OLEH : AHMAD SHOLIHIN
Filsafat Yunani
Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Karena itu tidak ada
pengantar filsafat yang lebih ideal dari pada study perkembangan
pemikiran filsafat di negeri Yunani. Alfred Whitehead mengatakan
tentang Plato: ”All Western phylosophy is but a series of footnotes to
Plato”. Pada Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai problem
filsafat yang masih dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat
Yunani seperti ada, menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa,
pengenalan, Allah dan dunia merupakan tema-tema bagi filsafat
seluruhnya.
Filsuf- Filsuf Pertama
Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales,
Anaximandros dan Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian
pada alam dan kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya
perubahan yang terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau
prinsip yang tetap tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak
henti-hentinya itu. Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air,
Anaximandros berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas sedangkan
Anaximenes menunjuk udara.
Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas
air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di
pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain.
Sedangkan mengenai kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan
bentuk hidup yang pertama adalah ikan. dan manusia pertama tumbuh dalam
perut ikan. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir
pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya.
Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di
dalam tubuh manusia.
Filosof berikutnya yang perlu
diperkenalkan adalah Pythagoras. Ajaran-ajarannya yang pokok adalah
pertama dikatakan bahwa jiwa tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia,
jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah
lagi dan seterusnya. Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat
selamat dari reinkarnasi itu. Kedua dari penemuannya terhadap
interval-interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan
perbandingan dengan bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu
gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya
segala-galanya adalah bilangan. Ketiga mengenai kosmos,
Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat raya bukanlah
bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari
sebuah rumah.
Pada jaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan bahwa api
sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan, karena api
menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu sementara
apinya sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan bahwa di
dalam dunia alamiah tidak sesuatupun yang tetap. Segala sesuatu yang
ada sedang menjadi. Pernyataannya yang masyhur “Pantarhei kai uden
menei” yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang
tinggal tetap.
Filosof pertama yang disebut sebagai
peletak dasar metafisika adalah Parmenides. Parmenides berpendapat
bahwa yang ada ada, yang tidak ada tidak ada. Konsekuensi dari
pernyataan ini
adalah yang ada 1) satu dan tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin ada
perubahan, 3) sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil darinya, 4)
mengisi segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak sebagaimana
klaim Herakleitos. Para filsuf tersebut dikenal sebagai filsuf monisme
yaitu pendirian bahwa realitas seluruhnya bersifat satu karena terdiri
dari satu unsur saja.
Para Filsuf berikut ini dikenal sebagai
filsuf pluralis, karena pandangannya yang menyatakan bahwa realitas
terdiri dari banyak unsur. Empedokles menyatakan bahwa realitas terdiri
dari empat rizomata (akar) yaitu api, udara, tanah dan air.
Perubahan-perubahan yang terjadi di alam dikendalikan oleh dua prinsip
yaitu cinta (Philotes) dan benci (Neikos). Empedokles juga menerangkan
bahwa pengenalan (manusia) berdasarkan prinsip yang sama mengenal yang
sama. Pruralis yang berikutnya adalah Anaxagoras, yang mengatakan bahwa
realitas adalah terdiri dari sejumlah tak terhingga spermata (benih).
Berbeda dari Empedokles yang mengatakan bahwa setiap unsur hanya
memiliki kualitasnya sendiri seperti api adalah panas dan air adalah
basah, Anaxagoras mengatakan bahwa segalanya terdapat dalam segalanya.
Karena itu rambut dan kuku bisa tumbuh dari daging. Perubahan yang
membuat benih-benih menjadi kosmos hanya berupa satu prinsip yaitu Nus
yang berarti roh atau rasio. Nus tidak tercampur dalam benih-benih dan
Nus mengenal serta mengusai segala sesuatu. Karena itu, Anaxagoras
dikatakan sebagai filsuf pertama yang membedakan antara “yang ruhani”
dan “yang jasmani”.
Pluralis Leukippos dan Demokritos juga
disebut sebagai filsuf atomis. Atomisme mengatakan bahwa realitas
terdiri dari banyak unsur yang tak dapat dibagi-bagi lagi, karenanya
unsur-unsur terakhir ini disebut atomos. Lebih lanjut dikatakan bahwa
atom-atom dibedakan melalui tiga cara: (seperti A dan N), urutannya
(seperti AN dan NA) dan posisinya (seperti N dan Z). Jumlah atom tidak
berhingga dan tidak mempunyai kualitas, sebagaimana pandangan Parmenides
atom-atom tidak dijadikan dan kekal. Tetapi Leukippos dan Demokritos
menerima ruang kosong sehingga memungkinkan adanya gerak. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari dua hal:
yang penuh yaitu atom-atom dan yang kosong.
Menurut Demokritos jiwa juga terdiri dari
atom-atom. Menurutnya proses pengenalan manusia tidak lain sebagai
interaksi antar atom. Setiap benda mengeluarkan eidola
(gambaran-gambaran kecil yang terdiri dari atom-atom dan berbentuk sama
seperti benda itu). Eidola ini masuk ke dalam panca indra dan
disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri dari atom-atom eidola.
Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan sebagainya, semua hanya
berkuantitatif belaka. Atom jiwa bersentuhan dengan atom licin
menyebabkan rasa manis, persentuhan dengan atom kesat menimbulkan rasa
pahit sedangkan sentuhan dengan atom berkecepatan tinggi menyebabkan
rasa panas, dan seterusnya.
Kaum Sofis dan Socrates.
Filsafat dalam periode ini ditandai oleh
ajarannya yang “membumi” dibandingkan ajaran-ajaran filsuf sebelumnya.
Seperti dikatakan Cicero –sastrawan Roma– bahwa Socrates telah
memindahkan filsafat dari langit ke atas bumi. Maksudnya, filsuf
pra-Socrates mengkonsentrasikan diri pada persoalan alam semesta
sedangkan Socrates mengarahkan obyek penelitiannya pada manusia di atas
bumi. Hal ini juga diikuti oleh para sofis. Seperti telah
disebutkan di depan, sofis (sophistes) mengalami kemerosotan makna.
Sophistes digunakan untuk menyebut guru-guru yang berkeliling dari kota
ke kota dan memainkan peran penting dalam masyarakat. Dalam dialog
Protagoras, Plato mengatakan bahwa para sofis merupakan pemilik warung yang menjual barang ruhani.
Sofis pertama adalah Protagoras,
menurutnya manusia ialah ukuran segala-galanya. Pandangan ini bisa
disebut “relativisme” artinya kebenaran tergantung pada manusia.
Berkaitan dengan relativisme ini maka diperlukan seni berdebat yang
memungkinkan orang membuat argumen yang paling lemah menjadi paling
kuat. Ajarannya tentang negara mengatakan bahwa setiap negara mempunyai
adat kebiasaan sendiri; seorang dewa berkunjung kepada manusia dan
memberi anugerah –keinsyafan akan keadilan dan aidos hormat pada orang
lain– yang memungkinkan manusia dapat hidup bersama. Filsuf berikutnya
adalah Gorgias yang mempertahankan tiga pendiriannya; 1) Tidak ada
sesuatupun, 2) Seandainya sesutu tidak ada, maka ia tidak dapat
dikenali, 3) Seandainya sesuatu dapat dikenali, maka hal itu tidak bisa
disampaikan kepada orang lain. Sofis Hippias berpandangan bahwa Physis
(kodrat) manusia merupakan dasar dari tingkah laku manusia dan susunan
masyarakat, bukannya undang-undang (nomos) karena undang-undang sering
kali memperkosa kodrat manusia. Sofis Prodikos mengatakan bahwa agama
merupakan penemuan manusia. Sedangkan Kritias berpendapat bahwa agama
ditemukan oleh penguasa-penguasa negara yang licik.
Sebagaimana para sofis, Socrates memulai
filsafatnya dengan bertitik tolak dari pengalaman keseharian dan
kehidupan kongkret. Perbedaannya terletak pada penolakan Socrates
terhadap relatifisme yang pada umumnya dianut para sofis. Menurut
Socrates tidak benar bahwa yang baik itu baik bagi warga negara Athena
dan lain lagi bagi warga negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai yang
sama bagi semua manusia, dan harus dijunjung tinggi oleh semua orang.
Pendirinya yang terkenal adalah pandangannya yang menyatakan bahwa
keutamaan (arete) adalah pengetahuan, pandangan ini kadang-kadang
disebut intelektualisme etis. Dengan demikian Socrates menciptakan suatu
etika yang berlaku bagi semua manusia. Sedang ilmu pengetahuan Socrates
menemukan metode induksi dan memperkenalkan definisi-definisi umum.
Plato.
Hampir semua karya Plato ditulis dalam
bentuk dialog dan Socrates diberi peran yang dominan dalam dialog
tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih yang
begitu. Pertama, sifat karyanya Socratik –Socrates berperan sentral–
dan diketahui bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya
jawab dengan teman-temannya di Athena. Dengan demikian, karya plato
dapat dipandang sebagai monumen bagi sang guru yang dikaguminya. Kedua,
berkaitan dengan anggapan plato mengenai filsafat. Menurutya, filsafat
pada intinya tidak lain daripada dialog, dan filsafat seolah-olah drama
yang hidup, yang tidak pernah selasai tetapi harus dimulai kembali.
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu
tentang idea, jiwa dan proses mengenal. Menurut Plato realitas terbagi
menjadi dua yaitu inderawi yang selalu berubah dan dunia idea yang tidak
pernah berubah. Idea merupakan sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan
oleh pikiran dan justru sebaliknya pikiran tergantung pada idea-idea
tersebut. Idea-idea berhubungan dengan dunia melalui tiga cara; Idea
hadir di dalam benda, idea-idea berpartisipasi dalam kongkret, dan idea
merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian
dunia ini pada gilirannya juga memberikam dua pengenalan. Pertama
pengenalan tentang idea; inilah pengenalan yang sebenarnya. Pengenalan
yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan
bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak
relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut
doxa (pendapat), dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan
ini dapat dicapai dengan panca indera. Dengan dua dunianya ini juga
Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratik yaitu
pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang ada-ada-nya
Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu berubah
sedangkan dunia idea tidak pernah berubah dan abadi.
Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika
itu baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut
dikatakan bahwa jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu
dengan badan, jiwa sudah mengalami pra eksistensi dimana ia memandang
idea-idea. Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut berteori
bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis)
terhadap idea-idea yang telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran
Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga
mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan jiwa
dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia.
Plato juga membuat uraian tentang negara.
Tetapi jasanya terbesar adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan
ilmiah. Sekolahnya diberi nama “Akademia” yang paling didedikasikan
kepada pahlawan yang bernama Akademos. Mata pelajaran yang paling
diperhatikan adalah ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di pintu masuk
akademia terdapat tulisan; “yang belum mempelajari matematika janganlah
masuk di sini”.
Aristoteles.
Ia berpendapat bahwa seorang tidak dapat
mengetahui suatu obyek jika ia tidak dapat mengatakan pengetahuan itu
pada orang lain. Barangkali dengan pandangannya yang seperti ini jumlah
karyanya sangat banyak bisa dijelaskan. Spektrum pengetahuan yang
diminati oleh Aristoteles luas sekali, barangkali seluas lapangan
pengetahuan itu sendiri.
Aristoteles berpendapat bahwa logika
tidak termasuk ilmu pengetahuan tersendiri, tetapi mendahului ilmu
pengetahuan sebagai persiapan berfikir secara ilmiah. Untuk pertama
kalinya dalam sejarah, logika diuraikan secara sistematis. Tidak dapat
dibantah bahwa logika Aristoteles memainkan peranan penting dalam
sejarah intelektual manusia; tidaklah berlebihan bila Immanuel Kant
mengatakan bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkahpun.
Mengenai pengetahuan, Aristoteles
mengatakan bahwa pengetahuan dapat dihasilkan melalui jalan induksi dan
jalan deduksi, Induksi mengandalkan panca indera yang “lemah”, sedangkan
deduksi lepas dari pengetahuan inderawi. Karena itu dalam logikanya
Aristoteles sangat banyak memberi tempat pada deduksi yang dipandangnya
sebagai jalan sempurna menuju
pengetahuan baru. Salah satu cara Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah Syllogismos (silogosme).
a. Fisika
Di dalam fisikanya, Aristoteles
mempelajari dan membagi gerak (kinetis) menjadi dua; gerak spontan dan
gerak karena kekerasan. Gerak spontan yang diartikan sebagai perubahan
secara umum dikelompokkan menjadi gerak subsitusional yakni sesuatu
menjadi sesuatu yang lain seperti seekor anjing mati dan gerak
aksidental yakni perubahan yang menyangkut salah satu aspek saja. Gerak
aksidental ini berlangsung melalui tiga cara; yaitu gerak lokal seperti
meja pindah dari satu tempat ke tempat lain, gerak kualitatif seperti
daun hijau menjadi kuning, dan gerak kuantitatif seperti pohon tumbuh
membesar. Dalam setiap gerak ada 1) keadaan terdahulu, 2) keadaan baru,
dan 3) substratum yang tetap. Sebagai contoh air dingin menjadi panas;
dengan dingin sebagai keadaan terlebih dahulu, panas sebagai keadaan
baru dan air sebagai substratum.
Analisa gerak ini menuntut kita
membedakan antara aktus dan potensi. Dalam fase pertama panas menjadi
potensi air dan pada fase kedua panas manjadi aktus. Aristoteles juga
mengintrodusir pengertian bentuk (morphe atau eidos) dan materi (hyle)
ke dalam analisa geraknya. Dalam contoh air dingin menjadi panas, air
sebagai hyle dan dingin serta panas sebagai morphe.
Aristoteles berpendapat behwa setiap
kejadian mempunyai empat sebab yang harus disebut. Keempat sebab
tersebut adalah penyebab efisien sebagai sumber kejadian, penyebab final
sebagai tujuan atau arah kejadian, penyebab material sebagai bahan
tempat kejadian tempat berlangsung dan penyebab formal sebagai bentuk
menyusun bahan. Keempat kejadian ini berlaku untuk semua kejadian
alamiah maupun yang disebabkan oleh manusia.
Aristoteles juga membicarakan phisis
sebagai prinsip perkembangan yang terdapat dalam semua benda alamiah.
Semua benda mempunyai sumber gerak atau diam dalam dirinya sendiri.
Pohon kecil tumbuh besar karena phisisnya, pohon tetap tinggal pohon
berkat phisis atau kodratnya. Mengenai alam, Aristoteles berpendirian
bahwa dunia ini bergantung pada tujuan (telos) itu. Ia mengatakan “Alam
tidak membuat sesuatupun dengan sia-sia dan tidak membuat sesuatu yang
berlebihan”, atau katanya lagi: “Alam berindak seolah-olah ia
mengetahui konsekuensi perbuatannya”. Teologi ini mencakup juga alam
yang tidak hidup yang terdiri dari empat anasir api, udara, air dan
tanah. Aristoteles mengatakan bahwa setiap anasir menuju ketempat
kodratinya (locus naturalis).
Berkaitan dengan jagat raya Aristoteles
mengatakan bahwa kosmos terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah sublunar
(di bawah bulan) dan wilayah yang meliputi bulan, planet-planet dan
bintang-bintang. Jagat raya berbentuk bola dan terbatas, tetapi tidak
mempunyai permulaan dan kekal. Badan-badan jagat raya diluar bumi semua
terdiri dari anasir kelima yaitu ether yang tidak dapat dimusnahkan dan
tidak dapat berubah menjadi anasir lain. Gerak kodrati anasir ini adalah
melingkar. Berkaitan dengan jagat raya ini Aristoteles mempunyai
pandangan yang masyhur mengenai penggerak pertama yang tidak digerakkan.
b. Psikologi
Menurut Aristoteles jiwa dan badan
dipandang sebagai dua aspek dari satu substansi. Badan adalah materi dan
jiwa dalam bentuk dan masing-masing berperan sebagai potensi dan
aktus. Pada manusia, jiwa dan tumbuh merupakan dua aspek dari substansi
yang sama yakni manusia. Anggapan ini mempunyai konsekuensi bahwa jiwa
tidak kekal karena jiwa tidak dapat hidup tanpa materi.
Potensi dan aktus juga mempunyai dalam
pengenalan inderawi. Kita menerima bentuk tanpa materi. Pengenalan
inderawi tidak lain adalah peralihan dari potensi ke aktus suatu organ
tubuh dari aktus obyek. Sebagaimana proses pengenalan inderawi dalam
pengenalan rasional bentuk tepatnya bentuk intelektual diterima oleh
rasio. Bentuk intelektual ialah bentuk hakikat atau esensi suatu benda.
Fungsi rasio dibagi menjadi dua macam yaitu rasio pasif (nus pathetikos)
yang menerima esensi dan rasio aktif (nus poitikos) yang “membentuk”
esensi.
c. Metafisika
Ta meta ta physica berarti hal-hal
sesudah hak-hal fisis. Metafisika merupakan pengetahuan yang semata-mata
berkaitan dengan tuhan dan fenomena yang terpisah dari alam. Di dalam
Metaphysica-nya Aristoteles membahas Penggerak Utama. Gerak utama di
jagat raya tidak mempunyai permulaan maupun penghabisan. Karena setiap
sesuatu yang bergerak, digerakkan oleh sesuatu yang lain perlulah
menerima satu Penggerak Pertama yang menyebabkan gerak itu, tetapi ia
sendiri tidak digerakkan. Penggerak ini sama sekali lepas dari materi,
karena segalanya yang mempunyai meteri mempunyai potensi untuk bergerak.
Allah sebagai Penggerak Pertama tidak mempunyai potensi apapun juga dan
Allah harus dianggap sebagai aktus murni. Allah bersifat immaterial
atau tak badani, Ia harus disamakan
dengan kesadaran atau pemikirannya.
Karena itu aktifitas-Nya tidak lain adalah berpikir saja dan Allah
merupakan pemikiran yang memandang pemikirannya. Allah sebagai penyebab
final dari gerak jagat raya ini; segala sesuatu pengejar penggerak yang
sempurna dan Ia menggerakkan karena dicintai.
Ajaran lain dari Aristoteles adalah
tentang filsafat praktis yaitu etika dan politika. Lanjut di sini. Dalam
filsafat, Aristoteles disebut sebagai tokoh madzhab peripatis
(peripatos, berjalan-jalan) yang menyadarkan diri pada deduksi untuk
memperoleh kebijaksanaan. Sedangkan gurunya, Plato merupakan tokoh
madzhab illuminasionis yang juga mengandalkan jalan hati, asketisme dan
penyucian jiwa dalam menyingkap realitas.
No comments:
Post a Comment