BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi pakaian terutama sebagai penutup
aurat, sekaligus sebagai perhiasan, memperindah jasmani manusia. Agama
Islam memerintahkan kepada setiap orang untuk berpakaian yang baik dan
bagus. Baik berarti sesuai dengan fungsi pakaian itu sendiri, yaitu
menutup aurat, dan bagus berarti cukup memadai serasa sebagai perhiasan
tubuh yang sesuai dengan kemampuan si pemakai untuk memilikinya. Untuk
keperluan ibadah misalnya untuk shalat dimasjid, kita dianjurkan memakai
pakaian yang baik dan suci. Berpakaian dengan mengikuti muda yang
berkembang saat ini, bukan merupakan halangan, sejauh tidak menyalahi
fungsi menurut Islam. Namun demikian kita diperintahkan untuk tidak
berlebih-lebihan. Berpakaian bagi kaum
wanita mukimn telah digariskan oleh Al-Qur’an adalah menutup seluruh
auratnya. Hal tersebut selain sebaya identitas mukminah juga menghindari
diri dari gangguan yang tidak diinginkan pada dasarnya pakaian muslim
tidak menghalangi pemakaiannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari
dalam bermasyarakat. Semuanya kembali kepada niat si pemakainya dalam
melaksanakan ajaran Allah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
- Bagaimana kewajiban menutup aurat ?
- Bagaimana aurat wanita dalam shalat dan diluar sholat ?
- Bagaimana batasan aurat wanita dihadap muhrim dan bukan muhrim ?
- Bagaimanakah busana muslimah dan syaratnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kewajiban Menutup Aurat
Firman Allah dalam surat Al-Ar’af : 26
Artinya :
“… Pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid…!”.
Dengan berdasarkan ayat ini, maka seseorang itu wajib menutup aurat sewaktu shalat. Karena itu tidak sah shalat seseorang itu tanpa menutup aurat selagi ia sanggup (kuasa). Dan menutup aurat itu mutlak wajib (fardhu).
Menutup aurat adalah dengan menggunakan
kain atau pakaian yang berfungsi sebagai penghalang (penghambat)
pandangan terhadap aurat terbuka. Dengan demikian kain yang tipis,
tembus pandang atau yang berlubang-lubang sudah barang tentu tidak dapat
dikategorikan sebagai menutup aurat. Begitu pula pakaian yang terlalu
tipis (ketat) sehingga tampak lokuk-lokuk anggota tubuhnya. Tidaklah
dibenarkan dalam ajaran agama Islam sebagai penutup aurat. Dan menutup
aurat adalah termasuk ciri khusus umat Islam dengan umat pemeluk agama
lain. Makalah tentang Aurat Wanita
Kita terkadang banyak menemukan pakaian
panjang. Akan tetapi, pakaian tersebut terlihat sempit sehingga
mempertontonkan seluruh bagian dan lakukan tubuh. Sekarang kita beralih
kepenutup wajah. Menurut Syaikh Mutawall (2009 : 23) agama tidak
mewajibkan seorang perempuan muslimah untuk mempergunakan penutup wajah.
Juga tidak melarangnya seandainya ada yang hendak mempergunakannya.
Oleh karena itu bagi orang-orang yang tidak setuju dengan mereka yang
mempergunakannya, maka tidak pantas untuk menolaknya.
A. Aurat Wanita Dalam Shalat
Seorang wanita muslimah yang telah
baligh hendaknya menyediakan pakaian shalat. Pakaian shalat bagi seorang
wanita bisa berupa gaun atau baju kurung yang cukup panjang, yang dapat
menutup, kedua kaki sampai tumit, bisa juga memakai mukenah yang cukup
lebar, panjang dan tebal. Dengan demikian pakaian shalat bagi seorang
wanita harus bisa menutup aurat. Aurat wanita (semua anggota tubuhnya)
kecuali muka dan telapak tangan. Dalam hubungan ini Allah Ta’ala
berfirman :
Artinya :
“… dan janganlah mereka (kaum wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (An-Nur : 31).
Maksud dan ayat ini adalah, bahwa wanita
itu tidak boleh menampakkan bagian-bagian tubuh yang biasa diberi
perhiasan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dengan demikian bahwa
pakaian wanita dalam shalat harus memakai pakaian yang bisa menutup dari
kepala sampai keujung kaki (tumit), maka dalam hal ini bentuk
pakaiannya bisa berupa mukenah, baju kurung dan sebagainya : pokoknya
bisa menutup dari kepada sampai ketumit yang kelihatan hanya muak dan
kedua telapak tangan.
Makalah tentang Aurat Wanita
B. Aurat Wanita Di luar Shalat
Kalau aurat wanita dalam shalat itu para
fuqaha telah sepakat menyatakan sekujur badan kecuali muka dan telapak
tangan. Maka aurat wanita diluar shalatnya juga seperti dalam shalat
jikalau berhadapan dengan selain muhrim, karena memang demikianlah
konsep agama Islam dalam mengatur dan menganjurkan cara berbusana wanita
muslimah diluar rumah atau ketika berhadapan dengan laki-laki lain yang
bukan muhrimnya. Dan disamping itu perlu diingat, sepakat atas
kebolehannya memperlihatkan wajah dan kedua telapak tangan kepada selain
muhrim, namun apabila dikhawatirkan akan dapat menimbulkan fitnah. Maka
wajah dan telapak tangan tu pun wajib ditutupi / dirahasiakan dengan
menanamkan akidah yang kuat. Demikianlah Allah yang lebih Maha Tahu.
C. Siapakah yang disebut dengan muhrim?
Muhrim menurut artinya adalah yang
diharamkan, dalam istilah ilmu fiqih wanita yang diharamkan untuk
dikawini dengan sebab ada hubungan keturunan / pertalian darah, karena
sepersusunan, karena perkawinan dan sebagainya. Selanjutnya siapa
sajakah laki-laki yang tergolong laki-laki muhrim bagi seorang wanita.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surah An-Nur ayat 31
Artinya :
“… Dan janganlah perempuan menampakkan
perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau putra-putri mereka atau
putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putri
saudara laki-laki mereka atau putra-putri saudara perempuan mereka atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pula yang
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita …”
D. Batasan Aurat wanita dihadapan muhrim
Imam Al-Qurtuby mengatakan tingkatkan
para muhrim itu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya ditinjau
dari segi hubungan pribadi secara manusiawi. Kalau seorang wanita
dihadapkan suaminya bolehkah membuka / menampakkan semua perhiasannya,
bahkan boleh bertelanjang bulat. Apakah tingkah laku yang demikian itu
harus ditampakkan dihadapan saudara laki-lakinya? Anak tirinya? Kami
rasa tidaklah demikian, kita harus pandai-pandai menjaga diri dan tidak
terlalu bebas untuk menampakkan perhiasan kita.
MADZHAB MALIKI ; Dalam madzhab ini bahwa
aurat wanita dihadapan laki-laki para muhrim ialah sekujur tubuh wanita
itu kecuali muka dan ujung-ujung anggota tubuh, seperti kepala
kedua-dua tangan dan kaki.
MADZHAB HANBALI ; Dalam madzhab ini
dikatakan bahwa aurat wanita dihadapan para muhrim ialah sekujur tubuh
kecuali muka, keduk, kepala, dua tangan, kaki dan betis.
Mereka ini tidak berbeda pendapat
tentang aurat wanita dihadapan sesama wanitanya, baik yang muslimah dan
yang bukan muslimah. Tidak haram bagi wanita muslimah tubuhnya terbuka
dihadapan mereka.
E. Batasan aurat wanita dihadapan bukan muhrim
Golongan selain muhrim yang kami
sebutkan diatas dinamakan “ajnab” (orang asing), yaitu orang-orang yang
tidak tersebut dalam golongan orang-orang yang haram manakah dengan
wanita tersebut untuk selama-lamanya. Jadi muhrim kebalikannya bukan
muhrim (orang ajnab).
Selanjutnya kembali kepada permasalahan
diatas yaitu sampai dimanakah batasan aurat seorang wanita dihadapan
laki-laki yang bukan muhrim itu?
Dalam hal ini ada dua pendapat yaitu :
- Pendapat pertama menyatakan bahwa wanita itu seluruhnya adalah aurat, mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Tidak ada perhiasan yang boleh tampak kecuali pakaiannya saja.
- Pendapat kedua mengatakan bahwa aurat wanita dihadapkan bukan muhrim adalah muka dan kedua telapak tangan. Jadi kedua anggota tersebut yang boleh ditampakkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini
seseorang tidaklah bisa hidup bersendirian tanpa memerlukan bantuan
tangan orang lain mengurung diri dirumah untuk selama-lamanya. Suatu
saat ia harus keluar rumah berhadapan dengan khayalak sama, misalnya ke
pasar, pusat perbelanjaan, supermarket, ke rumah sakit, ke pengadilan
untuk menjadi saksi dan sebagainya. Di saat itulah yang penting bagi
seorang wanita muslimah harus pandai menjaga kekacau mata diri, menjaga
pandangan (artinya pandangannya harus senantiasa ditundukkan, di samping
itu pakaian yang dikenakannya harus pakaian yang identitas Islam
(busana muslimah). Dengan cara demikian Insya Allah kita terhindar dari
berbagai macam fitnah.
F. Busana Muslimah dan Syaratnya
Pakaian wanita muslimah ketika diluar
rumah adalah dengan menggunakan Jilbab yaitu pakaian yang bisa menutup
seluruh tubuh sejak dari kepada ke kaki atau menutup sebagian besar
tubuh dan di pakai pada bagian luar sekali seperti halnya muka dan
telapak tangan. Sebab muka dan telapak tangan Menurut Jumhur Fuqaha
tidak termasuk aurat, dengan syarat apabila dirasa aman dari fitnah.
Syekh Muhammad Nashiruddin Albani telah
menguraikan (memerinci) syarat-syarat tertentu pakaian jilbab sebagai
pakaian wanita muslimah yang terdapat dalam kitabnya HIJABUL MAR-ATIL
MUSLIMAH FIL KITAABI WAS-SUNNAH, sebagai berikut :
- Pakaian itu dapat menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan
- Jenis kainnya harus tebal, yang tidak tembus pandang, sehingga warna kulitnya tidak bisa dilihat dari luar.
- Lapang, tidak sempit (ketat), sehingga masih bisa menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya.
- Tidak menyerupai pakaian laki-laki
- Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
- Tidak terlalu menyolok warnanya sehingga menarik perhatian orang yang memandangnya.
- Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri.
G. Pakaian Rasulullah SAW
Nabi Saw biasa mengenakan gamis sebagai
pakaian yang paling beliau suka. Lengan gamis tersebut hingga batas
pergelangan tangan. Beliau juga pernah mengenakan jubah dan pakaian
sejenis mantel. Dalam Shahihul Bukhari terdapat keterangan yang
menyebutkan bahwa Nabi Saw melarang pakaian-pakaian yang terbuat dari
sutra bagi laki-laki dan tidak apa-apa dikenakan kaum wanita.
Diantara hukum-hukum dan adab-adab yang terpenting berkaitan dengan gamis adalah :
- Hendaknya lengan gamis hingga mencapai pergelangan betis
- Hendaknya panjang gamis hingga pertengahan betis
- Hendaknya berwarna putih
- Dilarang memanjangkan melebihi mata kaki dan menjulurkannya ke tanah dengan sikap ujub dan sombong. Hal itu bagi kaum laki-laki saja.
Dari Sa’d Ra, ia berkata, “pada perang
uhud, aku melihat disamping kanan dan kiri Nabi Saw ada dua orang
laki-laki yang mengenakan baju putih yang belum pernah aku lihat sebelum
dan sesudahnya.
Al-Hafizh mensyarah hadits diatas dalam
kitab Al-Fath x : 295. Ahmad dan penulis kitab sunnah telah meriwayatkan
sebuah hadits yang dishahikan oleh Hakim berupa hadits Samurah yang ia
marfukan sampai kepada Nabi Saw. “Hendaklah kalian senantiasa mengenakan
pakaian putih karena ia lebih baik dab lebih suci. Kafanilah
orang-orang yang meninggal diantara kalian dengannya.” Kemudian,
Al-Hafizh melanjutkan, “Adapun dalam hadits sa’d, yakni saad bin Abi
Waqqa Ra, yang telah disebutkan dimuka, disebutkan nama kedua orang
tersebut, yaitu : Jibril dan Mikail. Bagi yang mengira bahwa salah
satunya adalah Israfil, maka ia telah keliru.
BAB III
KESIMPULAN
- Menutup aurat adalah dengan menggunakan kain atau pakaian yang berfungsi sebagai penghalang (penghambat) padanya aurat terbuka.
- Pakaian shalat bagi seorang wanita harus bisa menutupi aurat. Aurat wanita (semua anggota tubuhnya) kecuali muka dan telapak tangan.
- Muhrim dalam istilah ilmu fiqih adalah wanita yang diharamkan untuk dikawini dengan sebab ada hubungan keturunan / pertalian darah, karena sepersusun, karena perkawinan.
- Syarat-syarat tertentu pakaian jilbab sebagai berikut : Pakaian itu dapat menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, Jenis kainnya harus tebal, Lapang tidak sempit (ketat), Tidak menyerupai pakaian laki-laki, Tidak menyerupai pakaian wanita kafir, Tidak terlalu menyolok dan Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Syaikh Mutawalli As-Syarawi, Fiqih Perempuan, Jakarta, AMZAH, 2009.
Saputra Thoyib Sah, AQIDAH AKHLAK, Semarang, Toha Putra, 1996.
Ahnan Mahtuf, Risalah Fiqih Wanita, Surabaya, Terbit Terang
No comments:
Post a Comment