OLEH : AHMAD SHOLIHIN
A. Islam Sebagai Pedoman Hidup
Islam kata turunan (Jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan, (Kepada Kehendak Allah). Islam berasal dari kata Salama artinya patuh atau menerima, berakar dari huruf Sin, Lam, Mim, (S – L – M). [1]
Menurut ilmu bahasa (etimologi), islam berasal dari bahasa Arab yaitu kata Salim yang berarti “Selamat Sentosa”. Dari asal kata itu dibentuk kata Aslama yang berarti menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.
Secara terminologis, islam berarti
ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui rasul, atau
lebih tegas lagi islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan
Tuhan kepada manusia melalui nabi Muhammad Saw. [2]
Demikian analisis
makna perkataan islam. Intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh dan
taat dengan sepenuh hati manusia itu, manfaatnya bukanlah untuk Allah
sendiri tetapi untuk kemaslahatan manusia dan lingkungan hidupnya. Oleh
karena itu islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia baik
duniawi maupun ukhrawi.
Berbicara tentang islam berarti sangat berhubungan dengan pelaksanaan ajaran islam itu sendiri, dimana membicarakan tentang ketaatan kepada Allah dan patuh terhadap hukum-hukumnya dan perintah-perintah-Nya. Agama merupakan ferleksi iman yang tidak hanya terbukti dalam keyakianan dan ucapan saja, tetapi agama merefleksikan sejauh mana iman itu terealisasikan dengan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dikarenakan pelaksanaan ajaran agama pada ummat islam merupakan suatu kewajiban dimana ajaran islam itu dijadikan sebagai tujuan hidupnya.
Dengan demikian jelaslah bahwa
pengamalan atau pelaksanaan ajaran islam merupakan kewajiban yang harus
ditunaikan bagi orang yang mengaku dirinya sebagai orang islam dan
menjadikan islam tersebut tujuan hidupnya, karena memang manusia
diciptakan oleh Allah tidak lain hanyalah beribadah dan menyembah kepada
Allah. Sebagai Firman Allah dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56 yaitu:
????? ???????? ???????? ??????????? ?????? ?????????????
Terjemahannya:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.[3]
Berdasarkan ayat diatas bahwa semua
makhluk, baik itu jin maupun manusia tanpa terkecuali mempunyai tugas
dan tanggung jawab yang sama yaitu menyembah dan mengabdi kepada Allah
Swt dengan segala tenaga, harta dan jiwa. Mengamalkan ajaran islam
sesuai dengan ketentuan kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dengan
demikian jelaslah bahwa pengamalan atau pelaksanaan ajaran islam sangat
penting artinya bagi kehidupan seorang hamba, karena pengamalan atau
pelaksanaan ajaran islam itu merupakan realisasi dari kesadaran beragama
seseorang. Mereka sadar akan tanggung jawabnya sebagai pemeluk agama
dimana syariat agama dituntut banyak hal kepadanya, baik yang menyangkut
hubungannya kepada Allah maupun sesama manusia serta alam sekitarnya.
Sesuai dengan konsep pendidikan islam itu sendiri, yang penjabarannya
sebagai berikut:
- Pendidikan islam mencakup semua dimensi manusia sebagai mana ditentukan oleh islam.
- 2. Pendidikan islam menjangkau pendidikan di dunia dan di akhirat secara berimbang.
- 3. Pendidikan islam memperhatikan manusia dalam semua gerak kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan dengan orang lain.
- 4. Pendidikan islam berlanjut sepanjang hayat mulai dari manusia sebagai janin dalam kandungan ibunya, sampai kepada berakhirnya hidup di dunia ini.
- 5. Maka kurikulum pendidikan islam, akan menghasilkan manusia yang memperoleh hak di dunia dan hak di akhirat nanti. [4]
Sementara itu, tujuan pendidikan islam secara garis besarnya adalah untuk
membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh
aspek kehidupannya, baik dari segi perbuatan, pikiran, dan perasaannya.
B. Dasar – Dasar Pendidikan Agama Bagi Anak
Ketika seorang anak pertama kali lahir
ke dunia dan melihat apa yang ada di dalam rumah dan sekelilingnya,
tergambar dalam benaknya sosok awal dari sebuah gambaran kehidupan.
Bagaimana awalnya dia harus bisa melangkah dalam hidupnya didunia ini.
Jiwanya yang masih suci dan bersih akan menerima segala bentuk apa saja
yang datang mempengaruhinya. Maka sang anak akan dibentuk oleh setiap
pengaruh yang datang dalam dirinya. Dalam hal ini Imam Ghazali
mengatakan:
Bayi itu merupakan amanat bagi kedua
orang tuanya, hatinya suci dan bersih. Jika dibiasakan dan diajarkan
kebaikan, ia akan tumbuh dengan kebiasaan, pengajaran, dan berbahagia di
dunia dan di akhirat. [5]
Dengan demikaian orang tua harus
berusaha semaksimal mungkin agar anak mendapatkan pendidikan agama yang
baik dan terbiasa melaksanakannya. Berbicara tentang terbiasa
melaksanakan berarti menyangkut metode keteladanan, metode keteladanan
dalam pembiasaan merupakan suatu metode yang digunakan untuk
merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang
baik kepada anak agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental
dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, aklak, kesenian
dan lain-lain. [6]
Oleh karena itu yang perlu kita ketahui adalah Bentuk-bentuk
pelaksanaan Ajaran islam atau Dasar – dasar pendidikan agama bagi anak
yaitu sebagai berikut:
- a. Pembinaan Aqidah pada Anak
Aqidah secara bahasa berarti ikatan,
secara terminologi berarti landasan yang mengikat yaitu keimanan. Aqidah
juga sebagai ketentuan dasar mengenai keimanan seorang muslim, landasan
dari segala prilakunya, bahkan aqidah sebenarnya merupakan landasan
bagi ketentuan syariah yang merupakan pedoman bagi seseorang berprilaku
di muka bumi. [7]
Aqidah memiliki enam Aspek yaitu:
keimanan pada Allah, pada para Malaikat-Nya, iman kepada para Rasul
utusan-Nya, pada hari akhir, dan iman kepada ketentuan yang telah
dikehendaki-Nya. Apakah ini takdir baik atau takdir buruk. Dan seluruh
Aspek ini merupakan hal yang gaib. Kita tidak mampu menangkapnya dengan
panca indra kita. [8]
Seperti yang telah dijelaskan di atas
maka kita akan menemukan lima pola dasar pembinaan aqidah anak seperti :
Membacakan kalimat tauhid pada Anak, menanamkan kecintaan mereka pada
Allah, pada Rasulullah Muhammad SAW, mengajarkan Al-qur’an dan
menanamkan nilai perjuangan rasul serta pengorbanan beliau pada mereka.
Imam Al- Gazali menjelaskan secara
khusus bagaimana menanamkan keimanan pada anak. Belaiau berkata,
“Langkah pertama yang bisa diberikan kepada mereka dalam menanamkan
keimanan adalah dengan memberikan hafalan. Sebab proses pemahaman harus
diawali dengan hafalan terlebih dahulu. Ketika anak hafal akan sesuatu
kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan
akhirnya anak akan membenarkan apa yang telah dia yakini sebelumnya.
Inilah proses pembenaran dalam sebuah keimanan yang dialami anak pada
umumnya. [9]
Dalam proses penanaman Aqidah ini, kita
dapat perlu mengajarkan pada anak bagaimana cara mereka berbicara atau
menjelaskan tentang pemahaman mereka terhadap Aqidah. Tapi cukuplah bagi
mereka untuk menyibukkan diri dengan banyak membaca Al-Qur’an,
mempelajari tafsirnya, juga hadis-hadis Rasulullah SAW serta sibukkan
mereka dengan amalan – amalan keseharian dalam ibadah ritual. Dengan
demikian secara tidak langsung akan timbul keyakinan dengan sendirinya
dalam diri anak ketika mereka tengah membaca Al-qur’an dan hadis.
Adapun langkah-langkah yang mesti kita lakukan untuk membentuk Aqidah anak adalah sebagai berikut:
- Mendiktekan kalimat Tauhid pada Anak
Diriwayatkan oleh Al- Hakim dari Ibnu
Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jadikanlah kata-kata pertama
yang diucapkan oleh seorang anak adalah Tauhid yaitu kalimat “La Ilaha Illallah” . dan bacakanlah kepada mereka ketika menjelang maut. [10]
Zakiah Darajat berpendapat bahwa “anak
yang sering mendengar orang tuanya mengucapkan nama Allah, maka ia akan
mulai mengenal nama Allah. Hal ini kemudian, mendorong tumbuhnya jiwa
keagamaan pada anak tersebut. [11]
Dan diriwayatkan pula oleh “Abdur Razzaq
dalam kitabnya shannaf (Jil. IV. Hlm 334). Dari Abdul Karim Abu
Umayyah, dia berkata: “Aku Rasulullah SAW mengajarkan anak-anak dari
bani hasim yang telah mampu mengucapkan kata – kata sebanyak 7 kali dari
kalimat: (QS. Al-Isra’ [17]: 111) yaitu
Terjemahannya:
Dan katakanlah segala puji bagi Allah
yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya
dan dia bukan para hina yang memerlukan pertolongan. Dan agungkanlah dia
dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”. [12]
Disebutkan dalam sejarah perjalanan
Rasulullah, bahwa beliau lebih memusatkan perhatiannya terhadap
perkembangan anak kecil, dengan upaya-Nya dalam memperhatikan mereka,
Rasulullah terjun langsung dalam mengajarkan tentang islam. Hingga
akhirnya dalam diri Ali yang usianya masih relative muda, tapi semangat
juangnya sudah tertanam dengan kuat. [13]
- Menanamkan kecintaan Anak kepada Allah, senantiasa meminta pertolongan dan pengawasan hanya kepada Allah serta yakin akan ketentuan Allah SWT.
Setiap anak pernah merasakan sebuah
persoalan dalam hidupnya. Baik persoalan kewajibannya, dalam hubungan
social masyarakat, ataupun dalam lingkungan pendidikannya. Anak pun akan
mengekspresikan persoalan yang sedang dihadapinya dengan cara yang
berbeda satu sama lain. Sebagian menggunakan perasaannya yang sangat
halus, sebagian anak lain mungkin mewujudkannya dalam bentuk tingkah
laku dan lain sebagainya. Maka dengan cara bagaimana kita mampu
mengatasi persoalan dari dalam jiwa mereka yang begitu beragam? Dan
apakah ada sebuah metode pemecahan masalah agar sang anak mampu
mengatasi dengan baik?
Islam memberikan jawabannya yang tepat.
Yaitu dengan menanamkan kecintaan anak pada zat yang maha Agung dan maha
kuasa. Allah SWT yang akan memberikan pertolongan kepada siapa saja
yang dikehendakinya, yang selalu mengawasi segala apa saja yang kita
lakukan. Dan menanamkan keyakinan pada anak akan adanya takdir atau
kehendak Allah berupa kebaikan atau keburukan. Inilah ajaran terpenting
Rasulullah SAW. Selaku utusan Allah yang telah diberikan kepada ummatnya
yang tiada seorangpun mampu menciptakan ajaran semacam ini. [14]
Oleh karena itu apa bila sang anak telah
dapat menghayati bentuk- bentuk keimanan tadi, dan anak telah memiliki
keyakinan yang kuat serta memiliki pengetahuan tentang penciptanya
dengan baik, niscaya segala bentuk persoalan yang akan dihadapi tidak
akan membuatnya resah ataupun gelisah. Keimanan yang sudah melekat di
dalam dada mereka yang akan membuatnya mampu menghadapi persoalan hidup
yang sedang dihadapinya hingga masa dewasanya kelak.
- Menanamkan kecintaan Anak pada Nabi Muhammad SAW.
Kecintaan pada Rasulullah SAW merupakan
perwujudan bentuk persaksian umat islam yang kedua yaitu kesaksian akan
Muhammad SAW selaku utusan Allah yang diturunkan kebumi ini. Para ulama
besar terdahulu dan penerusnya telah berupaya untuk mencurahkan
perhatiannya yang cukup serius dalam menanamkan kecintaan anak pada
NabiSAW yang menjadi contoh teladan terbaik dalam seluruh ummat manusia
di muka bumi ini. Sebab apa bila telah tertanam dalam jiwa anak
kecintaannya pada Nabi SAW, akan menambah kecintaan anak pada agama
Allah.
Apa bila kita mencoba untuk mengamati
perkembangan anak secara teliti, akan kita temukan bahwa pada masa –
masa anak belum mencapai usia baliq terdapat suatu kecendrungan kuat
dalam diri anak untuk mencapai tokoh yang dianggapnya paling hebat dalam
segala hal, agar anak itu bisa menirunya dan bertindak seolah-olah dia
juga memiliki kehebatan seperti apa yang telah dimiliki oleh tokoh yang
ia kaguminya. Maka oleh karena itu pendidikan islam memiliki sebuah
metode yang sangat hebat dalam menyalurkan kecendrungan anak tersebut
dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai tokoh yang dikagumi karena
memiliki sifat – sifat yang tidak dimiliki oleh orang lain selain
beliau. Sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Thabrani, ibnu Najjar dan
Ad. Dailani dari Ali bin Abi Thalib k. w. bahwasanya Rasulullah SAW
Bersabda : “Didiklah anak-anakmu untuk melakukan 3 hal ini, mencintai
Nabinya, mencintai keluarga nabi, dan membaca Al-qur’an” berkata
Al-manawi bahwa hadis ini dhaif. Begitu juga dengan firman Allah Swt.,
di dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 21 disebutkan:
Terjemahannya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. [15]
b. Pembinaan Ibadah pada Anak
Pembinaan anak dalam beribadah dianggap
sebagai penyempurna dari pembinaan Aqidah karena nilai ibadah yang
didapat oleh anak akan dapat menambah keyakinan akan kebenaran ajarannya
atau dalam istilah lain, semakin tinggi nilai ibadah yang ia miliki,
akan semakin tinggi pula keimanannya. Maka bentu ibadah yang dilakukan
anak bisa dikatakan sebagai cerminan atau bukti nyata dari Aqidahnya.
Pabila kita mati telah dalam lagi arti
ibadah dimata manusia, akan kita temukan bahwa ternyata bentuk
pengabdian ini semata-mata merupakan fitra setiap manusia yang
dihadirkan Allah. Oleh karena itu kewajiban orang tua atau pendidik
adalah mengarahkan kembali fitra pengabdian anak pada sang khalik yang
telah tertanam sejak ditiupkannya ruh Allah padanya ketika dia masih
berada di dalam kandungan ibunya.
Masa kecil anak bukanlah masa pembebanan
atau pemberian kewajiban, tapi merupakan masa persiapan, latihan dan
pembiasaan. Sehingga ketika mereka sudah memasuki masa dewasa yaitu pada
saat mereka mendapatkan kewajiban dalam beribadah, segala jenis ibadah
yang Allah wajibkan dapat mereka lakukan dengan penuh kesadaran dan
keikhlasan. Karena sebelumnya mereka sudah terbiasa melakukan ibadah
tersebut.
Bentuk pengabdian seorang hamba terhadap
Tuhannya atau dalam istilah khusus yaitu ibadah memiliki pengaruh yang
sangat menakjubkan dalam diri anak. Pada saat anak melakukan salah satu
ibadah itu, secara tidak disadari ada dorongan kekuatan yang membuat dia
merasa tenang dan tentram.
Pembinaan dalam beribadah bagi anak ini terbagi dalam 4 dasar pembinaan, yang uraiannya adalah sebagai berikut:
- Pembinaan Shalat
Pembinaan shalat ini bertahap mulai dari
perintah melaksanakan shalat, anak mulai dikenalkan adanya kewajiban
dalam melaksanakan shalat baik itu syarat sah shalat maupun rukun-rukun
shalat serta larangan-larangannya, membiasakan anak menghadiri shalat
jum’at, membawa anak ikut kemasjid dan mengikat anak dengan masjid.
Dengan adanya upaya seperti diatas maka
semakin besar harapan masyarakat pada zaman ini untuk dapat melihat
lahirnya sebuah genersi baru yang cemerlang, generasi yang didalamnya
terdapat orang-orang yang telah mengabdikan diri sepenuhnya untuk
berjalan diatas kebenaran.
- Pembinaan Ibadah Puasa
Puasa merupakan ibadah ritual yang
berhubungan erat dengan proses peningkatan ruh dan jasad. Didalam ibadah
ini anak diajark untuk mengenal semakin dalam makna sebenarnya dari
bentuk keihlasan dihadapan Allah SWT karena puasa bukan hanya
mengajarkan anak untuk menahan diri dari haus dan lapar saja tapi juga
dilatih untuk selalu bersikap sabar dan tabah.
- Pembinaan mengenai Ibadah Haji
Ibadah haji sama dengan rukun ibadah
yang lainnya, tidak diwajibkan sepenuhnya pada anak. Melainkan sebagai
sarana untuk melatih diri anak agar terbiasa dalam melaksanakan bentuk
ibadah yang memerlukan ketabahan fisik yang kuat.
Sebagaimana kita ketahui pula bahwa haji
merupakan bentuk ibadah yang penuh dengan berbagai macam kesulitan dan
kepayahan dalam melaksanakan rangkaian ibadah tersebut. Maka dengan
dilaksanakannya ibadah tersebut semenjak usia anak masih kecil,
diharapkan pada saat mencapai dewasa nanti, dia akan mulai terbiasa dan
tidak lagi dianggap sebagai bentuk ibadah yang berat baginya. [16]
- Pembinaan Ibadah Zakat
Salah satu bentuk pembinaan ibadah
lainnya adalah mengenalkan anak pada rukun ibadah yaitu mengeluarkan
Zakat fitra yang merupakan bentuk kewajiban setiap muslim, tidak
memandang umur atau jenis kelamin. Dengan mengeluarkan zakat ini, anak
dikenalkan pada bentuk penyucian harta dan diri. Maka anak pun akan
belajar mengenal arti tolong menolong yang merupakan kewajiban setiap
manusia. Karena harta yang dikeluarkan akan disalurkan kepada mereka
yang membutuhkan.
- c. Pembinaan Akhlak pada Anak
Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya khuluqun
yang berarti: perangai, adat, atau khalqun yang berarti kejadian,
buatan, ciptaan. Jadi secara Atimologi akhlak itu berarti perangai,
adat, tabiat, atau system prilaku yang dibuat.[17]
Akhlak karenanya secara kebiasaan bisa
baik ataupun buruk. Tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai
landasannya. Meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah
mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang yang
berakhlak baik.
Adapun pembinaan Akhlak kepada anak, yaitu:
1. Pembinaan Budi Pekerti dan Sopan Santun.
Tirmizi meriwayatkan dari Sa’id bin ‘Ash, Rasulullah SAW. Bersabda “Tidak ada pemberian seorang bapak pada anaknya yang lebih baik dari budi pekerti yang luhur”.
Oleh karena itulah Ali Al-Madani berkata, “Mewariskan budi pekerti yang
luhur kepada anak, adalah lebih baik dari pada mewariskan harta
kepadanya, karena budi pekerti yang luhur dapat memberikan harta dan
kemuliaan dan rasa cinta terhadap para saudara. Lebih jelasnya, budi
pekerti yang luhur dapat memberikan kenikmatan dunia dan akhirat.[18]
Adapun adab dan budi pekerti yang diajarkan oleh Rasulullah antara lain
adalah: (a). Sopan santun terhadap orang tua, baik adab berbicara
dengan orang tua, maupun adab memandang orang tua. (b). Sopan santun
terhadap ulama. (c). Etika menghormati orang yang lebih tua. (d). Etika
Bersaudara. (e). Etika Bertetangga. (f). Etika ketika makan. Dan
sebaganya.
- Pembinaan Bersikap Jujur
Bersikap jujur merupakan dasar pembinaan
akhlak yang sangat penting dalam ajaran islam ini. Dan bersikap seperti
ini memerlukan perjuangan yang tidak ringan , karena banyaknya godaan
dari lingkungan sekitar yang membuat untuk tidak bersikap jujur. Oleh
karena itu Rasulullah SAW begitu memperhatikan pendidikan kejujuran ini
dengan membinanya sejak usia anak masih sangat kecil.[19]
- Pembinaan menjaga Rahasia
Rasulullah SAW begitu perhjatian penuh
dalam membentuk anak yang bisa menjaga rahasia. Karena sikap seperti ini
merupakan perwujudan dari keteguhan anak dalam membela kebenaran. Anak
akan mampu hidup ditengah masyarakat dengan penuh percaya diri dan
masyarakatpun akan mempercayaianya.[20]
- Pembinaan menjaga kepercayaan
Al- Amanah atau kepercayaan merupakan
sifat dasar Rasulullah SAW yang telah beliau miliki sejak usia kecil
hingga masa kerasulannya. Sampai kaum Musyrik menjuluki beliau dengan
sebutan “Orang jujur dan dipercaya”atau dalam istilah lain “Al-Shadiq Al- Amin. Contoh
teladan ini seperti ini yang mesti ditiru oleh setiap generasi Muslim
pada masa sekarang ini. Karena dasar kepercayaan inilah yang menjadi
salah satu criteria suksesnya dakwah islam dimanapun berada.[21]
- Pembinaan Menjauhi Sifat dengki.
Bersihnya hati anak dari rasa iri atau
dengki merupakan salah satu bentuk pembinaan yang menjadi sasaran utama
orang tua terhadap anaknya. Karena dengan hilangnya sifat dengki yang
ada dalam jiwanya, anak akan memiliki pribadi yang luhur dan selalu
mencintai kebaikan ditengah-tengah masyarakat dan selalu tegar dari
gangguan penyakit hati orang – orang disekitarnya. Demikian Rasulullah
SAW selalu mengajarkan anak – anak para sahabatnya untuk menjauhi sifat
dengki dan bersikap lapang dada terhadap orang-orang yang berniat buruk
padanya, serta mengosongkan hatinya dari gangguan setan.
- C. Urgensi Pembinaan Kehidupan Beragama Bagi Anak
Dalam kehidupan sehari-hari, sangat
banyak sekali kebiasaan yang berlangsung otomatis dalam bertingkah laku.
Oleh karena itu pembinaan kehidupan beragama melalui proses pendidikan
yang baik akan sangat berpengaruh dari genersi ke generasi sehingga
membudaya dalam kehidupan.
Pembinaan kehidupan beragama sangat penting bagi anak, sebagai mana yang dikatakan oleh Zakiah Darajat bahwa:
Pembinaan moral dan agama bagi generasi
muda tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama. Karena nilai-nilai
moral yang tegas, pasti, dan tetap, tidak berubah karena keadaan,
tempat, dan waktu atau nilai yang bersumber kepada agama. Oleh karena
itu dalam pembinaan generasi muda, kehidupan moral dan agama harus
sejalan dan mendapat perhatian yang serius. [22]
Sehubungan dengan yang telah dikatakan
oleh Zakiah Darajat diatas maka apabila kita mengamati lembar demi
lembar Al- Qur’an maka kita akan temukan bahwa setiap nabi dan rasul
selalu memperhatikan keselamatan Aqidah anak – anaknya. Diantaranya
disebutkan dalam salah satu firman Allah (Q.S.Al-Baqarah [2]: 132 yaitu:
???????? ????? ???????????? ???????
??????????? ?????????? ????? ??????? ???????? ?????? ???????? ?????
?????????? ?????? ?????????? ???????????
Terjemahannya:
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu
kepada Anak-anaknya, demikian pula Yaqub”. (Ibrahim berkata): “Hai
Anakk, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.[23]
Dalam Ayat lain Luqman memberitakan Nasiat pada anaknya tentang keimanan: (Q.S. Al-Luqman [31]:16) Yaitu:
Terjemahannya:
Luqman Berkata: “Hai Anakku,sesungguhnya
jika ada (suatu perbuatan) sebesar biji sawi, dan berada didalam batu
atau langit atau di dalam bumi, Niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasnya), sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui” [24].
Kita perhatikan pula Ayat-ayat Allah
dlam surah Al-Ikhlas yang menggambarkan tentang ke Esaan Allah melalui
pertimbangan akal manusia. Surah Al-Kafirun yang juga menggambarkan
tentang ke imanan lewat akal perbuatan. Kedua surah ini merupakan bentuk
skenario Allah yang diberikan kepada Manusia, dengan menjadikannya
dalam bagian surah yang pendek agar anak yang sedang memulai pertumbuhan
jasadnya mampu menghafal surah-surah pendek tersebut.[25]
Begitu pentingnya pembinaan kehidupan
beragama pada anak, membuat perhatian Rasulullah SAW begitu besar
terhadap kemajuan ummat. Seperti saat Nabi mengunjungi anak kecil yang
sedang sakit sambil beliau berdakwa, dengan cara menyuruh kepada anak
itu untuk memeluk agama Islam dihadapan orang tuanya.
Diriwayatkan pula oleh imam Abdur Razzaq
dalam kitab Mashannaf-Nya (Jil. VI, hlm 34) diceritakan bahwa
Rasulullah SAW memiliki tetangga seorang yahudi yang baik, ketika orang
yahudi itu sakit, beliau mengunjunginya dengan mengajak beberapa
sahabatnya. Rasulullah SAW kemudian berkata pada pemuda yahudi yang
telah menderita sakit itu “Apakah Engkau mau bersaksi bahwa sesungguhnya
tidak ada tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan
Allah”. Pemuda itupun mengucapkan dua Kalimat Syahadat dan beberapa saat
kemudian matilah pemuda yang telah menjadi muslim.[26]
Para ulama besar terdahulu turut
menjalankan apa yang nabi SAW ajarkan dalam dakwah mereka terhadap anak.
Seperti yang telah dilakukan “Umar Bin Khaththab” beliau melarang
orang-orang yahudi dan Nasraniyang berada dibawah kekuasaan islam untuk
mengajak anak-anak mereka agar memasuki agama orang tuanya yang Nasrani.[27]
- D. Pengaruh Pembinaan Kehidupan Beragama Bagi Anak.
Dengan adanya pembinaan kehidupan
beragama bagi anak, dapat memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan
anak. Baik dari segi budaya, social dan Religi. Adapun uraiannya
sebagai berikut:
1. Pengaruh dari segi sosial :
Seperti yang dikemukaan oleh Muh. Nur
Abdul Hanizh bahwa Pembinaan membuat anak bisa bersikap benar dalam
pergaulannya dengan masyarakat disekitarnya, baik bergaul dengan anak
seusianya, maupun dalam adab kesopanan terhadap orang yang lebih dewasa.[28]
Anak dapat berkelakuan yang sesuai
dengan ukuran – ukuran (Nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari
hatinya sendiri, bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa
tanggung jawab atas kelakuan (Tindakan) tersebut. Tindakan itu haruslah
mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan atau keinginan
pribadi.[29]
Menurut Ibn Miskawaih (abad ke-X M)
bahwa segala perbuatan anak, baik itu saling tolong menolong dan lain
sebagainya adalah sesuatu keinginan yang lahir dengan mudah dari jiwa
anak dengan tulus tanpa memerlikan pertimbangan dan pemikiran lagi.
Inilah Pengaruh pembinaan kehidupan beragama bagi anak terhadap
kehidupan sosialnya.[30]
- Pengaruh dari segi Religi:
Dengan adanya pembinaan kehidupan
beragama pada anak, maka: (a). Anak yakin dan percaya terhadap adanya
Tuhan (Allah) serta Kekuatan Tuhan yang dapat melindungi dan memberi
pertolongan terhadap ummatnya. (b). Anak mampu melakukan hubungan yang
sebaik-baiknya dengan Tuhan, guna mencapai kesejahteraan hidup didunia
dan di akhirat. (c). Anak dapat mencintai dan melaksanakan perintah
serta menjauhi larangan tuhan dengan jalan beribadah yang
setulus-tulusnya.(d). Anak yakin dan percaya adanya hal-hal yang
dianggap suci dan sacral, seperti: Kitab suci, Tempat ibadah, dan
sebagainya.[31]
- Pengaruh dari segi Budaya:
Dengan pembinaan agama tersebut anak
bisa menjaga diri dari kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi
muda serta terhindar dari derasnya arus budaya yang negatif. Yang banyak
di salurkan melalui beberapa media, baik itu melalui bacaan-bacaan,
lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan dan lain sebagainya.[32]
Dengan demikian pembinaan Etika, moral,
kaidah agama yang diberikan pada anak memiliki banyak peran dalam
membimbing anak menuju terbentuknya masyarakat yang sejahtera lahir
maupun batin, termasuk dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.
[1] Mahmud Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2000). h.49
[2] Nasaruddin Razak, Dinul Islam,al-Ma’arif, (Cet. II; Bandung: Al-Ma’arif, 1977). h.55
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang; Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an: CV. Toha Putra, 1989), h. 341
[4] Zakiah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Cet. II; Jakarta: Ruhama, 1995), h.35
[5] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah
Al-Aulad fi Al-Islam, diterjemahkan oleh Khalilullah amhad Masykur
Hakim denganjudul Pendidikan Anak menurut Islam Kaedah-kaedah Dasar, (Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h.160
[6] Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. II; Jakarta: Logos, 1999), h.185
[7] Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Dasar-dasar Agama Islam, (Cet.VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.317
[8] Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Cet.II; Kairo: Al-Bayan,1988), h. 109
[9] Ibid., h. 110
[10] Ibid., h. 115
[11] Zakiah Darajat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta; Bulan Bintang: 1976), h.87
[12] Majelis Ulama Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta; TIM DISBINTALAD: PT. Sari Agung, 1994), h. 549
[13] Muhammad Nur Abdul Hafizh, Op. Cit., h. 118
[14] Ibid., h. 119
[15] Departemen Agama, Op.cit., h.204
[16] Ibid., h. 165
[17] Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Op. Cit., h. 253
[18] Muhammad Nur Abdul Hafizh, Op. Cit., h. 179
[19] Ibid., h.187
[20] Ibid., h.188
[21] Ibid., h.189
[22] Zakiah Darajat, Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Mental, (Cet. IV; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1982), h.39
[23] Majelis Ulama Indonesia, Op. Cit., h.132
[24] Ibid., h.809
[25] Muhammad Nur Abdul Hafizh, Op. Cit., h. 112
[26] Ibid., h. 113
[27] Ibid., h. 114
[28] Ibid., h. 169
[29] Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Cet.IV; Jakarta: Gunung Agung, 1978), h.63
[30] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Manajemen Pendidikan mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia, (Cet.I; Jakarta Timur: PRENADA MEDIA, 2003), h. 197
[31] Harun Nasution, Filsafat Agama, (Cet. IV; Jakarta:Bulan Bintang, 1983), h. 18-19
[32] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Op. Cit., h. 193
No comments:
Post a Comment