OLEH : AHMAD SHOLIHIN
Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan peserta didik memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor
pendidikan operasionalnya dilaksanakan oleh guru. Sebagai elemen
penting dalam lingkup pendidikan, keberhasilan pendidikan tergantung
ditangan guru. Di tangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna
sehingga menjadi “makanan” yang mendatangkan selera untuk disantap
menjadi peserta didik. [1]
Maka dari itu peran guru harus lebih dimantapkan dalam rangka
meningkatkan pendidikan, khususnya pada pembentukan pribadi peserta
didik berakhlakul karimah.
Menurut DN. Madley (1979) “Salah satu
proses Asumsi yang melandasi keberhasilan guru dan pendidikan guru
adalah penelitian berfokus pada sifat-sifat kepribadian guru.
Kepribadian guru yang dapat menjadi suri teladanlah yang menjamin
keberhasilannya mendidik anak”. [2]
Utamanya dalam pendidikan Islam seorang guru yang memiliki kepribadian
baik, patut untuk ditiru peserta didik khususnya dalam menanamkan
nilai-nilai Agamis, Prof. Dr. Haidar Putra Daulay MA. Mengemukakan salah
satu komponen kompetensi keguruan adalah :
“Kompetensi
moral akademik, seorang guru bukan hanya orang yang bertugas untuk
mentransfer ilmu (Transfer Knowledge) tetapi juga orang yang bertugas
untuk mentransfer nilai (Transfer of Value). Guru tidak hanya mengisi
otak peserta didik (Kognitif) tetapi juga bertugas untuk mengisi mental mereka dengan nilai-nilai baik dan luhur mengisi Afektifnya”. [3]
Pelajaran agama islam diberikan kepada
peserta didik untuk dapat menghantarkannya mempunyai sikap akhlakul
karimah mampu membedakan benar dan salah, memilih sesuatu yang
bermanfaat atau sebaliknya merugikan. Menurut Ajang Lesmana tentang
pendidikan dalam islam mengemukakan bahwa : Pendidikan dalam islam
berusaha menumbuhkan kembangkan potensi peserta didik agar dalam sikap hidup, tindakan dan pendekatannya terhadap ilmu pengetahuan diwarnai oleh nilai etik religius. [4]
Dalam pandangan islam pendidikan
merupakan hal yang dangat utama untuk membentuk manusia berakhlakul
karimah. Pendidikan agama islam harus mengembangkan seluruh aspek
kehidupan manusia, spiritual dan intelektual, individu dan kelompok, dan mendorong seluruh aspek tersebut ke arah pencapaian kesempurnaan hidup.
Pada kongres Dunia II, tahun 1980
tentang konsep dan kurikulum pendidikan agama islam merumuskan bahwa :
“Pendidikan Islam adalah sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh, akal pikiran, kecerdasan,
perasaan dan panca indera”.[5]
Pendidikan agama islam memegang peran
sentral karena memproses manusia untuk memiliki keseimbangan religius –
spirit dengan profran – materi. Islam sangat memperhatikan pendidikan
dan menganjurkan kepada para pendidikan untuk betul-betul mendidik
peserta didik secara baik. Sebab bila peserta didik terbiasa dengan kebaikan maka akan menjadi orang baik pula.
Oleh karena itu sangat penting mendidik
kepribadian peserta didik dengan memberikan contoh keteladanan yang
berawal dari diri sendiri. Sesuai dengan keteladanan yang di contohkan
oleh Rasulullah Saw, sebagai guru pertama bagi umat islam. Dan sejalan
dengan Firman Allah Swt dalam Q.S. Al – Ahzab (33) : 21
ô?s)©9
tb%x. öNä3s9 ?Îû ÉAqß?u? «!$# îouqó?é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x.
(#qã_öt? ©!$# tPöqu?ø9$#ur tÅzFy$# tx.s?ur ©!$# #Z?ÏVx. ÇËÊÈ
Terjemahnya :
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.[6]
Upaya guru pendidikan agama Islam
mendidik peserta didik agar menjadi manusia berakhlakul karimah, adalah
tidak lepas dari kepribadian yang dimiliki oleh guru. Yaitu sifat
teladan seorang pendidik untuk dapat menjadi panutan dan contoh bagi
peserta didik dalam banyak segi. Hal ini telah sering ditekankan dalam
Islam, dan Rasulullah Saw. Menjadi contoh teladan (Uswatun Hasanah)
pertama.
Aspek – Aspek Keteladanan Guru
Menjadi guru teladan merupakan suatu
proses pembelajaran seorang guru untuk mendapatkan kesempurnaan dan
keridhaan Allah swt dalam ilmu yang di miliki. Secara sederhana menjadi
guru teladan adalah kemampuan seorang guru dalam mendapatkan sumber ilmu
yang diajarkan dengan cara memberdayakan diri agar mendapatkan kebaikan
dari sisi Allah swt. Yaitu seorang guru mampu meningkatkan kemampuan
fungsi panca indra dan otak, bersinergi dengan kemampuan intuisi dan
hatinya.[7]
Islam menganjurkan kepada para pendidik agar membiasakan peserta didik dengan etika dan akhlak Islam karena demikian itu termasuk kaidah yang dibuat Islam untuk mendidik siswa agar interaksi siswa dengan orang lain selalu dibangun diatas akhlak yang mulia. Sebaiknya seorang pendidik banyak belajar tentang hakekat dan makna mendidik, baik dari Al-Quran maupun sunnah Rasulullah saw.
Al-Maghribi bin as-said al-maghribi
dalam buku bebegini seharusnya mendidik anak, mengemukakan
kriteria-kriteria seorang pendidik teladan menurut Al-Quran dan sunnah
Rasulullah saw adalah sebagai berikut;
- Pemaaf dan tenang;
- Lemah lembut dan menjauhi sifat kasar dalam bermuamalah;
- Berhati penyayang;
- Ketakwaan;
- Selalu berdoa untuk anak;
- Lemah lembut dalam bermuamalah dengan anak;
- Menjauhi sikap marah ;
- Bersikap adil dan tidak pilih kasih.[8]
Mengingat begitu penting guru dalam
pendidikan, maka guru dituntut untuk memiliki kriteria –kriteria yang
telah disebutkan diatas. Guru merupakan figur atau tokoh panutan peserta
didik dalam mengambil semua nilai dan pemikiran tanpa memilih antara
yang baik dengan yang buruk. Peserta didik memandang bahwa guru adalah
satu-satunya sosok yang sangat disanjung. Maka didikan dari guru
berpengaruh besar dalam memilih andil dalam membentuk kepribadian dan
pemikiran peserta didik.[9]
Pendidikan atau guru merupakan bagian
pendidikan yang langsung berinteraksi dan bertanggung jawab dalam
pengolahan sumber daya manusia. Secara langsung mengubah pola pikir dan
meningkatkan prosuktifitas peserta didik melalui ilmu yang dikembangkan
secara bersama-sama dengan komponen pendidikan lain. Oleh pendidikan
dibuat lebih kreatif dalam memecahkan permasalahan peserta didik secara
efektif dan efisien. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung
mampu mendorong kemajuan peserta didik.
Maman Faturrohman dalam buku Al-qur’an
pendidikan dan pengajaran. Mengemukakan kondisi Ideal pendidik dan
pengajar, antara lain :
- Telah mendapat pendidikan atau pengajaran. Seorang pendidik dan pengajar idealnya adalah seorang yang telah mendapat pendidikan atau pengajaran sebelum menjadi guru.
- Benar-benar menguasai ilmu. Seorang pendidikan dan pengajar, idealnya adalah seorang yang benar-benar menguasai ilmu, khususnya ilmu yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sudah benar-benar menjiwai ilmu tersebut dan kebenaran ilmu teruji, termasuk oleh orang-orang di sekitar pendidik.[10]
Sistem pendidikan disetiap negara adalah
sama, termasuk di negara Republik Indonesia. Pendidikan tidak hanya
dituntut untuk menguasai ilmu, tapi juga memiliki landasan moral dalam
melaksanakan tugas pengabdian sebagai guru. Baik dalam maupun luar
sekolah, serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dan ini tentu
sangat berkaitan dalam mewujudkan seorang pendidik teladan yang harus
mematuhi etika – etika kependidikan. Berdasarkan UUD 1945, pemerintah RI
menetapkan kode etik guru sebagai berikut :
- Guru berbakti membimbing peserta didi untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
- Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
- Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
- Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
- Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
- Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
- Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.[11]
Penerapan kode etik guru di Indonesia,
diharapkan dapat memajukan pendidikan Nasional. Sebab kode etik guru
ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dari para anggota profesi
guru. Maka dari itu guru dalam menjalankan profesi, baiknya memiliki
jiwa profesionalisme yaitu seperangkat penguasaan kemampuan yang harus
ada agar dapat mewujudkan kinerja profesionalisme secara tepat dan
efektif.
Prof. Dr. H. Muhammad Surya dalam buku
Percikan Perjuangan Guru berpendapat bahwa, kualitas profesionalisme
didukung oleh lima kompetensi sebagai berikut :
- Keinginan untuk selalu menampilkan prilaku yang mendekati standar ideal.
- Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
- Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilan.
- Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi.
- Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.[12]
Dari pemaparan yang cukup meluas diatas,
penulis menarik kesimpulan aspek-aspek yang menjadikan seorang guru
dapat disebut teladan. Yaitu guru atau pendidik yang memiliki
kriteria-kriteria keteladanan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah , memenuhi kondisi ideal pendidik, mematuhi kode etik yang
ditetapkan pendidikan nasional RI serta mempunyai kompetensi kualitas
profesionalisme guru.
Perilaku Siswa Dalam Kaitannya Dengan Keteladanan Guru
Setiap lembaga pendidikan memiliki
tujuan yang sama yaitu membentuk manusia cerdas baik jasmani maupun
rohani. Tujuan ini dapat tercapai atau tidak, tak dapat di ukur tanpa
peserta didik atau siswa. Maka sasaran utama pendidikan adalah manusia
dalam hal ini peserta didik, begitu pun manusia atau siswa sangat
membutuhkan pendidikan fitrah rasa ingin tahu yang dimiliki. Jadi ada
keterkaitan timbal balik antara siswa dan pendidikan.
Pendidikan adalah suatu proses dalam
rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin
terhadap lingkungan dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam
diri peserta didik. Perubahan ini merupakan ciri-ciri dasar dari
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami peserta didik.
Prof. Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya
Proses Belajar Mengajar, mengemukakan bahwa konsep-konsep dasar yang
berkenaan dengan perkembangan siswa ialah :
- Pertumbuhan
- Kematangan
- Kedewasaan
- Perkembangan, dan
- Perkembangan normal.[13]
Perkembangan ini juga tidak lepas dari
pengaruh luar maupun dalam diri siswa. Sebab manusia ditentukan oleh
lingkungan karena proses interaksi terus menerus antara individu denga
lingkungannya.[14]
Faktor dalam diri siswa adalah bakat,
sedangkan faktor dari luar adalah lingkungan. Faktor dari dalam dan dari
luar ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Kendatipun tidak dapat ditolak tentang adanya kemungkinan dimana
pertumbunhan dan perkembangan itu semata-mata hanya di sebabkan oleh
faktor bakat saja atau oleh lingkungan saja.[15]
Faktor dalam dan luar yang dijelaskan di
depan menjadi sebab akibat timbulnya perilaku dari seseorang siswa,
baik itu perilaku negatif maupun positif. Perilaku negatif siswa timbul
bila kedua faktor tidak seimbang dan seiring dalam mempengaruhi
perkembangan siswa atau salah satunya lebih dominan. Faktor dari luar
ini begitu besar dan banyak sebab seiring dengan zaman semakin maju dan
teknologi baru semakin canggih, serta modern dan merupakan fitrah
manusia selalu ingin mencoba hal baru. Allah swt berfirman dalam QS.
Ar-Rum (3) : 30
Terjemahannya :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus ……[16]
Hal-hal baru ini yang berupa kemajuan
teknologi, memberikan pengaruh negatif bagi siswa. Seperti tontonan –
tontonan yang menggugah moral peserta didik menjadi malas, membantah
orang tua, dan bahkan tidak jarang kita dapatkan peserta didik yang
senang menyakiti teman, saudara atau orang lain. Terlebih lagi jika
siswa tinggal dalam lingkungan yang tidak mengedepankan agama sebagai
landasan utama dalam hidup bermasyarakat.
Pengaruh-pengaruh yang ada ini dapat
diatasi dengan adanya guru sebagai pengontrol, pembimbing dan pendidik
bagi peserta didik. Pendidikan yang diberikan guru bukan hanya
menyangkut materi atau pengetahuan saja. Tapi juga tingkah laku, akhlak
serta kepribadian. Karena sekolah merupakan rumah kedua bagi peserta
didik dan sebagian besar dari waktu dihabiskan di sekolah bersama
teman-teman serta guru. Pendidikan memberikan pengetahuan yang belum
diketahui peserta didik, meluruskan atau memperbaiki kesalahan peserta
didik serta membimbing pengetahuan yang dimiliki peserta didik agar
menjadi lebih cerdas lagi.
Maman Faturrohman dalam buku Al-Qur’an Pendidikan dan Pengajaran, berpendapat bahwa :
“Berdasarkan berbagai definisi tentang
pendidikan itu, dapat ditarik pandangan umum tentang pendidikan
bahwasanya pendidikan adalah sebuah proses yang dilakukan secara sadar
dan dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik, baik secara langsung
maupun tidak langsung yang bertujuan memberikan pengaruh, bimbingan,
dan atau arahan agar peserta didik menjadi dewasa dan sanggup berperan
dengan tepat di masa yang akan datang,dan proses ini umumnya terjadi
sepanjang hayat.”[17]
Adapun perilaku-perilaku yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik setelah menjalani proses pendidikan, yaitu :
- Siswa menjadi manusia Bertakwa dan beriman kepada Allah Swt. Taqwa dilahirkan dan dipupuk oleh ibadah. Dan ibadah ditumbuhkan oleh iman kepada Allah Swt. Dari iman itulah tersusun syari’at (peraturan) melaksanakan ibadah. Allah memerintahkan supaya mentaati-Nya dan Rasul-Nya, yaitu suatu perintah yang mengandung kebencian dan beban memberatkan.[18] Allah Swt memerintahkan hamba-Nya agar beribadah menyembah-Nya, adalah untuk meningkatkan taqwa kepada Allah Swt.
- Membentuk Pribadi Siswa yang berakhlak Karimah. Pembinaan akhlak yang mulia merupakan inti ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an, akhlak ini bertumpu dalam keimanan kepada Allah Swt. Dan keadilan sosial. Oleh karena itu jika di dalam Al-Qur’an terdapat ajaran keimana, ibadah, sejarah dan sebagainya, maka akan dituju adalah agar dengan ajaran tersebut terbentuk akhlak yang mulai. Hal ini sejalan pula dengan jawaban istri Rasulullah Saw, Siti Aisyah, ketika ia di tanya oleh sahabat tentang akhlak Rasulullah Saw. Siti Aisyah mengatakan bahwa akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.[19]
- Cerdas Jasamani dan Rohani. Sistem Pendidikan Nasional merumuskan tujuan pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranan peserta didik dimasa yang akan datang. Ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional menurut UU No. 2 tahun 1989. Ki Hajar Dewantara tokoh Pendidikan Nasional, merumuskan hakekat Pendidikan sebagai usaha orang tua bagi anak-anak dengan maksud menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki tumbuhnya kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anak.[20]
- Mampu mengaktualisasikan diri yang baik di dalam bermasyarakat. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial maka manusia tidak bisa hidup sendiri, karena itu semua dididik untuk bisa hidup bermasyarakat sesuai dengan manhaj Islam, Ajaran Islam sangat memperhatikan pendidikan sosial karena hal ini akan memberi dampak positif dalam perilaku dan perasaan batin anak yang berdampak pada agama, akhlak kebiasaan serta emosional anak. Sehingga peserta didik bisa hidup wajar dan tentang di tengah masyarakat sebagai makhluk sosial yang baik dan mulia.
Perilaku-perilaku diatas seyogiyanya
dapat dimiliki peserta didik, dan ini adalah tugas pendidik sebagai
teladan bagi siswa. Sukses tidaknya seorang pendidik adalah dilihat dari
hasil didikan seorang pendidik. Pendidik yang sukses akan mengikat
peserta didik dengan nilai-nilai universal dan menjauhkan peserta didik
dari pengaruh budaya dan pemikiran yang merusak. Sebagai seorang guru
yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendidik peserta didik
dalam mengembangkan kepribadian, guru dituntut memiliki kepribadian
ideal yang patut untuk dicontoh. Peserta didik tidak akan mudah untuk
tergugah hati dan pikiran atas ajaran pendidik, bila tidak melihat bukti
aktualisasinya pada diri pendidik. Sebagai contoh siswa tidak akan
disiplin dalam mengikuti pelajaran guru yang sering terlambat masuk dan
memulai pelajaran.
Prof. Dr. H. Mohammad Surya dalam buku Percikan Perjuangan Guru, mengemukakan hal berikut :
“Pada umumnya siswa sangat mengidamkan
gurunya memiliki sifat-sifat yang ideal sebagai sumber keteladanan,
bersikap ramah dan penuh kasih sayang, penyabar, menguasai materi ajar,
mampu mengajar dengan suasana menyenangkan, dsb.”[21]
Dengan berbagai penjelasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa perilaku siswa sangat erat kaitannya dengan
keteladanan yang dimiliki guru. Karena seorang guru yang teladan akan
mudah menggugah, mempengaruhi siswa untuk lebih giat belajr dan berusaha
menciptakan perilaku yang baik dalam pribadinya. Sebagaimana yang telah
dicontohkan guru sesuai dengan tuntunan profesional, guru harus
memiliki kualitas kepribadian yang sedemikian rupa sebagai pribadi
panutan.
[1] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Cet.I : Jakarta : Kencana, 204), h. 4.
[2]Ibid., h. 83.
[3]Ibid., h. 86
[4]Ajang Kusmana, “Landasan Profetik Pendidikan Islam”, Suara Muhammadiyah, No.08, 16-30 April, 2008, h.83.
[5] Ibid., h. 25
[6] Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya : Mahkota, 1971), h.670.
[7]Amir Tengku Ramly, Menjadi Guru Bintang, (Cet.I; Bekasi : Pustaka Inti, 2006), h. 117
[8] Al-Magribi bin as-Said Al-Magribi,”Kaifa Turabbi Waladan” diterjemahkan oleh Zaenal Abidin dengan Judul : Begini Seharusnya Mendidik Anak, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 154.
[9] Ibid.,h.260.
[10] Maman Faturrohman, Al-Qur’an Pendidikan dan Pengajaran, (Cet.I ; Bandung : Pustaka Madani, 2007), h. 25.
[11] Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Cet.I ; Semarang : Aneka Ilmu, 2003),h.95.
[12]Ibid., h.184.
[13] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara,2003), h.93.
[14] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1990), h.29.
[15] Ibid, h.79.
[16] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.325
[17] Maman Faturrohman, Al-Qr’an Pendidikan dan Pengajaran, (Cet. I ; Bandung : Pustaka Madani, 2007), h.3.
[18] M. Ali Hasan, Kumpulan Tulisan M. Ali Hasan, Cet.I; Jakarta : Siraja, 2003), h. 93
[19] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, h. 216
[20] Darmaningtyas, Pendidikan Pada dan Setelah Krisis, (Cet.I;Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), h.4.
[21] Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, (Cet.I ; Semarang : Aneka Ilmu, 2003), h.234.
No comments:
Post a Comment