Oleh : Ahmad Sholihin
PENDAHULUAN
Salah satu prasarat untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan sejahtera adalah lebih di tentukan oleh sejauh
mana kuwalitas sumber daya masyarakatnya. Kwalitas suatu bangsa sangat
di tentukan oleh peran serta mutu pendidikan yang di pergunakan oleh
bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang
berpendidikan. Dalam hal ini Muhammad Naquib al-Attas dalam konsep
pendidikan Islam mengatakan, menurutnya pendidikan islam itu lebih tepat
diistilahkan dengan ta’dib di bandingkan dengan istilah tarbiyah atau ta’lim, sebab dengan konsep ta’dib , pendidikan akan memberikan adabatau kebudayaan.[1]
Gambaran serupa juga di kemukakan oleh seorang pendidik besar Perancis
yang hidup pada sekitar abad ke-19dalam sebuah buku yang terkenal
“Aqeuitient Superiorite de Anglo Saxons” (Superiornya bangsa Inggris) yang terbit tahun 1897, dalam salah satu bab terpentingnya berjudul “New Education”
menyatakan: Kalau kita hendak menyimpulkan jawaban tentang persoalan
masyarakat dalam suatu patah kata, maka kata itu ialah “Pendidikan”.[2]
Dan sesungguhnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat
adalah bertujuan supaya membiasakan diri untuk mengantisipasi setiap
peristiwa baru di dunia ini, agar
manusia mampu berjuang dengan tenaganya sendiri.Menyadari beratnya
tantangan perkembangan zaman ke depan , sistem pendidikan yang ada
sekarang ini haruslah mampu menyesuaiakan diri dengan koindisi riil dan
mampu menjawab berbagai problematika yang ada di dalamnya. Problematika
kehidupan yang semakin berat inilah yang menjadi beban utama pendidikan
saat ini. Melalui penulisan makalah singkat ini, penulis ingin
mengungkap tentang problematika pendidikan di maksud sekaligus mencoba
mencari solusi pemecahannya.
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematic , yaitu ketidak tentuan.[3]
Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada
yang mendefinisikan bahwa ; pendidikan adalah suatu hasil peradaban
sebuah bangsa yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa
itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang memberikan pengertian,
pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan mereka
berkembang.[4]
Definisi pendidikan secara lebih khusus sebagaimana di kemukakan oleh
Ali Saifullah, bahwa pendidikan ialah suatu proses pertumbuhan di dalam
mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya,
bakatnya, kecakapannya dan minatnya.[5]Sehingga
dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar
dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan , baik yang berhubungan
dengan pengalaman kognitif ( daya pengetahuan), affektif ( aspek sikap)
maupun psikomotorik ( aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang
individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika
pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan
yang di hadapi oleh dunia pendidikan. Persoalan-persoalan pendidikan
tersebut menurut Burlian Somad secara garis besar meliputi hal sebagai
berikut : Adanya ketidak jelasan tujuan pendidikan, ketidak serasian
kurikulum, ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap, adanya
pengukuran yang salah ukur serta terjadi kekaburan terhadap landasan
tingkat-tingkat pendidikan.[6]
Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan
Dalam undang-undang nomor 4 tahun l950, telah di sebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang pada intinya, ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air berdasarkan pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan seterusnya….[7] Namun dalam kenyataan yang terjadi terhadap tujuan pendidikan yang begitu ideal tersebut belum mampu menghasilakn manusia-manusia sebagaimana yang dimaksud dalam tumpukan kata-kata dalam rumusan tujuan pendidikan yang ada, bahkan terjadi sebaliknya , yakni terjadi kemerosotan moral, kehidupan yang kurang demokratis, terjadi kekacauan akibat konflik di masyarakat dan lain lain, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tujuan pendidikan selama ini belum dikatakan berhasil, mungkin disebabkan adanya ketidak jelasan atau kekaburan dalam memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Ketidak Serasian Kurikulum
Kebanyakan kurikulum yang dipergunakan
di sekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran-mata pelajaran
yang beraneka ragam , sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku
pegangan untuk setiap mata pelajaran.
Sehingga pengajaran yang berlangsung
kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para
lulusan yang di hasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan
dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduktifitas di tengah-tengah
masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang di terima di sekolah-sekolah
memang tidak di persiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik
untuk dapat mandiri dimasyarakatnya.
Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap.
Masih banyak di jumpainya suatu slogan
yang berbunyi “tak ada rotan akarpun jadi” , menunjukkan suatu gambaran
betapa rendahnya kualitas tenaga kependidikan yang ada, karena harus di
pegang oleh tenaga-tenaga pendidikan yang bukan dari ahlinya. Pada hal
menugaskan dan mendudukkan seseorang sebagai pendidik yang tidak di bina
atau dibekalinya ilmu kependidikan dan yang bukan dalam bidangnya,
sangatlah menimbulkan kerugian yang sangat besar, diantaranya terjadinya
pemborosan biaya, terjadinya pemerosotan mutu hasil pendidikan, lebih
jauh lagi akan mempersiapkan warga masyarakat di masa mendatang dengan
pribadi-pribadi yang memiliki kualitas rendah sehingga tak mampu
bersaing dalam kehidupan yang serba problematis.
Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur.
Dalam masalah pengukuran terhadap hasil
belajar yang sering di sebut dengan istilah ujian atau evaluasi,
ternyata dalam prakteknya terjadi ketidak serasian antara angka-angka
yang di berikan kepada anak didik sering tidak obyektif , di mana
pencantuman angka-angka nilai yang begitu tinggi sama sekali tidak
sepadan dengan mutu riil pemegang angka-angka nilai itu. Ketika mereka
di terjunkan ke masyarakat, tidak mampu berbuat apa-apa yang setaraf
dengan tingkat pendidikannya. Jelasnya tanpa adanya pengukuran yang
obyektif dapat di pastikan tidak akan pernah terwujud tujuan pendidikan
yang sebenarnya.
Adanya Kekaburan Landasan Tingkat-Tingkat Pendidikan.
Selama bertahun-tahun nampaknya tidak
ada yang meninjau kembali tentang penjenjangan tingkat pendidikan ,
mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi.Apakah hasil
penjenjangan selama ini di dasarkan atas
tingkat perkembangan pisik dan psikis anak didik ataukah sekedar
terjemahan saja dari tingkat-tingkat pendidikan yang dipakai umum di
seluruh dunia, kalau itu masalahnya , kondisi anak didik kita jelas jauh
berbeda dengan kondisi negara – negara lain didunia , sehingga mustahil
apabila harus diadakan persamaan. Ataukah di dasarkan atas hasil
penelitian empiris, apakah benar bahwa untuk menjadi seorang yang
bercorak diri bernilai tinggi itu cukup memerlukan pembinaan selama masa
waktu 17 / 24 tahun. Inilah permasalahan-permasalahan di sekitar
pendidikan kita yang selama ini belum diketemukan jawabannya.
SOLUSI PEMECAHAN TERHADAP PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Dalam menghadapi masalah ketidak jelasan
tujuan pendidikan selama ini, perlu segera di rumuskan secara jelas
variabel-variabel yang harus dicapai untuk masing-masing jenjang
pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dalam arti
penerapan hasil secara realistis yang dapat di rasakan dampaknya di
tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak dalam wacana
pencapaian tujuan secara idialistis.
Untuk mengatasi ketidak serasian
kurikulum , perlu di hilangkan kesan adanya pengindentikan sekolah
hanyalah menanamkan teori-teori ilmu melulu, perlu menghilangkan kesan
bahwa pendidikan itu identik dengan pengajaran, perlu meminimalisir
kekeliruan langkah dalam pembuatan kurikulum yang kurang berorientasi
terhadap kondisi riil pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Demikian pula dalam mengatasi ketiadaan
tenaga pendidik yang berkualitas dan yang profesional, perlu merekrut
sebanyak-banyaknya tenaga – tenaga dari lulusan lembaga pendidikan
dengan keharusan memiliki kecakapan menguasahi ilmu-ilmu yang di
perlukan bagi pembuatan standard kualitas minimal, tenaga yang menguasai
ilmu-ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan menejement pendidikanyang
dapat membawa perubahan ke arah yang lebih maju.
Syarat lainnya yang harus ada pada diri
pendidik minimal, memiliki kedewasaan berfikir, kewibawaan, kekuatan
kepribadian, memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang cukup, kekompakan
sesama pendidik dalam satu team. Dan lain sebagainya.
Pengukuran dalam bidang pendidikan
sangat menetukan berkualitas atau tidaknya individu peserta didik, hal
itu tergantung bagaimana alat ukur yang di pergunakan. Dalam
kenyataannya masih banyak alat ukur yang di buat secara sembarangan
tanpa melalui proses standardisasi, sehingga alat ukur tersebut tidak
bisa diandalkan , karena tidak valid dan tidak reliabel.Oleh sebab itu
perlu membuat alat ukur yang valid dan reliabel , disertai dengan
pemberian nilai-nilai angka seobyektif mungkin tanpa terpengaruh oleh
subyektifitas dan rekayasa, hanya dengan cara pengukuran seperti inilah
yang dapat menjamin mutu hasil pendidikan yang diharapkan.
Pada akhirnya , untuk mencari solusi
terhadap penjenjangan pendidikan , haruslah di dasarkan pada apa saja
yang harus di bentukkan pada anak didik , perlu melakukan perhitungan
secara seksana dengan melakukan experimen yang matang untuk menemukan
fakta-fakta kebenaran baru dalam rangka meninjau kembali penjenjangan
tingkat pendidikan yang selama ini di pedomani.
KESIMPULAN
Dari sekian banyak uraian yang telah
penulis tuangkan melalui isi makalah ini, dapatlah penulis simpulkan ,
hal-hal sebagai bertikut : Sesungguhnya problematika pendidikan yang ada
sekarang ini lebih terletak pada ketidak jelasan tujuan yang hendak di
capai, ketidak serasian kurikulum terhadap kebutuhan masyarakat,
kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas dan profesional, terjadinya
salah pengukuran terhadap hasil pendidikan serta masih belum jelasnya
landasan yang di pergunakan untuk menetapkan jenjang-jenjang tingkat
pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga keperguruan tinggi.
Solusi yang penulis tawarkan dalam
mencari pemecahan masalah , adalah perlunya meninjau dan merumuskan
kembali secara realistis terhadap problematika yang sedang dihadapi oleh
dunia pendidikan kita selama ini.
[1] Lihat Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Suatu Rangka pikirPembinaan Filsafat Pendidikan Islam; Terjemahan Haidar Bagir, cet. Ke-4 ( Bandung:Mizan,l992),h.7.
[2] Lihat Zainal Abidin Ahmad, Memperkembang dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, cet.ke-1 (Jakarta:PT.Bulan Bintang, 1970 ),h.15.
Hasta,1980),h.159.
[4] Lihat Siti Meichati, Pengantar Ilmu Pendidikan (cet.ke-11;Yogyakarta: Penerbit FIP-IKIP,1980),6.
[5] Lihat Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan (Surabaya-Indonesia:Usaha Nasional, tt.),h. 135.
[6] Lihat S.Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia ( cet.ke-3; Bandung:Penerbit [6] Lihat Burlian Somad, Beberapa Persoalan Dalam Pendidikan Islam (Cet.ke-2; Bandung:Pt.Al-ma’arif,1978),h.101-105.
[7] Lihat Siti Meichati, Op.Cit.h.11.
No comments:
Post a Comment