman sistem tersebut, baru dirintis sekitar tahun
1950 setelah Indonesia merdeka. Dan pada perkembangannya madrasah
terbagi dalam jenjang-jenjang pendidikan; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.
B. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Di Madrasah
Sistem pengajaran yang digunakan di
madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren dengan
sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern. Penilaian untuk kenaikan
tingkat ditentukan dengan penguasaan terhadap sejumlah bidang
pengajaran.tertentu.
Pada perkembangan selanjutnya sistem
pondok mulai ditinggal, dan berdirilah madrasah-madrasah yang mengikuti
sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian pada
tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah, di mana mata pelajaran hanya agama dengan penggunaan kitab-kitab bahasa arab.
Sebagai pengaruh dari ide-ide
pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan bangsa
Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum
madrasah. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan
tingkatan madrasah, sebagai halnya buku-buku pengetahuan umum yang
belaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian timbullah
madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dalam bentuk
sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah untuk tingkat dasar, Madrasah Tsanawiyah untuk tingkat menengah pertama, dan adapula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang disebut normal Islam.[5]
Pada tahap selanjutnya penyesuaian
tersebut semakin meningkat dan terpadu dengan baik sehingga sukar untuk
dipisahkan dan dibedakan antara keduanya, kecuali madrasah yang langsung
ditulis predikat Islamiyah. Kurikulum madrasah atau sekolah-sekolah
agama, mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun
dengan persentase yang berbeda. Pada waktu pemerintahan RI dalam hal ini
oleh Kementerian Agama mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan
terhadap sistem pendidikan madrasah. Melalui Kementerian Agama, madrasah
perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh
Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada di dalam wewenangnya
adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok,
paling sedikit enam jam seminggu.
Dari uraian-uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya sistem pendidikan dan pengajaran di
madrasah merupakan perpaduan antara sistem yang berlaku di pondok
pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern.
- C. Pembinaan dan Pengembangan Madrasah
Sejak timbulnya madrasah dan
menjadikannya sebagai lembaga pendidikan yang mandiri, tanpa bimbingan
dan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka,
madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari
pemerintah RI. UUD 1945 mengamanatkan, agar mengusahakan terbentuknya
suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional yang
diatur undang-undang.[6]
Untuk melaksanakan amanat tersebut,
BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai Badan
Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat pada masa itu, merumuskan
pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran yang terdiri dari 10 pasal.
Pada pasal 5 (b) sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, menetapkan bahwa
“madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan
sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat akar
dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya juga mendapat
perhatian dan bantuan materil dari pemerintah.[7]
Dalam hal ini wewenang pembinaan dan
pemberian bantuan dan tuntunan tersebut diserahkan kepada Kementerian
Agama. Tujuan pembinaan dan bantuan adalah agar madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam berkembang secara terintegrasi dalam sistem pendidikan
nasional, sebagaimana yang dikehendaki oleh UUD 1945.
Usaha integrasi tersebut ternyata tidak
berjalan mudah. Sikap mandiri dan sikap non-kompromi dengan pemerintah
pada masa sebelumnya, masih tetap berakar dalam masyarakat. Oleh karena
itu pembinaan dan pengembangan madrasah tersebut dilaksanakan dengan
penuh kebijaksanaan dan dilaksanakan secara bertahap.
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan
madrasah sesuai dengan sasaran BPKNIP agar madrasah dapat bantuan
materil dan bimbingan dari pemerintah, maka kementerian agama
mengeluarkan peraturan Menteri Agama No. I tahun 1952. Menurut ketentuan
ini, yang dinamakan madrasah ialah “tempat pendidikan yang telah diatur
sebagai sekolah dan memuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam
menjadi pokok pengajarannya”.[8]
Dengan persyaratan tersebut, maka
diadakanlah pendaftaran madrasah-madrasah yang memenuhi syarat. Pada
tahun 1954 tampak madrasah yang memenuhi persyaratan untuk seluruh
Indonesia berjumlah 13.849 buah sebagaimana dikemukakan dalam tabel di
bawah ini.
Tingkat Madrasah | Jumlah Madrasah | Jumlah Murid |
Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah Tsanawiyah Madrasah Aliyah |
13.057
776 16 |
1.927.777
87.932 1.881 |
Jumlah | 13.849 | 2.017.590 |
Data tersebut diambil dari Mahmud Yunus.[9]
Dalam upaya pemerintah untuk menyediakan
guru-guru agama untuk sekolah dan guru-guru umum serta lembaga
pendidikan lainnya pada tahun 1951 Kementerian Agama mendirikan Sekolah
Guru Agama Islam (SGAI) dan sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHAI)
di beberapa tempat. Berdirinya kedua jenis sekolah guru tersebut banyak
manfaatnya bagi perkembangan dan pembinaan madrasah, karena kedua jenis
sekolah guru ini, memberikan kesempatan bagi para alumni madrasah dengan
persyaratan tertentu untuk memasukinya. Hal tersebut telah mendorong
penyelenggaraan madrasah untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan
pemerintah. Pada alumni kedua jenis sekolah guru agama tersebut,
diperbantukan pada madrasah-madrasah guna mempercepat proses pembinaan
dan perkembangannya, menuju kepada pengintegrasian ke dalam sistem
pendidikan nasional.[10]
Kedua jenis sekolah guru itu, kemudian
namanya diubah menjadi PGA (Pendidikan Guru Agama) dan SGHA (Sekolah
Guru dan Hakim Agama). PGA menyediakan calon guru agama untuk sekolah
dasar dan madrasah tingkat Ibtidaiyah, sedangkan SGHA menyediakan
calon-calon guru agama untuk tingkat sekolah menengah baik sekolah agama
maupun sekolah umum, dan hakim pada Pengadilan Agama. Pada tahun 1957
SGHA disebut sebagai PGA dan untuk keperluan tenaga pendidikan hakim
agama didirikan PHIN (Pendidikan Hakim Negeri). Pada masa itu banyak
madrasah tingkat Tsanawiyah dan Aliyah berubah menjadi PGA. Dengan
demikian, di samping PGA pertama (4 tahun), 9 buah PGA atas (2 tahun)
dan 1 buah PHIN (3 tahun).[11]
Upaya pembinaan madrasah, menuju
kesatuan sistem pendidikan nasional, semakin ditingkatkan. Usaha
tersebut tidak hanya merupakan tugas dan wewenang Departemen Agama saja,
tetapi merupakan tugas dan wewenang pemerintah secara keseluruhan
bersama masyarakat.
Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Menteri Dalam Negeri, Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tentang peningkatan mutu
pendidikan pada madrasah. Hal ini dilatar belakangi bahwa siswa-siswa
madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga negara Indonesia berhak
memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama,
sehingga lulusan madrasah, yang menghendaki melanjutkan atau pindah ke
sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Dalam rangka merealisasikan SKB 3
menteri tersebut, maka pada tahun 1976 Departemen Agama mengeluarkan
kurikulum sebagai standar untuk dijadikan acuan oleh madrasah, baik
untuk MI, MTs, maupun Madrasah Aliyah.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka
dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan dan pengembangan madrasah tetap
dilaksanakan semenjak munculnya istilah madrasah sampai lahirnya SKB 3
Menteri, di mana madrasah dipersamakan dengan sekolah umum, yang dalam
hal ini adalah sekolah negeri umum yang berada di bawah naungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sederajat. Dan demikian
jelasnya bahwa pemerintah tetap memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan madrasah di Indonesia.
[1]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 50
[2]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 889.
[3]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 161.
[4]Ibid., h. 68.
[5]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), h. 102.
[6]Sekertariat Negara RI, UUD, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Garis-garis Besar Haluan Negara. h. 7
[7]Hasbullah, op.cit., h. 175.
[8]Ibid., h. 176
[9]Mahmud Yunus, op. cit., h. 394.
[10]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1986), h. 78.
[11]Mahmud Yunus, op. cit., h. 393.
No comments:
Post a Comment