Thursday, 30 January 2014

Aurat Wanita

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi pakaian terutama sebagai penutup aurat, sekaligus sebagai perhiasan, memperindah jasmani manusia. Agama Islam memerintahkan kepada setiap orang untuk berpakaian yang baik dan bagus. Baik berarti sesuai dengan fungsi pakaian itu sendiri, yaitu menutup aurat, dan bagus berarti cukup memadai serasa sebagai perhiasan tubuh yang sesuai dengan kemampuan si pemakai untuk memilikinya. Untuk keperluan ibadah misalnya untuk shalat dimasjid, kita dianjurkan memakai pakaian yang baik dan suci. Berpakaian dengan mengikuti muda yang berkembang saat ini, bukan merupakan halangan, sejauh tidak menyalahi fungsi menurut Islam. Namun demikian kita diperintahkan untuk tidak berlebih-lebihan. Berpakaian bagi kaum wanita mukimn telah digariskan oleh Al-Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Hal tersebut selain sebaya identitas mukminah juga menghindari diri dari gangguan yang tidak diinginkan pada dasarnya pakaian muslim tidak menghalangi pemakaiannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari dalam bermasyarakat. Semuanya kembali kepada niat si pemakainya dalam melaksanakan ajaran Allah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
  1. Bagaimana kewajiban menutup aurat ?
  2. Bagaimana aurat wanita dalam shalat dan diluar sholat ?
  3. Bagaimana batasan aurat wanita dihadap muhrim dan bukan muhrim ?
  4. Bagaimanakah busana muslimah dan syaratnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kewajiban Menutup Aurat
Firman Allah dalam surat Al-Ar’af : 26
Artinya :
“… Pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid…!”.
Dengan berdasarkan ayat ini, maka seseorang itu wajib menutup aurat sewaktu shalat. Karena itu tidak sah shalat seseorang itu tanpa menutup aurat selagi ia sanggup (kuasa). Dan menutup aurat itu mutlak wajib (fardhu).
Menutup aurat adalah dengan menggunakan kain atau pakaian yang berfungsi sebagai penghalang (penghambat) pandangan terhadap aurat terbuka. Dengan demikian kain yang tipis, tembus pandang atau yang berlubang-lubang sudah barang tentu tidak dapat dikategorikan sebagai menutup aurat. Begitu pula pakaian yang terlalu tipis (ketat) sehingga tampak lokuk-lokuk anggota tubuhnya. Tidaklah dibenarkan dalam ajaran agama Islam sebagai penutup aurat. Dan menutup aurat adalah termasuk ciri khusus umat Islam dengan umat pemeluk agama lain. Makalah tentang Aurat Wanita
Kita terkadang banyak menemukan pakaian panjang. Akan tetapi, pakaian tersebut terlihat sempit sehingga mempertontonkan seluruh bagian dan lakukan tubuh. Sekarang kita beralih kepenutup wajah. Menurut Syaikh Mutawall (2009 : 23) agama tidak mewajibkan seorang perempuan muslimah untuk mempergunakan penutup wajah. Juga tidak melarangnya seandainya ada yang hendak mempergunakannya. Oleh karena itu bagi orang-orang yang tidak setuju dengan mereka yang mempergunakannya, maka tidak pantas untuk menolaknya.
A.    Aurat Wanita Dalam Shalat
Seorang wanita muslimah yang telah baligh hendaknya menyediakan pakaian shalat. Pakaian shalat bagi seorang wanita bisa berupa gaun atau baju kurung yang cukup panjang, yang dapat menutup, kedua kaki sampai tumit, bisa juga memakai mukenah yang cukup lebar, panjang dan tebal. Dengan demikian pakaian shalat bagi seorang wanita harus bisa menutup aurat. Aurat wanita (semua anggota tubuhnya) kecuali muka dan telapak tangan. Dalam hubungan ini Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
“… dan janganlah mereka (kaum wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (An-Nur : 31).
Maksud dan ayat ini adalah, bahwa wanita itu tidak boleh menampakkan bagian-bagian tubuh yang biasa diberi perhiasan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dengan demikian bahwa pakaian wanita dalam shalat harus memakai pakaian yang bisa menutup dari kepala sampai keujung kaki (tumit), maka dalam hal ini bentuk pakaiannya bisa berupa mukenah, baju kurung dan sebagainya : pokoknya bisa menutup dari kepada sampai ketumit yang kelihatan hanya muak dan kedua telapak tangan.

Makalah tentang Aurat Wanita

B. Aurat Wanita Di luar Shalat
Kalau aurat wanita dalam shalat itu para fuqaha telah sepakat menyatakan sekujur badan kecuali muka dan telapak tangan. Maka aurat wanita diluar shalatnya juga seperti dalam shalat jikalau berhadapan dengan selain muhrim, karena memang demikianlah konsep agama Islam dalam mengatur dan menganjurkan cara berbusana wanita muslimah diluar rumah atau ketika berhadapan dengan laki-laki lain yang bukan muhrimnya. Dan disamping itu perlu diingat, sepakat atas kebolehannya memperlihatkan wajah dan kedua telapak tangan kepada selain muhrim, namun apabila dikhawatirkan akan dapat menimbulkan fitnah. Maka wajah dan telapak tangan tu pun wajib ditutupi / dirahasiakan dengan menanamkan akidah yang kuat. Demikianlah Allah yang lebih Maha Tahu.
C. Siapakah yang disebut dengan muhrim?
Muhrim menurut artinya adalah yang diharamkan, dalam istilah ilmu fiqih wanita yang diharamkan untuk dikawini dengan sebab ada hubungan keturunan / pertalian darah, karena sepersusunan, karena perkawinan dan sebagainya. Selanjutnya siapa sajakah laki-laki yang tergolong laki-laki muhrim bagi seorang wanita. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surah An-Nur ayat 31
Artinya :
“… Dan janganlah perempuan menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putri saudara laki-laki mereka atau putra-putri saudara perempuan mereka atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pula yang laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita …”
D. Batasan Aurat wanita dihadapan muhrim
Imam Al-Qurtuby mengatakan tingkatkan para muhrim itu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya ditinjau dari segi hubungan pribadi secara manusiawi. Kalau seorang wanita dihadapkan suaminya bolehkah membuka / menampakkan semua perhiasannya, bahkan boleh bertelanjang bulat. Apakah tingkah laku yang demikian itu harus ditampakkan dihadapan saudara laki-lakinya? Anak tirinya? Kami rasa tidaklah demikian, kita harus pandai-pandai menjaga diri dan tidak terlalu bebas untuk menampakkan perhiasan kita.
MADZHAB MALIKI ; Dalam madzhab ini bahwa aurat wanita dihadapan laki-laki para muhrim ialah sekujur tubuh wanita itu kecuali muka dan ujung-ujung anggota tubuh, seperti kepala kedua-dua tangan dan kaki.
MADZHAB HANBALI ;  Dalam madzhab ini dikatakan bahwa aurat wanita dihadapan para muhrim ialah sekujur tubuh kecuali muka, keduk, kepala, dua tangan, kaki dan betis.
Mereka ini tidak berbeda pendapat tentang aurat wanita dihadapan sesama wanitanya, baik yang muslimah dan yang bukan muslimah. Tidak haram bagi wanita muslimah tubuhnya terbuka dihadapan mereka.
E. Batasan aurat wanita dihadapan bukan muhrim
Golongan selain muhrim yang kami sebutkan diatas dinamakan “ajnab” (orang asing), yaitu orang-orang yang tidak tersebut dalam golongan orang-orang yang haram manakah dengan wanita tersebut untuk selama-lamanya. Jadi muhrim kebalikannya bukan muhrim (orang ajnab).
Selanjutnya kembali kepada permasalahan diatas yaitu sampai dimanakah batasan aurat seorang wanita dihadapan laki-laki yang bukan muhrim itu?
Dalam hal ini ada dua pendapat yaitu :
  1. Pendapat pertama menyatakan bahwa wanita itu seluruhnya adalah aurat, mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Tidak ada perhiasan yang boleh tampak kecuali pakaiannya saja.
  2. Pendapat kedua mengatakan bahwa aurat wanita dihadapkan bukan muhrim adalah muka dan kedua telapak tangan. Jadi kedua anggota tersebut yang boleh ditampakkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini seseorang tidaklah bisa hidup bersendirian tanpa memerlukan bantuan tangan orang lain mengurung diri dirumah untuk selama-lamanya. Suatu saat ia harus keluar rumah berhadapan dengan khayalak sama, misalnya ke pasar, pusat perbelanjaan, supermarket, ke rumah sakit, ke pengadilan untuk menjadi saksi dan sebagainya. Di saat itulah yang penting bagi seorang wanita muslimah harus pandai menjaga kekacau mata diri, menjaga pandangan (artinya pandangannya harus senantiasa ditundukkan, di samping itu pakaian yang dikenakannya harus pakaian yang identitas Islam (busana muslimah). Dengan cara demikian Insya Allah kita terhindar dari berbagai macam fitnah.
F. Busana Muslimah dan Syaratnya
Pakaian wanita muslimah ketika diluar rumah adalah dengan menggunakan Jilbab yaitu pakaian yang bisa menutup seluruh tubuh sejak dari kepada ke kaki atau menutup sebagian besar tubuh dan di pakai pada bagian luar sekali seperti halnya muka dan telapak tangan. Sebab muka dan telapak tangan Menurut Jumhur Fuqaha tidak termasuk aurat, dengan syarat apabila dirasa aman dari fitnah.
Syekh Muhammad Nashiruddin Albani telah menguraikan (memerinci) syarat-syarat tertentu pakaian jilbab sebagai pakaian wanita muslimah yang terdapat dalam kitabnya HIJABUL MAR-ATIL MUSLIMAH FIL KITAABI WAS-SUNNAH, sebagai berikut :
  1. Pakaian itu dapat menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan
  2. Jenis kainnya harus tebal, yang tidak tembus pandang, sehingga warna kulitnya tidak bisa dilihat dari luar.
  3. Lapang, tidak sempit (ketat), sehingga masih bisa menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya.
  4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
  5. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
  6. Tidak terlalu menyolok warnanya sehingga menarik perhatian orang yang memandangnya.
  7. Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri.
G. Pakaian Rasulullah SAW
Nabi Saw biasa mengenakan gamis sebagai pakaian yang paling beliau suka. Lengan gamis tersebut hingga batas pergelangan tangan. Beliau juga pernah mengenakan jubah dan pakaian sejenis mantel. Dalam Shahihul Bukhari terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa Nabi Saw melarang pakaian-pakaian yang terbuat dari sutra bagi laki-laki dan tidak apa-apa dikenakan kaum wanita.
Diantara hukum-hukum dan adab-adab yang terpenting berkaitan dengan gamis adalah :
  1. Hendaknya lengan gamis hingga mencapai pergelangan betis
  2. Hendaknya panjang gamis hingga pertengahan betis
  3. Hendaknya berwarna putih
  4. Dilarang memanjangkan melebihi mata kaki dan menjulurkannya ke tanah dengan sikap ujub dan sombong. Hal itu bagi kaum laki-laki saja.
Dari Sa’d Ra, ia berkata, “pada perang uhud, aku melihat disamping kanan dan kiri Nabi Saw ada dua orang laki-laki yang mengenakan baju putih yang belum pernah aku lihat sebelum dan sesudahnya.
Al-Hafizh mensyarah hadits diatas dalam kitab Al-Fath x : 295. Ahmad dan penulis kitab sunnah telah meriwayatkan sebuah hadits yang dishahikan oleh Hakim berupa hadits Samurah yang ia marfukan sampai kepada Nabi Saw. “Hendaklah kalian senantiasa mengenakan pakaian putih karena ia lebih baik dab lebih suci. Kafanilah orang-orang yang meninggal diantara kalian dengannya.” Kemudian, Al-Hafizh melanjutkan, “Adapun dalam hadits sa’d, yakni saad bin Abi  Waqqa Ra, yang telah disebutkan dimuka, disebutkan nama kedua orang tersebut, yaitu : Jibril dan Mikail. Bagi yang mengira bahwa salah satunya adalah Israfil, maka ia telah keliru.
BAB III
KESIMPULAN
  1. Menutup aurat adalah dengan menggunakan kain atau pakaian yang berfungsi sebagai penghalang (penghambat) padanya aurat terbuka.
  2. Pakaian shalat bagi seorang wanita harus bisa menutupi aurat. Aurat wanita (semua anggota tubuhnya) kecuali muka dan telapak tangan.
  3. Muhrim dalam istilah ilmu fiqih adalah wanita yang diharamkan untuk dikawini dengan sebab ada hubungan keturunan / pertalian darah, karena sepersusun, karena perkawinan.
  4. Syarat-syarat tertentu pakaian jilbab sebagai berikut : Pakaian itu dapat menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, Jenis kainnya harus tebal, Lapang tidak sempit (ketat), Tidak menyerupai pakaian laki-laki, Tidak menyerupai pakaian wanita kafir, Tidak terlalu menyolok dan Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Syaikh Mutawalli As-Syarawi, Fiqih Perempuan, Jakarta, AMZAH, 2009.
Saputra Thoyib Sah, AQIDAH AKHLAK, Semarang, Toha Putra, 1996.
Ahnan Mahtuf, Risalah Fiqih Wanita, Surabaya, Terbit Terang
Abu Thalha bin Abdus Sattar, Tata Busana Parasalaf, Solo, Zamzam, 2008. 

No comments:

Post a Comment